oleh

Apakah Pantas Seorang Muslim Mengidolakan Orang Kafir?

Sungguh keadaan kaum muslimin saat ini sangat memprihatinkan. Keberadaan mereka sangat jauh dari zaman kenabian dan bimbingan ilmu agama. Tanpa disadari, tidak sedikit dari mereka yang terjatuh dalam berbagai macam kemungkaran dan kemaksiatan.

Di antara kemungkaran tersebut adalah mencintai dan mengidolakan orang kafir. Sebuah fenomena yang tidak asing lagi di kalangan kaum muslimin. Oleh karena itu, mengetahui bimbingan syariat serta penjelasan para ulama terkait hukum mencintai dan mengidolakan orang kafir adalah sebuah hal yang penting.

Allah Melarang Mencintai dan Mengidolakan Orang Kafir

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya dari mencintai dan mengidolakan orang-orang kafir. Sebagaimana yang tertuang dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman-teman setia sehingga kalian menyampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang, padahal mereka telah ingkar terhadap kebenaran yang disampaikan kepadamu.” (al-Mumtahanah: 1)

Mencintai dan mengidolakan orang kafir merupakan perkara yang sia-sia karena tidak memberikan manfaat bagi kehidupan akhirat seorang hamba, bahkan termasuk salah satu amalan yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Imam at-Tustari rahimahullah berkata tentang makna ayat di atas,

“Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kaum mukminin dari mencintai seseorang yang dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah tidak meridhai hal tersebut, barangsiapa yang keadaan hatinya tersibukkan dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat untuk urusan akhiratnya, maka dia akan mendapatkan permusuhan (yakni murka Allah).”1

Di antara perkara yang dapat menghilangkan kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai dan mengidolakan orang kafir.

Seorang ulama ahli tafsir terkemuka Imam as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas,

“Pada ayat ini terdapat sebuah larangan yang keras terhadap sikap mencintai dan mengidolakan orang-orang kafir, baik dari kalangan orang-orang musyrik ataupun selain mereka. Perkara ini bertolak belakang dengan keimanan seorang hamba dan termasuk sikap menyelisihi ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, bahkan termasuk sebuah hal yang kontradiksi dengan fitrah akal manusia. Sehingga wajib bagi seorang mukmin untuk waspada penuh dari musuh ini.”2

Perkataan Ulama Tentang Hukum Mencintai dan Mengidolakan Orang Kafir

Setelah kita membaca penjelasan di atas. Lantas, bagaimanakah penuturan ulama terkait permasalahan ini? Mari kita cermati bersama penjelasan para ulama berikut ini,

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah

Beliau rahimahullah pernah ditanya, “Bagaimana hukum mencintai dan mengidolakan  orang-orang kafir serta mengutamakan mereka dibandingkan kaum muslimin?”

Beliau rahimahullah menjawab,

“Tidak diragukan lagi bahwa seorang yang sangat mencintai dan mengidolakan orang kafir melebihi kecintaannya kepada kaum muslimin, berarti dia telah melakukan perkara yang haram. Karena kewajibannya adalah mencintai kaum muslimin. Dan hendaknya ia mencintai kaum muslimin layaknya ia mencintai dirinya sendiri.

Adapun mencintai musuh-musuh Allah melebihi kecintaannya kepada kaum muslimin, maka yang demikian ini sangat berbahaya dan hukumnya haram, bahkan tidak boleh mencintai mereka meskipun kadar kecintaannya di bawah kecintaannya kepada kaum muslimin.”3

Asy- Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah

Suatu saat Beliau hafizhahullah memberikan nasehat,

”Wajib bagi seorang mukmin untuk mencintai dan mengidolakan orang-orang beriman serta memusuhi orang-orang kafir. Kecintaan kepada mereka (orang-orang kafir) itu dilarang menurut tinjauan syariat Islam meskipun mereka merupakan kerabat atau keluarga kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata,

لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْه

“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir namun mereka saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun mereka adalah bapaknya, anaknya, saudaranya, keluarganya. Mereka adalah orang-orang yang Allah tanamkan di dalam hatinya keimanan dan Allah akan menolong mereka.”4

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah rahimahullah

Beliau rahimahullah mengatakan,

“Orang kafir bukan saudara bagi orang mukmin. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Hanyalah orang-orang beriman itu saling bersaudara.” (al-Hujurat : 10)

Maka orang kafir, baik dari kalangan Yahudi, Nashrani ataupun selainnya bukanlah saudara orang- orang yang beriman. Maka tidak boleh bagi seorang muslim menjadikan orang-orang kafir tersebut sebagai sahabat atau kawan.”5

Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Jauziy rahimahullah

Beliau rahimahullah mengatakan,

“Sesungguhnya mencintai dan mengidolakan orang-orang kafir dapat merusak keimanan. Tidak diperbolehkan bagi seorang mukmin mencintai dan mengidolakan orang kafir meskipun mereka dari kalangan keluarga mereka sendiri. Keimanan dan kekufuran tidak akan pernah bersatu selamanya.”6

Demikianlah penjelasan para ulama tentang hukum mencintai dan mengidolakan orang kafir. Kesimpulannya, bahwa hukumnya adalah haram dan termasuk larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berinteraksi dengan Keluarga yang non-Muslim

Imam Abu Bakr Ahmad bin Ali ar-Raazi rahimahullah menjelaskan,

“Dilarang bagi kaum mukminin untuk mencintai orang-orang kafir, menolong atau meminta bantuan kepada mereka. Demikian pula dalam hal menyerahkan permasalahan-permasalahan kepada mereka, namun yang wajib bagi kaum mukminin adalah berlepas diri serta tidak ada sikap penghormatan dan pemuliaan kepada mereka, walaupun mereka termasuk keluarga kita sendiri.

Adapun berinteraksi yang benar kepada mereka adalah berbuat baik dan bersikap sopan kepada mereka sebagaimana yang telah dituntunkan dalam ajaran Islam.”7


Baca juga : Hukum Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir


Siapa Idolamu, Orang Kafir atau Orang Muslim?

Jika kamu mencintai dan mengidolakan orang kafir, maka kamu akan meniru perangai-perangai mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»

“Barangsiapa yang meniru perilaku sebuah kaum, maka dia termasuk golongan kaum tersebut.”8

Sebagai seorang muslim hendaknya ia menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para salaf sebagai idola, karena keberadaan seorang hamba pada hari kiamat akan bersama orang yang ia cintai. Dalam sebuah hadits,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ «مَا أَعْدَدْتَ لَهَا». قَالَ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ. قَالَ «أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan hari kiamat terjadi wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Bekal apakah yang telah engkau persiapkan untuk menemuinya?”

Pria tersebut mengatakan, “Aku tidak mempersiapkannya dengan sering menunaikan shalat, berpuasa tidak pula dengan banyak bersedekah, akan tetapi aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau bersama dengan orang yang engkau cintai.”9

Semoga Allah Ta’ala mencurahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk senantiasa mencintai orang-orang beriman. Aamiin. UAA-MPS/AAK

Penulis : Umar Abdul Aziz Ponorogo

Referensi :

  1. Tafsir at-Tustariy karya Imam Abu Muhammad Sahl bin Yunus rahimahullah.
  2. Tafsir as-Sa’di karya Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah.
  3. Majmu’ Fatawa karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah.
  4. Syarh Masail al-Jahiliah karya asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah.
  5. Majmu’ Fatawa karya asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah rahimahullah.
  6. Zaadu al-Masiir karya Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Jauziy rahimahullah.
  7. Tafsir Ahkamul Qur’an karya Imam Abu Bakr Ahmad bin Ali ar-Raazi rahimahullah.

Footnotes

  1. Lihat Tafsir at-Tustariy hlm.167 karya Imam Abu Muhammad Sahl bin Yunus rahimahullah.

    حذر الله تعالى المؤمنين من التولي بغير من تولاه الله ورسوله، فإن الله تعالى لم يرض منه أن يسكن إلى وليه، فكيف إلى عدوه ومن شغل قلبه بما لا يعنيه من أمر آخرته نال منه العدو

    حذر الله تعالى المؤمنين من التولي بغير من تولاه الله ورسوله، فإن الله تعالى لم يرض منه ومن شغل قلبه بما لا يعنيه من أمر آخرته نال منه العدو،

  2. Lihat Tafsir as-Sa’di karya Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah hlm. 854.

    وهذه الآيات فيها النهي الشديد عن موالاة الكفار من المشركين وغيرهم، وإلقاء المودة إليهم، وأن ذلك مناف للإيمان، ومخالف لملة إبراهيم الخليل عليه الصلاة والسلام، ومناقض للعقل الذي يوجب الحذر كل الحذر من العدو

  3. Lihat Majmu’ Fatawa 14/03 karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah.

    وسئل -حفظه الله-: عن حكم مودة الكفار، وتفضيلهم على المسلمين؟

    فأجاب بقوله: لا شك أن الذي يواد الكفار أكثر من المسلمين قد فعل محرما عظيما، فإنه يجب أن يحب المسلمين، وأن يحب لهم ما يحب لنفسه، أما أن يود أعداء الله أكثر من المسلمين، فهذا خطر عظيم، وحرام عليه، بل لا يجوز أن يودهم، ولو أقل من المسلمين لقوله تعالى: {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

  4. Lihat Syarh Masaail al-Jahiliah hlm. 27, karya asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah.
  5. Lihat Majmu’ Fatawa 6/3542, karya asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah rahimahullah.

    وقال الشيخ ابن باز – رحمه الله -: «الكافر ليس أخاً للمسلم والله يقول: {إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ} [الحجرات: 10] فليس الكافر يهوديا أو نصرانيا أو غيرهم أخاً للمسلم، ولا يجوز اتخاذه صاحباً وصديقاً»

  6. Lihat Zaadu al-Masiir 1/273 karya Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Jauziy rahimahullah.

    أن مودة الكفار تقدح في صحة الإيمان، وأن من كان مؤمنًا لم يوالِ كافرًا وإن كان أباه أو ابنه أو أحدًا من عشيرته). لا يجتمعان أبدًا.

  7. Lihat Tafsir Ahkamul Qur’an hlm. 654, karya Imam Abu Bakr Ahmad bin Ali ar-Raazi rahimahullah,

    فيه نهي للمؤمنين عن موالاة الكفار ونصرتهم والاستنصار بهم وتفويض أمورهم إليهم، وإيجاب التبري منهم وترك تعظيمهم وإكرامهم، وسواء بين الآباء والإخوان في ذلك إلا أنه قد أُمر مع ذلك بالإحسان إلى الأب الكافر وصحبته

  8. HR. Abu Dawud no.4037 di dalam Sunannya, dari Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, shahih.
  9. HR. al-Bukhari no. 6171 di dalam shahihnya.
join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *