oleh

Hujah yang Mengokohkan Keikhlasan dalam Menuntut Ilmu

Ilmu agama merupakan ilmu yang paling mulia. Ilmu tersebut tentunya bukanlah sesuatu yang diwariskan secara turun temurun ataupun diperoleh dengan bersantai-santai, namun butuh adanya pengorbanan dan perjuangan.

Menuntut ilmu merupakan ibadah yang sangat agung dan bernilai tinggi jika didasari dengan niat karena Allah Ta’ala semata. Namun jika didasari dengan niat untuk meraih keuntungan duniawi, maka ini akan menjadi petaka bagi pelakunya dan mengantarkan kepada murka Allah Ta’ala. Wal’iyadzubillah.

Menuntut Ilmu Agama, Amalan Mulia yang Mempermudah Jalan Menuju Jannah

Menuntut ilmu agama adalah amalan besar dalam pandangan syari’at. Bahkan dapat mengantarkan pelakunya menuju Jannah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ‌سَلَكَ ‌طَرِيقًا ‌يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama), niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Jannah.” 1

Ancaman Menuntut Ilmu Agama karena Kepentingan Dunia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“‌مَنْ ‌تَعَلَّمَ ‌عِلْماً ‌مِمَّا ‌يُبْتَغَى ‌بِهِ ‌وَجْهُ ‌اللهِ تَعَالَى، لَا يَتَعَلَّمَهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُّنْيَا؛ لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الجنّةِ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang (semestinya) diharapkan wajah Allah Ta’ala dengannya, namun dia tidak mempelajarinya kecuali agar mendapatkan suatu materi duniawi, maka dia tidak akan mendapatkan aroma wangi surga pada hari Kiamat kelak.” 2

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ تعلَّمَ العلْمَ ليُباهِيَ بِهِ العلماءَ أوْ يُمَارِيَ بِهِ السفهاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وجوهَ الناسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللهُ جَهَنَّمَ

“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk berbangga di hadapan ulama, berdebat dengan orang-orang dungu, atau untuk memalingkan wajah manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam Jahannam.” 3

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِغَيْرِ اللهِ تَعَالَى، فَإِنَّهُ تَرَكَ الاشْتِغَالِ بِمَا يَصْلُحُهُ فِيْ دُنْيَاهُ وَبِمَا يَرُوْحُ بِهِ نَفْسُهُ مِنْ البَطَالَةِ، وَأَتْعَبَ نَفْسَهُ فِيْ أَفْضَلِ الأَعْمَالِ، فَقَصَدَ بِهِ التَّقَرُّبَ إِلَى النَّاسِ فَوَكَّلَهُ اللهُ إِلَى مَنْ قَصَدَهُ

“Barangsiapa yang menuntut ilmu bukan karena Allah, maka dia telah meninggalkan sesuatu yang dapat memperbaiki urusan dunianya dan menenangkan jiwanya. Dan dia telah membuat lelah dirinya dalam suatu amalan yang paling utama (yakni menuntut ilmu, pen). Namun yang ia inginkan di balik itu adalah kedekatan dengan manusia. Maka Allah pun menyerahkannya pada orang yang dia maksud tersebut (yakni Allah tidak akan menolongnya, pen).” 4


Baca Juga: 14 Keutamaan Menuntut Ilmu Agama (Thalabul Ilmi) Beserta Dalilnya


Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata,

مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِلْعَمَلِ كَسَرَهُ العِلْمُ، وَبَكَى عَلَى نَفْسِهِ، وَمَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِلْمَدَارِسِ وَالإِفْتَاءِ وَالفَخْرِ وَالرِّيَاءِ، تُحَامِقَ، وَاختَالَ، وَازْدَرَى بِالنَّاسِ، وَأَهْلَكَهُ العُجْبُ، وَمَقَتَتْهُ الأَنْفُسُ {قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا} [الشَّمْس:٩ و١٠] أَي دسَّسَهَا بِالفجُور وَالمَعْصِيَة.

“Barangsiapa yang menuntut ilmu sebagai pekerjaan, maka ilmu akan menghancurkannya dan dia akan menangisi dirinya sendiri. Adapun barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mengajar, memberi fatwa, berbangga, dan riya’, maka dia telah berlaku bodoh, berlagak angkuh, merendahkan orang lain, dikuasai oleh sifat ujub/sombong, dan dibenci oleh jiwa-jiwa. ‘Sungguh betapa beruntung orang yang menyucikan (jiwa)nya. Dan betapa merugi orang yang mengotorinya.‘ (asy-Syams: 9 – 10)

Yaitu mengotorinya dengan perbuatan fajir dan maksiat.” 5

Syaikh Muhammad bin Shaleh rahimahullah berkata,

 وَالغَالِبُ أَنَّ مَنْ أَرَادَ بِعَمَلِهِ الدُّنْيَا لاَ يُبَارِكُ لَهُ فِيْ عِلْمِهِ، لاَ فِيْ نَفْسِهِ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ، فَلاَ بُدَّ مِنْ الإِخْلاَصِ لِلّهِ تَعَالَى فِيْ طَلَبِ العِلْمِ

“Mayoritas orang yang menginginkan dunia di balik amal ibadahnya, maka ilmunya tidaklah diberkahi, baik pada dirinya maupun pada selainnya. Sehingga harus ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu.” 6

Semoga dengan memahami hal-hal penting tersebut, membuat kita sadar dan menjauhkan diri dari beramal untuk selain Allah Ta’ala. Karena akibat buruknya adalah terancam dengan azab di neraka.

Penulis: Muhammad Zidan

Referensi:

  1. Sunan at-Tirmidzi, karya Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi rahimahullah (W. 279 H)
  2. Sunan Ibnu Majah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwini rahimahullah (W. 273 H)
  3. Sunan Abu Dawud, karya Abu Daud Sulaiman bin Asy’ats rahimahullah (W. 275 H)
  4. Rasa’il Ibni Hazm, karya Abu Muhammad Ali bin Muhammad rahimahullah (W. 456 H)
  5. Syi’ar A’lamin Nubala, karya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi rahimahullah (W. 748 H)
  6. Syarhus Sauti li Zadil Mustaqni’, karya Muhammad bin Shalih rahimahullah (W. 1421 H)

Footnotes

  1. HR. Tirmidzi no.2646 Hasan, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
  2. HR. Ibnu Majah no. 252 dan Abu Dawud no. 3664, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani -pakar hadits masa ini-rahimahullah.
  3. HR. Abu Dawud no. 3664, Ahmad dengan maknanya no. 8457 dan Ibnu Majah no. 260 dengan sedikit perbedaan, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6158.
  4. Rasa’ail Ibni Hazm III/170.
  5. Syi’ar a’lamin nubala 18/192
  6. Syarhus Sauti li Zadil Mustaqni’ I/6015.