oleh

Berhati-hati dari perkara yang diada-adakan oleh Syiah pada hari Asyura

Menghidupkan kembali kedukaan dan ratapan tangis untuk musibah yang telah lama berlalu termasuk niyahah yang dilarang di dalam Islam. Adapun bagi kaum Syiah, hal ini dianggap sebuah ibadah.

Bagi umat Islam, hari Asyura adalah hari mereka berpuasa karena rasa syukur atas pertolongan Allah terhadap Nabi Musa dan kaumnya. Berbeda dengan kaum Syiah yang menganggap hari Asyura adalah hari dengan penuh sejarah kelam yaitu hari di saat terbunuhnya al-Husain bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma dengan penuh kezaliman pada 61 H. Mereka melakukan drama berkabung dengan menampilkan kaum laki-laki yang menyerupai wanita.

Di dalam Islam hal ini sangat dilarang. Larangan tersebut dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu:

لَعَنَ رَسُولُ الله الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat lelaki yang berpakaian seperti model pakaian wanita dan (melaknat) wanita yang berpakaian seperti lelaki.: 1

Bukan hanya itu, pada hari Asyura mereka juga menyuguhkan makanan yang sengaja dibuat tidak enak.

Tentu perkara yang mereka lakukan ini adalah perbuatan yang sia-sia dan bahkan terhatuh pada sekian keharaman. Perkara tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik ketika meninggal orang-orang besar di sisi beliau seperti Hamzah bin Abdil Muthalib radhiyallahu anhu atau yang lainnya.

Adapun istigasah yang mereka lakukan pada hari Asyura, dengan berdo’a kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, menganggap imam-imam mereka mengetahui perkara gaib, tanpa diragukan lagi bahwasanya hal itu adalah syirik besar berdasarkan ijma’ ulama.

Sungguh aneh yang mereka lakukan ini. Begitu berkabungnya mereka atas terbunuhnya Husain bin Ali radhiyallahu anhu sehingga melakukan hal-hal yang sangat berlebihan itu hingga diantaranya terjatuh pada kesyirikan.

Padahal kita tahu seseorang yang lebih utama dari Husain juga telah terbunuh, yaitu ayahnya Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.

Sebelum itu juga telah terbunuh Umar bin al Khattab dan Utsman bin Affan radhiallahu anhuma. Namun syi’ah tidak menjadikan waktu terbunuhnya Ali, Utsman dan Umar radhiyallahu anhum sebagai hari berkabung.

Bukankah ini menunjukkan apa yang mereka lakukan itu adalah hiasan tipu daya setan semata kepada mereka untuk menampakkan permusuhan dan kebencian terhadap kaum muslimin.

Maka sekarang kita telah mengetahui bahwa apa yang dilakukan orang-orang Syi’ah tersebut tidak ada dasarnya dalam Islam, bahkan ia bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Ibnu Rajab -rahimahumullah- berkata:

“Adapun menjadikannya (hari Asyura) sebagai hari ratapan sebagaimana yang dilakukan oleh syi’ah rafidhah dalam rangka memperingati kematian Al-Husain bin Ali radiallahu’anhu di hari itu, maka ini termasuk amalan orang-orang yang sia-sia usahanya di kehidupan dunia ini, dalam keadaan dia mengira telah berbuat kebaikan.

Allah dan Rasul-Nya tidak pernah memerintakan untuk menjadikan hari-hari terjadinya musibah dan kematian para nabi sebagai hari ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang kedudukannya di bawah mereka??”

Adapun menurut umat Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah, Al Husain meninggal sebagai syahid.

Oleh sebab itu, beliau dimuliakan. Beliau dan saudaranya, Al Hasan, adalah dua pemuda surga. Karena kedudukan yang tinggi harus diperoleh dengan pengorbanan yang besar pula.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,

أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟

 فَقَالَالْأَنِبْيَاءُ ثُمَّالصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌزِيدَ فِي بَلَائِهِ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَعَنْهُ، وَ يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَىالْأَرْضِ وَلَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Siapakah yang paling berat cobaannya?

Beliau menjawab, “Para nabi kemudian orang-orang shaleh, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.

Seseorang itu diuji sesuai dengan kadar agamanya. Jika agamanya kokoh maka ditambah ujiannya. Jika agamanya lembek maka diringankan ujiannya.

Terus menerus bala menimpa seorang yang beriman hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak berdosa.” 2

Footnotes

  1. HR. Abu Dawud no. 4098, Ahmad 2/325
  2. HR. Ahmad 1/172 dan ini lafadz beliau; at-Tirmidzi dalam  Sunan-nya 4/28, “Abwabuz Zuhud” no. 2509 dan beliau mengatakan hadits hasan sahih; ad-Darimi dalam Sunan-nya, “Kitab ar-Raqaiq” 2/320; Ibnu Majah dalam Sunan-nya, “Kitab al-Fitan” 2/1334 no. 4023
join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *