oleh

Tuntunan Syariat Menyikapi Berita Hoaks

Kemunculan dan perkembangan internet, semakin mempermudah penyebaran informasi yang bermanfaat untuk kebutuhan manusia. Namun di sisi lain dampak negatifnyapun sulit untuk dielakkan. Berbagai hal negatif dengan mudah tersebar baik itu berupa syubhat, informasi yang salah, berita dusta hingga konten-konten negatif. Hal ini sangat berdampak pada iman, moral, mental kaum muslimin bahkan merusak keamanan dan kestabilan suatu masyarakat dan negara. Hal ini diperparah dengan munculnya berbagai media-media sosial yang turut berkontribusi dalam sirkulasi berita dusta atau sering disebut sebagai hoaks.

Sekilas Tentang Hoaks

Berbagai pengertian hoaks telah didefinisikan oleh beberapa ahli bahasa, namun berbagai definisi tersebut tidak lepas dari pengertian bahwa hoaks adalah kedustaan yang digambarkan seolah-olah sebuah kebenaran untuk memengaruhi opini publik dengan tujuan tertentu.

Hoaks seringnya datang dari musuh-musuh Allah Ta’ala baik dari kaum Yahudi dan Nasrani untuk kepentingan duniawi mereka. Bahkan tidak jarang hoaks juga datang dari beberapa oknum umat Islam yang terpengaruh dengan kebiasaan orang-orang barat hal ini diperparah dengan kondisi keimanan yang lemah bahkan jauh dari agama Allah, yaitu agama Islam yang memiliki kemuliaan yang sangat tinggi.

Berbagai faktor seseorang membuat ataupun yang ikut menyebarkan berita hoaks diantaranya adalah untuk menjatuhkan seseorang atau sekelompok orang dengan cara yang zalim.

Berita Hoaks dapat membuat kaum muslimin merasa takut, bingung, risau, dan tidak mengerti apa hakikat yang sedang terjadi. Bahkan Hoaks ini bisa sampai mengguncang dan memporak-porandakan tatanan sebuah negara. Oleh karena itu dalam sebuah pernyataan yang dinukil dari situs kominfo, Presiden dalam wawancara ekslusif  terkait pemerintahan 3 tahun Joko Widodo-Jusuf Kalla, meminta kepada masyarakat untuk membedakan makna fitnah, hoax dan kritik. “Jangan dilihat pemerintah antikritik. Tolong dibedakan mana fitnah dan kritik, mana kritik dan hoax. Ini beda-beda,” ujar Bapak Presiden yang semoga Allah menjaga beliau dari melindungi beliau dari segala bisikan orang-orang yang mempunyai tujuan jelek.

Hoaks Simbol Kemunafikan

Kedustaan dan orang yang gemar dalam menyebarkan berita dusta termasuk perbuatan fasik yang menjadi salah satu dari simbol kemunafikan yang ada pada dirinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berkata maka berdusta, apabila berjanji maka mengingkari, apabila diberi amanah maka mengkhianati amanah tersebut.”1

Dalam hadits ini orang-orang yang suka menyebarkan berita bohong dikhawatirkan padanya ada ciri kemunafikan. kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari kemunafikan.

Hoaks Dibenci Allah

Berdusta merupakan suatu amalan yang dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla karena ia termasuk ucapan yang sia-sia dan ucapan yang tidak benar sandarannya. Sedangkan para ulama mengatakan bahwa perbuatan yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dikategorikan dalam perbuatan yang haram.

Dalam sebuah hadits dari Sahabat al-Mughirah bin Syu’bah Nabi shallallahu alaihi wa salam bersabda,

إِنَّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membenci (mengharamkan) atas kalian tiga perkara : Ikut serta dalam menyebarkan berita burung yang masih katanya dan katanya, boros terhadap harta, dan banyak bertanya.”2

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa Allah Ta’ala membenci sifat bermudah-mudahan dalam menyebarkan berita yang masih katanya dan katanya atau berdasarkan data yang tidak valid, tentu ikut menyebarkan berita dusta lebih dibenci dan hukumnya adalah haram.

Tuntunan Syariat Menyikapi Berita Hoaks

Mari kita ikuti bimbingan agama Islam terkait permasalahan ini. Bagaimana Islam menyikapi berita dusta, dan hukum menyebarkan berita dusta sebagai benteng bagi kita agar tidak terjatuh pada salah satu sifat orang-orang munafik.

Menjaga Lisan

Kita diperintahkan untuk senantiasa menjaga lisan, dan menimbang setiap perkataan yang keluar dari lisan. Tidak hanya itu kita juga diperintahkan untuk menjaga tangan dari tulisan-tulisan yang mengandung kejelekan atau kebatilan, dan tidak menyebarkan berita-berita dusta ditengah umat manusia. Allah `azza wa Jalla berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kalian mengikuti sesuatu yang kalian tidak memiliki ilmu tentangnya, karena sungguh setiap pendengaran, penglihatan dan hati kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. (al-Isra’: 36)

Sungguh sangat mengerikan di hari kiamat, tatkala panca indra kita semua akan ditanya oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dan dimintai pertanggungjawabannya. Pada hari itu tak ada seorang manusia pun yang dapat bersembunyi darinya, terlebih lagi lari dari apa yang telah mereka lakukan di muka bumi.

Syariat Islam yang suci dan sempurna ini melarang kita dari penyebaran berita dusta. Sebaliknya justru memerintahkan kaum muslimin agar senantiasa berjalan diatas al-haq dan kebenaran dan menyampaikannya kepada umat manusia. Serta berlaku jujur dalam ucapan dan perbuatan. Dalam surat at-Taubah Allah Subhanhu Wa Ta’ala menegaskan,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk meluruskan ucapan dan perbuatan, serta memerintahkan kita untuk senantiasa bersama orang-orang yang jujur.

Hindari Su’uzhon dan Menyebarkannya

Bahwa menyebarkan berita yang bersifat prasangka buruk (su’uzhon) merupakan perbuatan yang dilarang dalam syariat Islam Allah Azza wa Jalla berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,” (al-Hujurat: 12)

Bahkan diancam oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ancaman yang keras. Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ

“Berhati-hatilah kalian dari prasangka (buruk), karena sungguh prasangka (buruk) adalah sedusta-dustanya perkataan” 3

Termasuk di dalam hadits ini ialah orang yang senang menyebarkan berita dusta, maka mukmin yang jujur senantiasa menjauhi sifat ini.

Jauhi Dusta dan Persaksian Palsu

Bahwa dusta dikategorikan sebagai dosa besar yang paling besar, dan ini bukan perkara yang sepele.

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

«أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِرِ» قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ” الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّورِ، أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّورِ فَمَا زَالَ يَقُولُهَا، حَتَّى قُلْتُ: لاَ يَسْكُتُ

“Maukah kalian aku sampaikan dosa-dosa besar yang paling besar? Para sahabat menjawab, tentu wahai Rasulullah. Kemudian Rasululllah bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua, – Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan syirik dan durhaka dalam keadaan berbaring, kemudian Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba duduk dan berkata- aku peringatkan kalian dari perkataan dusta dan persaksian palsu”. Kata Abi bakrah kemudian Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam selalu mengulanginya sampai kami mengatakan, duhai kiranya beliau diam.”4

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengategorikan perkataan palsu, bohong, dan dusta termasuk dosa terbesar, bahkan digandengkan dengan kesyirikan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan durhaka kepada kedua orang tua.

Tidak terburu-buru dalam menyebarkan sesuatu, hendaknya Ta’annni dan Tatsabbut

Sungguh agama Islam adalah agama yang paling jelas syariat dan hukumnya. Semuanya telah Allah Ta’ala jelaskan dalam kitab-Nya maupun melalui sunnah nabi-Nya.

Allah Subhanhu wa Ta’ala menyebutkan dalam ayat-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila orang-orang fasik datang membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya.” (al-Hujurat: 6)

Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa ta`ala menjelaskan tentang bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi semua berita yang di terima. Apakah ia dapatkan melalui internet atau medsos yang lainnya, hendaknya ia tidak terburu-buru menerima berita tersebut. Namun semestinya ia memastikan kebenaran berita tersebut (tatsabbut), dengaan harapan suatu saat nanti tidak ada penyesalan atau kezaliman akibat berita tersebut.

Jika Sudah Terlanjur Menyebarkan Berita Hoaks

Apabila seseorang tidak sengaja menyebarkan berita Hoaks maka perkaranya antara dia dengan Allah Subhaanahu wa Ta’ala jika perbuatannya tersebut tidak merugikan orang lain. Namun tetap baginya untuk bertaubat dan berhati-hati pada waktu yang lain, Sebagaimana yang Allah Ta’ala jelaskan dalam ayat-Nya,

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ

“Dan tidak ada dosa dari kesalahan yang tidak kalian sadari, akan tetapi dosa yang dianggap ialah yang kalian lakukan dengan kesengajaan dari hati kalian.” (al-Ahzab: 5)

Seandainya merugikan orang lain, maka ia harus bertanggungjawab dengan mengklarifikasi berita tersebut dan menjelaskannya bahwa berita tersebut adalah dusta.

Kalau dia menyebarkannya di suatu forum, dia harus meralat kembali ucapannya, bertaubat, dan mengklarifikasi hakikat yang sebenarnya di forum juga. Sebagaimana yang Allah Ta’ala jelaskan dalam ayat-Nya,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا

“Kecuali orang orang yang betaubat dan memperbaiki kesalahan dan menjelaskan kebenaran.” (al-Baqarah: 160)

Kita teringat juga dengan perkataan seorang Alim, Sulaiman bin Mihran rahimahullah Ta’ala,

مَن أَسَاءَ سِرًّا فَليَتُب سِرًّا وَمَن أَسَاءَ عَلَانِيَةً فَليَتُب عَلَانٍيَةً فَإِنَّ النَّاسَ يُعَيِّرونَ وَلَا يَغفِرُونَ وَاللهُ يَغفِرُ وَلَا يُعَيِّرُ

“Barangsiapa yang berbuat salah secara tersembunyi maka ia bertaubat secara tersembunyi, dan barangsiapa yang berbuat kesalahan secara terang-terangan maka ia harus bertaubat secara terang-terangan. Karena umat manusia kalau tidak mengetahui taubatnya, niscaya manusia akan mencelanya dan tidak memaafkannya, akan tetapi Allah Ta’ala Maha Pengampun dan tidak mencela (hamba-hamba-Nya).”5

Oleh karena itu, seorang muslim sepantasnya untuk terus jujur dan mengajak umat untuk terus bersifat jujur serta menjauhi sifat suka menyebarkan berita yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.

FRQ-AH, IWU

Penulis: al-Faruq Syaiful Islam


Footnotes

  1. HR. Bukhari no.39 di dalam Shahihnya, dari Sahabat Abu Hurairah
  2. HR. Muslim no 593 di dalam Shahihnya, dari Sahabat al-Mughirah bin Syu’bah
  3. HR. al-Bukhari no. 5143 di dalam Shahihnya, dari Sahabat Abu Hurairah
  4. HR. Bukhari 5976 di dalam Shahihnya, dari Sahabat Abu Bakrah
  5. Disebutkan oleh al-Imam Ibnu ‘Asakir di dalam kitabnya ‘Tarikh Dimasyq’ hal. 365, juz ke 61.
join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *