oleh

Mari Mensucikan Diri dengan Tobat

Sebaik-baik manusia yang tenggelam dalam lumpur dosa adalah yang mau mensucikan diri dengan bertobat.

  • Ia bangkit, berkemas meninggalkan maksiat.
  • Ia sesali dosa-dosa yang melumuri dirinya.
  • Ia berazam, berbulat tekad, tak akan mengulang kesalahan yang telah terjadi itu.

Lembaran kelam dalam hidupnya ditutup. Lembaran baru nan putih bersih ia jejaki. Ia memulai hidup baru sebagai manusia yang bertobat.

“Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian ia bertobat dengan segera. Maka, mereka itulah yang diterima Allah tobatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Q.S. An-Nisa:17].

“Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat.” [Q.S. An-Nashr:3].

Abu Musa, Abdullah bin Qais Al Asy ’ari radhiyallahu ‘anhu menyampaikan pernyataan Nabi shallallahu ‘alaih wasalam, sabda beliau yang artinya,

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima tobat seseorang yang berbuat kesalahan kala siang hari. Allah pun membentangkan tangan-Nya pada waktu siang hari untuk menerima tobat seseorang yang berbuat kesalahan kala malam hari, hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya (arah barat).” [H.R. Muslim, no.2759].

Mari Mensucikan Diri, Pintu Tobat Senantiasa Terbuka Luas

Allah subhanahu wa ta’ala Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, bersegeralah memohon ampun kepada-Nya. Bertobat kepada-Nya. Tak perlu menunggu waktu atau menunda-nunda. Sebab, tak seorang pun tahu kapan ajal menjemputnya.

Seorang shahabat bernama Ma’iz bin Malik radhiayallahu ‘anhu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia menyengaja menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam. Ia ingin mengungkapkan apa yang selama ini tersimpan di dadanya. Saat bertemu, kesempatan itu tak disia-siakan. Ma’iz berterus terang kepada Nabi atas apa yang telah dilakukannya. Dirinya telah terjatuh kepada perbuatan dosa.

Baca Juga: Dosa yang Tidak Diampuni dan yang Tahta Masyi’ah

Kata Ma’iz radhiyallahu ‘anhu, : “Wahai Rasulullah, sucikanlah aku.” Ma’iz memohon kepada Rasulullah.

“Ada apa dengan dirimu? Kembalilah engkau. Mintalah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya.” Kata Rasulullah memberi bimbingan kepada Ma’iz.

Mendengar ucapan mulia dari lisan Khalilullah (Kekasih Allah), Ma’iz pun beranjak. Ia kembali ke tempat asalnya. Namun selang berapa lama, Ma’iz berupaya lagi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam.

Ma’iz pun meminta kepada beliau agar mensucikan diri nya dari dosa. “Wahai Rasulullah, sucikanlah daku.” Pintanya penuh harap.

Jawaban Rasulullah pun sama saat kali pertama ia menemui beliau. “Ada apa dengan dirimu? Kembalilah engkau. Beristighfarlah kepada Allah. Bertobatlah kepada-Nya.” Demikian yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam kepada Ma’iz radhiyallahu ‘anhu.

Setelah mendengar itu, Ma’iz pun kembali. Apa yang dicitakan tak terkabulkan saat itu. Nabi ` menginginkan agar Ma’iz menutup masalahnya dengan memohon ampun dan bertobat kepada Allah Yang Maha Penyayang.

Untuk kali ketiga, Ma’iz berusaha lagi menghadap Rasulullah agar mensucikan diri nya dari dosa. “Wahai Rasulullah, sucikanlah diriku.” Pintanya. Nabi menimpali dengan jawaban yang sama ketika dirinya datang pada kali pertama dan kedua. Hingga, untuk kali keempat Ma’iz tetap menemui kembali Rasulullah.

Yang ia pinta sama, “Wahai Rasulullah, sucikanlah diriku.” Rasulullah pun bertanya balik, “Lantaran perbuatan apa (sehingga) engkau harus disucikan?” Ma’iz radiyallahu ‘anhun menjawab, ”Lantaran perbuatan zina.”

Untuk masalah ini, Rasulullah pun menanyakan perihal Ma’iz kepada kaumnya. “Apakah Ma’iz memiliki penyakit gila?” .

Maka kaumnya mengabarkan kepada Rasulullah, bahwa Ma’iz tidak mengidap sakit jiwa.

Lantas Nabi bertanya kepada seseorang, “Apakah dia dalam keadaan telah minum khamer (mabuk)?”

Mendengar pertanyaan Nabi ` semacam itu, seorang laki-laki lalu membaui Ma’iz . Orang tersebut tak mendapati bau khamer (minuman keras) pada diri Ma’iz.

Lantas Rasulullah bertanya kepada Ma’iz, “Apakah dirimu telah berbuat zina?” “Ya.” Jawab Ma’iz z singkat.

“Apakah engkau memahami apakah zina itu?” Tanya Rasulullah lebih menukik.

Ma’iz menjawab, “Ya. Zina, yaitu ketika seorang laki-laki mendatangi wanita yang diharamkan baginya sebagaimana seorang suami mendatangi istrinya.” Rasulullah pun lantas bertanya kembali, “Apakah engkau melakukan terhadap wanita itu?” “Ya.” Jawab Ma’iz.

“Hingga keadaannya sebagaimana jarum celak masuk ke dalam botolnya, atau tali timba masuk ke dalam sumur?” Tanya Rasulullah lebih mendalam. Ma’iz pun memberi jawaban singkat, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam lantas memerintahkan untuk merajam Ma’iz .

Tanah pun digali guna menanam tubuh Ma’iz. Saat itu, orang-orang terpilah dua. Sekelompok orang mengatakan tentang dia, “Sungguh ia telah celaka. Telah dibalas kesalahannya dengan hukuman rajam itu.”

Sebagian orang lagi mengatakan, “Tiada tobat yang lebih utama dari tobatnya Ma’iz. Sungguh, ia telah datang kepada Nabi, lantas ia letakkan tangannya pada tangan beliau seraya berucap, ‘Bunuhlah aku dengan batu’.”

Hukum rajam pun dilaksanakan. Ma’iz bin Malik radhiyallahu ‘anhu akhirnya meninggal dunia melalui hukuman tersebut. Kemudian Rasulullah mendatangi para shahabat, tatkala mereka tengah duduk-duduk.

Rasulullah pun memberi salam, lantas duduk bersama mereka. “Mohonkanlah ampunan bagi Ma’iz bin Malik.” Kata Rasulullah memerintahkan kepada para shahabat. Kemudian para shahabat pun mendoakan Ma’iz bin Malik. “Semoga Allah mengampuni Ma’iz bin Malik.” Demikian doa itu terucap dari para shahabat. Rasulullah bersabda, “Sungguh ia telah bertobat dengan sebuah tobat, yang apabila dibagikan kepada umat, benar-benar tobat itu mencukupi mereka.”

Di antara faedah dari kisah Ma’iz bin Malik, bahwa hukuman had (pidana berdasar hukum Islam) bisa memupus dosa kemaksiatan yang melekat pada seseorang. Demikian pula dosa maksiat yang masuk kategori dosa-dosa yang besar (kaba’ir), bisa gugur dengan cara bertobat kepada Allah .

Wallahu a’lam.

Dikutip dari sebuah Majalah Islami

Baca Juga: Hukum Zina dan Status Anak Hasil Zina