oleh

Dalil dan Penjelasan Ulama: Orang Mati Tidak Bisa Mendengar Pembicaraan Orang Hidup

Permasalahan apakah orang mati bisa mendengar atau tidak adalah perkara gaib yang tidak bisa ditelaah dengan akal semata. Harus ada dalil syar’I dari al-Quran atau Sunnah yang melandasinya. Sebab, urusan alam barzakh tidak ada yang mengetahuianya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka jalan satu-satunya adalah dengan melalui berita yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan atau yang disampaikan melalui Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Banyak ulama mazhab yang meyakini bahwa secara umum orang mati tidak bisa mendengar pembicaraan orang yang masih hidup. Pendapat mereka disimpulkan dari berbagai dalil syar’i yang insyaAllah akan kita kupas pada artikel ringkas ini.

Dalil-dalil yang Menunjukkan Orang Mati Tidak Bisa Mendengar

Berikut beberapa dalil yang menjadi dasar bahwa orang mati tidak bisa mendengar pembicaraan orang yang hidup.

Pertama: al-Quran Surat Fathir: 22

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا يَسْتَوِي الْأَحْيَاءُ وَلَا الْأَمْوَاتُ إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ

“Tidaklah sama antara orang hidup dan orang mati. Sesungguhnya Allah memperdengarkan (keterangan dan petunjuk) kepada siapa saja yang Dia kehendaki, sementara kamu (Rasul) tidak akan bisa memperdengarkannya kepada orang yang sudah berada di dalam kuburan.” (Fathir: 22)

Ayat di atas adalah permisalan bagi orang-orang yang enggan menerima petunjuk dan ajakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka diibaratkan seperti orang mati yang sudah dikubur. Diajak dan didakwahi dengan cara bagaimanapun, mereka tidak akan bisa mendengar apalagi menerima ajakan tersebut.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengemukakan di dalam kitab tafsirnya, “Yaitu, sebagaimana orang-orang mati tidak bisa mendengar dan tidak mendapat manfaat apapun setelah mereka meninggal dan kembali ke kuburan mereka sementara mereka adalah orang-orang yang kafir (mengingkari) petunjuk dan ajakan kepadanya.”1

Kedua: al-Quran Surat an-Naml: 80 dan ar-Rum: 52

Di dalam surat an-Naml dana ar-Rum, Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,

إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ

“Sungguh kamu (Rasul) tidak bisa memperdengarkan (petunjuk) kepada orang-orang mati dan tidak pula kepada orang-orang tuli yang dalam posisi menghadap ke belakang.” (an-Naml: 80, ar-Rum: 52)

Pada ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala kembali mempermisalkan orang-orang yang tidak mau menerima ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang mati atau orang tuli yang sedang membelakangi pembicara.

Secara logika sangat jelas, bahwa orang tuli yang dalam posisi membelakangi lawan bicaranya tidak akan bisa memahami pembicaraan yang disampaikan. Kondisi ini sama persis dengan orang mati yang juga Allah sandingkan sebagai permisalan pada ayat di atas. Bagaimanapun cara penyampaiannya, tetap orang mati tidak bisa mendengar apalagi memahami makna kalam yang disampaikan.

Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullahu Ta’ala menyatakan di dalam kitab tafsirnya, “sungguh anda (wahai Rasul), tidak akan mampu memahamkan orang-orang musyrik yang Allah telah menutup pendengaran mereka sehingga merenggut pemahaman mereka terhadap wejangan-wejangan tanzil (al-Quran) yang dibacakan kepada mereka. Sebagaimana anda juga tidak mampu memahamkan orang-orang mati yang Allah telah mencabut pendengaran mereka.”2

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pernyataan yang semisal dari Qotadah rahimahullah, “Ini adalah perumpamaan yang diberikan oleh Allah kepada orang kafir. Yaitu, sebagaimana orang mati tidak bisa mendengar ajakan, maka demikian pula orang kafir tidak mendengarnya.”3

Ketiga: Sesembahan Orang Musyrik Tidak Dapat Mendengar Doa Mereka

Sesembahan orang-orang musyrik beraneka ragam bentuknya, mulai dari pepohonan, bebatuan, patung dan benda-benda lain yang dianggap sakral oleh mereka. Namun, aneka ragam bentuk tersebut hanyalah mereka jadikan simbol semata. Karena seringkali yang mereka ibadahi sebenarnya adalah roh yang diyakini menitis di dalamnya.

Maka mereka berdoa dan memohon kepada sesembahan-sesembahan tersebut dengan keyakinan roh yang menitis di dalamnya bisa mendengar dan mengabulkan permintaan mereka. Tak jarang, roh tersebut mereka yakini sebagai arwah orang-orang saleh yang mereka kenal dan terkenang semasa hidupnya.

Sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi Nuh ‘alaihis salam. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Mereka (pembesar kaum Nuh) mengatakan, janganlah kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian, jangan kalian meninggalkan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Naser.” (Nuh: 23)

Nama-nama tersebut adalah sosok orang-orang saleh semasa hidupnya. Awalnya mereka hanya membangun patung-patung untuk mengingat jasa baik mereka. Sekaligus sebagai pemicu semangat untuk membangkitkan gairah beribadah kepada Allah Ta’ala. Akan tetapi setan sangat lihai menggelincirkan bani adam. Akhirnya mereka melampaui batas, sehingga terjatuh dalam peribadahan kepada mereka (orang-orang saleh tersebut).

Oleh karenanya, Allah membantah keyakinan orang-orang musyrik itu dengan firman-Nya,

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ (13) إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ …(14)

“Itulah Allah, Rabb kalian. Sedangkan sesembahan-sesembahan selain-Nya yang kalian panggil (dalam doa) tidaklah memiliki apapun, meski sekadar satu kulit ari biji kurma. Jika kalian berdoa kepada mereka, tentu mereka tidak bisa mendengar doa kalian. Kalau sekiranya mereka mendengar, tentu mereka tidak bisa mengabulkannya untuk kalian. Sedangkan di hari kiamat nanti mereka akan mengingkari kesyirikan yang kalian perbuat.” (Fathir: 13-14)

Pada ayat di atas, dengan tegas Allah menyatakan bahwa sesembahan orang-orang musyrik (yang notabene adalah orang-orang mati) tidak bisa mendengar.


Baca Juga: Apa Beda Musyrik dan Munafik?


Pendapat Para Ulama: Orang Mati Tidak Bisa Mendengar

Setelah pembaca memahami beberapa dalil yang kami sebutkan di atas, berikut ini kami sebutkan pendapat ulama dari berbagai mazhab.

Pendapat Ulama Hanafiah

Imam ath-Thohtowi4 (1241 H) rahimahullah di dalam catatan kaki terhadap kitab ad-Durr al-Mukhtar Syarah Tanwir al-Abshar5 menyatakan: “ Perkataan penulis: ‘atau berbicara denganmu’, hal ini berkaitan dengan kehidupan (di dunia). Karena maksud dari sebuah pembicaraan adalah memahamkan lawan bicara, sementara kematian akan meniadakannya. Sebab, orang mati tidak bisa mendengar dan tidak pula memahami.”6

Pernyataan semisal juga dikemukakan oleh Imam Ibnu Abidin rahimahullah, juga dalam catatan kaki terhadap kitab yang sama (ad-Durr al-Mukhtar)7.

Imam Ibnul Hammam rahimahullah di dalam kitab Fathul Qodir mengemukakan, “Menurutku, dasar diberlakukannya makna majas ini menurut mayoritas syaikh-syaikh (guru-guru) kami rahimahumullah adalah karena mereka berpendapat bahwa orang mati tidak bisa mendengar. Hal itu secara tegas mereka kemukakan di dalam kitab al-Aiman (sumpah/janji), pada bab: bersumpah untuk memukul:

Kalau seandainya seseorang bersumpah tidak akan berbicara kepada salah seorang yang lain kemudian ia berbicara kepadanya ketika telah mati, maka ia tidak dianggap melanggar sumpah. Sebab, hal itu berlaku bagi orang yang memahami pembicaraan. Sementara orang mati tidak demikian lantaran tidak bisa mendengar.”8

Al-Hafizh al-‘Aini menyatakan di dalam kitab Syarah Kanzu ad-Daqa’iq, pada bab: (bersumpah untuk memukul, membunuh dsb..), “Memukul adalah perbuatan menyakiti, dan hal ini tidak berlaku bagi orang mati. Tujuan pembicaraan adalah untuk memahamkan, dan hal itu khusus untuk orang hidup.”9

Pendapat Ulama Lain yang Sejalan Dengan Ulama Hanafiah

Dalam Syarah Shahih Muslim, pada pembahasan seputar hadits “Sumur Badar”, Imam an-Nawawi rahimahullahu Ta’ala menukil pernyataan Imam al-Maziri rahimahullahu Ta’ala, bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa orang mati bisa mendengar berdasarkan hadits tersebut. Maka Imam al-Maziri mengingkari hal itu.10

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu Ta’ala di dalam kitab Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari menukil kalam Imam Ibnu at-Tin rahimahullahu Ta’ala,

“Sungguh orang-orang mati tidak bisa mendengar, tidak ragu lagi. Akan tetapi jika Allah Ta’ala menghendaki adanya kemampuan mendengar bagi makhluk yang secara asal tidak bisa mendengar, maka hal ini tidak mustahil.”11

Syaikh Muhammad as-Saffarini al-Hanbali rahimahullahu di dalam kitab al-Buhur az-Zakhirah menyatakan, “Aisyah radhiyallahu ‘anha mengingkari (pendapat) orang-orang mati bisa mendengar.”12

Sekian beberapa dalil dan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa orang-orang mati tidak bisa mendengar perkataan orang yang hidup. FAI-AAP

Penulis : Fahri Abu Ilyas

Referensi :

  • Al-Ayat al-Bayyinat ‘ala ‘Adami Sama’i al-Amwat ‘inda al-Hanafiyyah as-Sadat, karya Nu’man bin Mahmud al-Alusi

1 Tafsir Ibnu Katsir (6/543)

أَيْ: كَمَا لَا يَسْمَعُ وَيَنْتَفِعُ الْأَمْوَاتُ بَعْدَ مَوْتِهِمْ وَصَيْرُورَتِهِمْ إِلَى قُبُورِهِمْ، وَهُمْ كُفَّارٌ بِالْهِدَايَةِ وَالدَّعْوَةِ إِلَيْهَا

2 Tafsir ath-Thabari (21/32)

فإنك لا تقدر أن تفهم هؤلاء المشركين، الذين قد ختم الله على أسماعهم، فسلبهم فهم ما يُتلى عليهم من مواعظ تنزيله، كما لا تقدر أن تفهم الموتى الذين قد سلبهم الله أسماعهم،.

3 Idem

هذا مثل ضربه الله للكافر، فكما لا يسمع الميت الدعاء كذلك لا يسمع الكافر

4 Ahmad bin Muhammad bin Ismail, salah satu fuqaha mazhab hanafi di masanya. Populer dengan karyanya berjudul: “Hasyiah ‘ala ad-Durr al-Mukhtar”.

5 Karya salah seorang ulama hanafiah, Imam al-Hashakafa rahimahullah. Beliau adalah mufti kota Damaskus

6 Al-Hasyiah ‘ala ad-Durr al-Mukhtar (2/381-382)

قَوْله أَو كلمتك إِنَّمَا تقيد بِالْحَيَاةِ لِأَن الْمَقْصُود من الْكَلَام الإفهام وَالْمَوْت يُنَافِيهِ لِأَن الْمَيِّت لَا يسمع وَلَا يفهم

7 Diberi judul: Raddu al-Muhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar (3/180)

8 Fathul Qodir, lihat al-Ayat al-Bayyinat (hlm. 83)

وَعِنْدِي أَن مبْنى ارْتِكَاب هَذَا الْمجَاز هُنَا عِنْد أَكثر مَشَايِخنَا رَحِمهم الله تَعَالَى هُوَ أَن الْمَيِّت لَا يسمع عِنْدهم على مَا صَرَّحُوا بِهِ فِي كتاب الْإِيمَان فِي بَاب الْيَمين بِالضَّرْبِ لَو حلف لَا يكلمهُ فَكَلمهُ مَيتا لَا يَحْنَث لِأَنَّهَا تَنْعَقِد على مَا بِحَيْثُ يفهم وَالْمَيِّت لَيْسَ كَذَلِك لعدم السماع

9 Syarah al-Kanz (1/220)

لِأَن الضَّرْب هُوَ الْفِعْل المؤلم وَلَا يتَحَقَّق فِي الْمَيِّت وَالْمرَاد فِي الْكَلَام الإفهام وَأَنه يخْتَص بالحي

10 Syarah Shahih Muslim (17/206)

قَالَ الْمَازرِيّ قَالَ بعض النَّاس الْمَيِّت يسمع عملا بِظَاهِر هَذَا الحَدِيث ثمَّ أنكرهُ الْمَازرِيّ

11 Fathul Bari (3/182)

12 Al-Buhur az-Zakhirah fi Ahwalil Akhirah, lihat al-Ayat al-Bayyinat (hlm. 96)

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *