oleh

Puasa Sya’ban Berapa Hari? Penjelasan dan Panduan Praktis untuk Umat Muslim

-Fiqih-1,475 views

Para pembaca rahimakumullah, kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak amal shaleh di bulan Sya’ban. Terkhusus puasa sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam karena bulan Sya’ban kedudukannya sebagai pengantar memasuki bulan suci Ramadhan. Di sana ada sebuah pertanyaan, apakah boleh berpuasa penuh secara sempurna di bulan Sya’ban? Mari kita simak penjelasan para ulama ahlusunnah berikut ini.

Nabi Tidak Pernah Berpuasa Satu Bulan Penuh Kecuali di Bulan Ramadhan

Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلًا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَانَ

“Nabi shallallahu álaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan” 1

Dalam riwayat lain beliau mengatakan,

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Aku tidak pernah melihat Rasul shallallahu álaihi wa sallam menyempurnakan puasa selama satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan dan aku melihat beliau paling banyak berpuasa (sunnah) di bulan Sya’ban”2

Riwayat Tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di bulan Sya’ban Sebulan Penuh

Istri Nabi shallallahu álaihi wa sallam yang mulia, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Nabi shallallahu álaihi wa sallam tidaklah berpuasa pada suatu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Karena beliau terbiasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya .”3

Makna kata “seluruhnya (kulluhu)” pada riwayat di atas dijelaskan oleh ucapan ‘Aisyah radhiyallahu’anha di bawah ini,

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ، أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا

“Aku belum pernah melihat beliau (Rasulullah) berpuasa pada suatu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Dahulu beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh, (yaitu) beliau biasa berpuasa di mayoritas hari pada bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja (yang beliau tidak berpuasa).”4

Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,

“Riwayat kedua sebagai keterangan dan penjelasan bahwasanya ucapan “seluruhnya (kulluhu)” bermakna, mayoritasnya.”5

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani as-Syafi’i membawakan perkataan Imam Ibnul Mubarak yang dinukil oleh Imam at-Tirmidzi,

“Dibolehkan dalam (kaidah) bahasa arab seseorang yang berpuasa pada kebanyakan hari di suatu bulan tertentu untuk dikatakan ‘Orang itu telah berpuasa sebulan penuh (seluruhnya/kulluhu)”6


Baca Juga: Hukum Berpuasa di Separuh Terakhir Bulan Sya’ban


Larangan Berpuasa di Tengah atau Akhir Bulan Sya’ban

Adapun riwayat tentang larangan berpuasa di tengah atau akhir bulan Sya’ban, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ

“Janganlah seorang dari kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelum masuk Ramadhan) kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka dia boleh berpuasa pada hari tersebut.”7

Begitu juga sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا

“Jika masuk pertengahan bulan Sya’ban janganlah kalian berpuasa.”8

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan tentang hadits di atas,

“Tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits-hadits yang telah lewat pembahasannya tentang larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari, begitu juga larangan puasa Sya’ban di pertengahan bulan terakhir. Kedua riwayat di atas bisa dikompromikan dengan jelas, yaitu larangan tersebut berlaku bagi seseorang yang tidak terbiasa puasa sebelum masuk hari-hari tersebut.”9

Hikmah Kenapa Nabi Berpuasa di Bulan Sya’ban

Menurut Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, hikmah yang lebih tepat terkait puasa Sya’ban yang dilakukan Nabi shallallahu álaihi wa sallam ialah sebagaimana riwayat dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata,

لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Wahai Rasulullah aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban.

Beliau menjawab, ‘Itu (Sya’ban) antara Rajab dan Ramadhan adalah bulan yang orang-orang lalai darinya padahal pada bulan tersebut diangkat amalan-amalan kepada Rabb semesta alam. Dan aku suka amalanku diangkat ketika aku sedang berpuasa’.”10

Ada juga ulama yang mengatakan,

قَالَ أَهْلُ العِلْمِ: وَالحِكْمَةُ مِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ يَكُونُ بَيْنَ يَدَي رَمَضَانَ كَالرَّوَاتِبِ بَيْنَ يَدَي الفَرِيضَةِ.

“Hikmah dari itu (puasa Sya’ban) ialah sebagai pendahuluan dari bulan Ramadhan sebagaimana pendahuluan shalat sunah Rawatib bagi shalat wajib.”11

Sehingga kesimpulan yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan saja. Adapun di bulan Sya’ban, dianjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah padanya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. REI-LTC/IWU

Penulis: Reihan Audie

Referensi:

  1. al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam an-Nawawi rahimahullah (w. 676)

  2. Fathul Bari, karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah (w. 795)


Footnotes

  1. HR. al-Bukhari no. 1971, di dalam shahihnya, dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
  2. HR. al-Bukhari no. 1969, di dalam shahihnya, dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
  3. HR. al-Bukhari no. 1970, di dalam shahihnya, dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
  4. HR. Muslim no. (1156) – 176, di dalam shahihnya, dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
  5. Syarh Shahih Muslim (8/37)

    الثَّانِي تَفْسِيرٌ لِلْأَوَّلِ وَبَيَانٌ أَنَّ قَوْلَهَا كُلَّهُ أَيْ غَالِبَهُ

  6. Fathul Bari (4/214)

    وَنَقَلَ التِّرْمِذِيُّ عَنِ بن الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ جَائِزٌ فِي كَلَامِ الْعَرَبِ إِذَا صَامَ أَكْثَرَ الشَّهْرِ أَنْ يَقُولَ صَامَ الشَّهْرَ كُلَّهُ

  7. HR. al-Bukhari no. 1914 dan Muslim no. (1082) – 21, di dalam shahih keduanya, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
  8. HR. Abu Dawud no. 2025, at-Tirmidzi no. 738 dan Ibnu Majah no. 1651, shahih, lihat Misykatul Mashabih no. 1974, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
  9. Fathul Bari (4/215)

    وَلَا تَعَارُضَ بَيْنَ هَذَا وَبَيْنَ مَا تَقَدَّمَ مِنَ الْأَحَادِيثِ فِي النَّهْيِ عَنْ تَقَدُّمِ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ وَكَذَا مَا جَاءَ مِنَ النَّهْيِ عَنْ صَوْمِ نِصْفِ شَعْبَانَ الثَّانِي فَإِنَّ الْجَمْعَ بَيْنَهُمَا ظَاهِرٌ بِأَنْ يُحْمَلَ النَّهْيُ عَلَى مَنْ لَمْ يُدْخِلْ تِلْكَ الْأَيَّامَ فِي صِيَامٍ اعْتَادَهُ

  10. HR. an-Nasa’i no. 2357, hasan, lihat Irwa’ul Ghalil no. 948, dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu
  11. Syarh Riyadhus Shalihin (5/299)
join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *