oleh

Pandangan Madzhab Syafi’i Terkait Perayaan Maulid Nabi

Di negeri kita, bulan Rabiul Awwal erat kaitannya dengan perayaan maulid nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sedikit kaum muslimin yang turut berpartisipasi dalam merayakan maulid nabi, mayoritasnya adalah yang mengklaim bermazhab Imam Syafi’i . Pro dan kontra di tengah masyarakat terkait permasalahan ini pun kerap terjadi.   Oleh karena itu, berikut kami menukil bagaimana pandangan para ulama besar dari madzhab Imam Syafi’i terkait  hukum perayaan maulid nabi. Mari kita simak secara objektif penjelasan berikut.

Fatwa Ulama Madzhab Syafi’i terkait Perayaan Maulid

  • Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar al-Asqalani as-Syafi’i. (w.1372-1449)

Beliau rahimahullah mengatakan,

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ

“Dasar dari peringatan maulid adalah perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini, tidak pernah dinukilkan dari salafus shalih dari kalangan tiga generasi pertama umat ini (yang mengadakan peringatan maulid tersebut).” 1

 

  • Abul Fida’ Ismail bin Umar dikenal dengan Imam Ibnu Katsir as-Syafi’I (1301-1374 H

Beliau rahimahullah mengatakan,

“Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka mengatakan: “Setiap perbuatan dan ucapan yang tidak shahih dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu adalah bid’ah. Karena jika perbuatan atau ucapan itu baik, niscaya mereka para sahabat tentu telah mendahului kita dalam hal tersebut, karena sesungguhnya mereka (para sahabat) tidaklah meninggalkan satupun dari teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali mereka akan bergegas melakukannya.” 2

  • Imam Abul Khair Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhawi as-Syafi’i (ulama Syafi’iyah dari Mesir, salah satu murid Ibnu Hajar al-Asqalani), (w.920 H)

Beliau rahimahullah mengatakan,

أصلُ عملِ المولدِ الشريفِ لمْ ينقلْ عنْ أحدٍ منْ السلفِ الصالحِ فِي القرونِ الثلاثةِ الفاضلة

“Dasar dari perayaan maulid Nabi yang mulia ini, tidak pernah dinukilkan dari seorang pun dari salafush shalih yang hidup pada masa tiga generasi terbaik.” 3

  • As-Syaikh Ja’far At-Tazmanti (w.628), termasuk tokoh Syafi’iyah 

هَذَا الْفِعْلُ لَمْ يَقَعْ في الصَّدْرِ الأول مِنَ السلف الصالِحِ مَعَ تَعْظِيْمِهِمْ وَحُبِّهِم ْلَهُ – أي: للنّبِيِّ – إِعْظِيْمًا وَمَحَبَّةً لَا يَبْلُغُ جمعنا الواحد منهم 

“Pebuatan (perayaan maulid) ini tidak pernah ada di generasi awal dari kalangan Salafush Shalih, dalam keadaan besarnya pengagungan dan kecintaan mereka terhadap Nabi Muhammad. Kadar pengagungan dan kecintaan salah seorang saja dari mereka (salafush shalih) kepada beliau, tidak mungkin dicapai oleh kadar pengagungan dan kecintaan manusia (selain mereka) yang kita kumpulkan semua.” 4

Asal Mula Perayaan Maulid Nabi

Lantas, darimana asal muasal perayaan maulid nabi shallahu ‘alaihi wa sallam? Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah menjelaskan,

“Yang pertama kali mengadakan perayaan maulid adalah kelompok Fathimiyyun di mesir pada abad ke-4 hijriyyah. Lalu pada abad ke-7, raja daerah Arbil menyelenggarakannya di Irak. Kemudian perayaan maulid ini pun tersebar luas di kalangan kaum muslimin.

Alasan mereka mengadakan perayaan tersebut adalah rasa cinta kepada Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam. Mereka menganggap bahwa peringatan maulid merupakan konsekuensi dari kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Atau bisa pula disebabkan mereka hendak menandingi orang-orang Nasrani, karena orang-orang Nasrani merayakan hari raya kelahiran Isa al-Masih alaihish shalatu was salam. Apapun sebabnya, setiap peringatan tersebut adalah bid’ah yang sesat.” 5

Penutup 

Terkait perselisihan dalam permasalahan ini, hendaknya kita bersikap secara sportif dengan mendahulukan dalil-dalil syar’i yang telah Allah turunkan. Sungguh tenang dan tenteram hati seorang muslim yang beribadah di atas dasar ilmu. Sebab, jika sebuah ibadah tidak didasari ilmu, serta tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalan tersebut tidak diterima di sisi Allah Ta’ala.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan tidak sesusai dengan perintah (syariat) kami, maka amalan tersebut tertolak.” 6

Semoga yang sedikit ini dapat memberikan pencerahan kepada kaum muslimin. (UAA/LTC/UAK)

Penulis: Umar Abdul Aziz Ponorogo

Referensi:

  1. Al-Fathu ar-Rabbani karya as-Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani rahimahullah (W.1425 H)
  2. Al-Hawi lil Fatawa karya al-Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakr as-Suyuthi rahimahullah (W. 1424 H)
  3. Majmu Fatawa wa ar-Rasaail karya as-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah (W.1421 H)
  4. Liqa’ al-Bab al-Maftuh karya as-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah (W. 1421 H)
  5. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim karya Imam Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir al-Qurasyi asy-Syafi’I yang dikenal dengan Ibnu Katsir rahimahullah (700-774 H). 
  6. Al-Ajwibah al-Mardhiyyah karya Imam Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhawi as-Syafii rahimahullah (W. 920 H)
  7. Subul al-Huda wa ar-Rasyad fi Sirah Khair al-’Ibad karya Syaikh Muhammad As-Shalihi As-Syami rahimahullah (W. 942 H)

 

 

 

 

Footnotes

  1. Al-Hawi lil Fatawa 1/299 karya al- Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakr as-Suyuthi rahimahullah. 

     

  2. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim 8/10 karya Imam Abul Fida Ismail bin Umar rahimahullah.

     

  3. Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah hlm. 12 karya Imam Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhawi as-Syafi’i rahimahullah.

     

  4. Subul al-Huda wa ar-Rasyad fi Sirah Khair al-’Ibad (1/364) karya Syaikh Muhammad As-Shalihi As-Syami

     

  5. Liqa’ Al-Bab Maftuh hm.210 karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah.

    أول من أحدثها الفاطميون في  في القرن الرابع الهجري, في القرن السابع أحدثها ملك أربل في العراق .ثم انتشرت في المسلمين, وسببها إما محبة الرسول عليه الصلاة والسلام, فظنوا أن هذا من مقتضى المحبة, وإما مضاهاة للنصارى; لأن النصارى يقيمون عيداً لمولد المسيح  عليه الصلاة والسلام, وأياً كان السبب فكل بدعة ضلالة

  6. HR. Bukhari no.1718 dari shahabiyyah Aisyah radhiyallahu ‘anha.

     

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *