oleh

Perayaan Ulang Tahun Pernikahan dalam Tinjauan Syariat Islam

Telah menjadi kebiasaan mayoritas kaum Muslimin saat ini melaksanakan berbagai perayaan secara berulang setiap tahun. Salah satu di antara kebiasaan tersebut adalah merayakan ulang tahun pernikahan. Meskipun tradisi ini telah lazim di masyarakat, namun penting untuk mempertanyakan hukumnya dalam syariat Islam, apakah tradisi tersebut diperbolehkan ataukah dilarang?

Selain itu, Allah telah memerintahkan kita untuk bertanya kepada para ulama agar mendapatkan penjelasan dan pemahaman yang benar. Sebagaimana dalam ayat:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Dan bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui” (Al-Anbiya: 7)

Dengan mengacu kepada ayat ini, penting bagi umat Islam untuk memperoleh penjelasan terkait hal ini dari para ulama yang memahami ajaran agama secara mendalam, sehingga tindakan dan keyakinan kita selaras dengan tuntunan Islam yang benar.

Mari simak penjelasan seorang ulama ahlus sunnah wal Jama’ah yang terkenal dengan keilmuannya, saat ditanya mengenai hukum merayakan ulang tahun pernikahan, agar kita memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

Pertanyaan

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah dengan konteks berikut,

Wahai syaikh, ada seorang ulama yang tampil  di acara televisi dan ditanya tentang hukum merayakan ulang tahun pernikahan. Beliau menjawab, tidak apa-apa selama perayaan itu tidak bersifat keagamaan?

Jawaban Beliau rahimahullah

“Perayaan seperti hari Ibu, hari pernikahan atau sejenisnya merupakan sebuah kemungkaran dalam syariat agama, perbuatan baru yang diada-adakan tanpa mempunyai landasan (dalam syariat Islam).

Namun, merayakan pernikahan itu sendiri, misalnya dengan mengadakan perjamuan pernikahan karena dia menikahi atau menikahkan seseorang, maka itu merupakan perkara yang diperbolehkan. Adapun membuat tradisi perayaan setiap tahunnya sebagai acara resmi pernikahan adalah kemungkaran, termasuk perbuatan baru yang diciptakan oleh manusia tanpa dasar syariat.

Perayaan ulang tahun pernikahan merupakan ajaran yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada dasar yang membenarkan ajaran tersebut.

Begitu pula (perayaan serupa seperti) merayakan ulang tahun anak setiap tahunnya juga termasuk perbuatan yang tidak dibenarkan, karena hal itu merupakan praktik ajaran yang diwariskan oleh kaum Nashara dan Yahudi dan semisal mereka dan merupakan perbuatan menyerupai musuh-musuh Allah, maka tidak boleh bagi kaum muslimin merayakan ajaran tersebut, karena hal itu adalah kemungkaran.

Siapa pun yang memberi fatwa mengenai kebolehannya, maka ini merupakan suatu kesalahan, baik itu disebut sebagai (bagian dari) agama atau disebut bukan (bagian dari) agama (atau hanya adat kebiasaan semata, -ed). Karena terkadang sesuatu yang disebut sebagai ibadah ataupun tidak disebut sebagai ibadah (hanya adat kebiasaan semata, -ed), namun tetap dilarang, karena ada unsur menyerupai musuh-musuh Allah.

Barang siapa yang berfatwa membolehkan acara perayaan ulang tahun pernikahan dan semisalnya, maka ini merupakan suatu kesalahan, walaupun dikatakan bagian dari ibadah ataupun bukan bagian dari ibadah (yakni hanya adat kebiasaan tanpa ada unsur keagamaan, -ed), perbuatan ini tetap dilarang karena terdapat bentuk penyerupaan terhadap musuh Allah. Sedangkan Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

Barang siapa yang meniru kebiasaan suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.”

1

Dari fatwa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah di atas kita dapat mengetahui alasan dilarang melakukan perayaan ulang tahun pernikahan dan perayaan sejenisnya, yaitu,

  1. Tidak ada landasan syariat: Islam telah menetapkan dua hari raya untuk dirayakan setiap tahun, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha, dan tidak ada hari raya selain itu. Oleh karena itu, merayakan ulang tahun pernikahan setiap tahun tidak memiliki dasar syariat dalam agama Islam.
  2. Menyerupai praktik kebiasaan yang diwariskan oleh orang-orang kafir: Tradisi ini merupakan kebiasaan khusus yang dilakukan dan diwariskan oleh orang-orang kafir. Sedangkan Rasulullah shallallahu a’alaihi wa sallam telah melarang kita menyerupai kebiasaan mereka sebagaimana dalam hadits yang telah disebutkan dalam fatwa di atas:

    مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

    Barang siapa yang meniru kebiasaan suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” 2

Dengan demikian, merayakan ulang tahun pernikahan termasuk perbuatan yang dilarang dalam syariat Islam baik dianggap sebagai bagian ibadah ataupun hanya adat kebiasan semata.  UAA-AHJ

 

Footnotes

  1. حكم الاحتفال بعيد الزواج ونحوه (binbaz.org.sa)

    : السؤال 

    ظهر على شاشة التلفاز أحد العلماء، وسئل عن حكم الاحتفال بعيد الزواج؛ فأجاب بأنه لا بأس بذلك ما دام أن هذا الاحتفال لا يأخذ صفة دينية؟

    : الجواب

    الاحتفالات بالأعياد كعيد الأم، وعيد الزواج، أو كذا، أو كذا، هذه منكرات، وحوادث، وبدع لا أساس لها

    أما الاحتفال بالزواج نفسه، كأن يقيم وليمة الزواج؛ لأنه بنى بزوجته، أو عقد بها؛ فلا بأس، أما شيء يعتاد في ليلة من الزمان، كلما دار الحول على الزواج؛ يقيم عيدًا كل سنة، هذا منكر، من البدع التي أحدثها الناس، لا وجه لها، ولا أساس لها، أو يقيم عيدًا لولده إذا تمت السنة، هذا عيد فلان، وهذا عيد فلان، هذه ورثوها عن النصارى، واليهود، وأشباههم، ومشابهة لأعداء الله، فلا يجوز هذا، بل هو منكر

    ومن أفتى بجوازه؛ فقد غلط، سواء سمي دينًا، أو ما يسمى دينًا؛ فإن الشيء قد يسمى عبادة، وقد لا يسمى عبادة، لكن يمنع؛ لأن فيه تشبهًا بأعداء الله، والنبي عليه الصلاة والسلاميقولمن تشبه بقوم فهو منهم فلا يجوز لنا أن نتشبه بأعياد الكفار

  2. HR. Abu Dawud 4/44