oleh

ADAB BUANG HAJAT SESUAI SUNNAH

Syariat Islam adalah syariat yang mulia dan sangat sempurna. Kesempurnaan Islam tampak pada syariat-syariatnya. Bahkan syariat Islam telah mengatur berbagai hal, termasuk ketika buang hajat. Islam telah mengajarkan adab dan etika dalam buang hajat. Dalam sebuah hadits, sahabat Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh salah seorang Yahudi: Apakah benar nabi kalian telah mengajarkan seluruhnya, sampaipun adab dan etika buang hajat? Maka Salman al-Farisi radhiyallahu’anhu menjawab: Benar. 1

Mengabaikan Adab Buang Hajat Bisa Menjadi Penyebab Azab Kubur

Diantara alasan yang menunjukkan pentingnya pembahasan seputar etika dan adab buang hajat adalah:

  1. Besarnya perhatian syariat terhadap permasalahan ini, dengan menetapkan adab buang hajat secara lengkap.
  2. Adanya ancaman bagi orang yang tidak memperhatikan adab buang hajat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mayoritas adzab kubur dikarenakan (tidak memperhatikan) kencingnya”.2

Bersuci dengan Istinja’ dan Istijmar

Bersuci ketika buang hajat ada dua jenis:

  1. Istinja’: Menghilangkan kotoran yang keluar dari dua lubang dengan air. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang diberitakan oleh shabahat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. 3
  2. Istijmar: Menghilangkan kotoran yang keluar dari dua lubang dengan batu atau benda yang menggantikannya dengan ketentuan; suci, dapat membersihkan, dan boleh digunakan untuk bersuci. Seperti; tisu, kayu, dan semisalnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersuci dengan kayu gaharu (tanpa campuran wewangian). 4


Baca Juga: Adab Imam dan Makmum Selesai Shalat Berjama’ah


Adab Buang Hajat Sesuai Sunnah

Adab buang hajat yang disunnahkan oleh syariat Islam antara lain:

  1. Membaca do’a.

Ketika akan memasuki kamar mandi:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan syaithan laki-laki dan syaithan perempuan.”5

Dan ketika keluar membaca:

غُفْرَانَكَ

“Aku memohon ampunan-Mu.”6

  1. Mendahulukan kaki kiri saat memasuki kamar mandi, dan mendahulukan kaki kanan saat keluar, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam mendahulukan kanan di setiap perkara yang terpuji.7
  2. Tidak membuka aurat, kecuali benar-benar telah dekat dengan tempat buang hajat. Hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam ketika buang hajat.8
  3. Menjauh dan menghalangi diri dari pandangan orang lain ketika buang hajat di tempat terbuka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam ketika beliau safar.9
  4. Diantara adab dan etika buang air kecil adalah menunaikan hajatnya dengan posisi duduk, karena lebih menjaga dari tersingkapnya aurat dan lebih menjaga kesuciannya. Demikian pula itu adalah mayoritas perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam.10

Baca Juga: Larangan Buang Hajat Menghadap Kiblat Atau Membelakanginya


Perbuatan-Perbuatan yang Diharamkan Ketika Buang Hajat

  1. Menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat di tempat terbuka, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarangnya. 11 Adapun di bangunan, maka tidak sampai pada hukum haram, karena beliau pernah melakukannya.12
  2. Buang air kecil di air yang tergenang. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah melarang perbuatan tersebut.13
  3. Memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika buang hajat dan bersuci dengannya, karena datang larangan dari beliau shallallahu’alaihi wa sallam.14
  4. Buang hajat di tempat-tempat yang dilarang oleh syariat:
    1. Jalan
    2. Tempat berteduh
    3. Sumber air bersih.15
  1. Buang hajat di pekuburan kaum muslimin.16
  1. Beristijmar dengan kotoran kering, tulang, atau makanan.17

Baca Juga: 8 Pembahasan Mandi Junub


Perbuatan-Perbuatan yang Dibenci Ketika Buang Hajat

  1. Buang air kecil menghadap arah bertiupnya angin, karena najisnya dapat mengenai dirinya.
  2. Berbicara ketika buang hajat. Karena nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak menjawab salam ketika beliau sedang buang hajat.18
  3. Buang air kecil di lubang, karena itu adalah tempat tinggal jin.19
  4. Membawa tulisan nama Allah Ta’ala ke dalam kamar mandi. Sebagai bentuk pemuliaan dan pengagungan kita kepada nama Allah Ta’ala. Adapun jika terpaksa, maka tidak mengapa. Seperti nama Allah yang tertulis di uang.
  5. Buang air kecil dengan posisi berdiri, karena hal itu akan menyebabkan ia terkena percikan air kencingnya.

Demikianlah pembahasan ringkas seputar adab buang hajat di dalam Islam. Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui dan kemudian dapat menyebar luaskan ilmu tersebut. Wallaahu a’lam bish shawab.

AAA/IWU

Penulis: Abdullah Al Atsari

Referensi:

  1. Al-Fiqhul Muyassar
  2. Fatawa al-Lajnah ad-Daimah

Footnotes

  1. HR. Muslim no. 262 di dalam shahihnya dari sahabat Salman al-Farisi radhiyallahu’anhu.

    قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ

     

  2. HR. Ahmad no. 8331 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim

    أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ فِي الْبَوْلِ

     

  3. HR. Muslim no. 271 di dalam shahihnya. كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا، وَغُلَامٌ نَحْوِي، إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ، وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ
  4. HR. Muslim no. 2254 dalam shahihnya dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu.

    كَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا اسْتَجْمَرَ اسْتَجْمَرَ بِالْأَلُوَّةِ، غَيْرَ مُطَرَّاةٍ وَبِكَافُورٍ، يَطْرَحُهُ مَعَ الْأَلُوَّةِ. ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا كَانَ يَسْتَجْمِرُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

  5. HR. al-Bukhari no. 142, 6322 dan Muslim no. 122 di dalam shahih keduanya dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu.

    كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الخَلاَءَ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الخُبُثِ وَالخَبَائِثِ

     

  6. HR. al-Bukhari no. 537/693 di dalam al-Adabul mufrad (shahih) dari Shahabiyyah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ من الخلاء قال: ” غُفْرَانَكَ

  7. HR. al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268 dari ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha.

    كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

     

  8. HR. ad-Darimi no. 693 dan Tirmidzi no. 14 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

    shahih (lihat shahihul jami’ no. 4652)

    كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ لَمْ يَرْفَعْ ثَوْبَهُ حَتَّى يَدْنُوَ مِنَ الْأَرْضِ

     

  9. HR. ad-Darimi no. 17 dan Ibnu Majah no. 335 dari sahabat Jabir radhiyallaahu ‘anhu, shahih.

    خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْتِي الْبَرَازَ حَتَّى يَتَغَيَّبَ فَلَا يُرَى

     

  10. HR. Tirmidzi no. 12 dari ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, shahih.

    قَالَتْ: مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ، مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا قَاعِدًا

     

  11. HR. al-Bukhari no. 394 di dalam shahihnya dari sahabat Abu Ayyub al-Anshari radhiyallaahu ‘anhu.

    إِذَا أَتَيْتُمُ الغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا القِبْلَةَ، وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا

  12. HR. al-Bukhari no. 148 di dalam shahihnya dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallaahu ‘anhu.

    ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِي، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ القِبْلَةِ، مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ

  13. HR. al-Bukhari no. 239 dan Muslim no. 281 di dalam shahih keduanya dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu.

    أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ

     

  14. HR. al-Bukhari no. 154 dan Muslim no. 267 di dalam shahih keduanya dari sahabat Abu Qatadah radhiyallahu’anhu.

    إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ، وَلاَ يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ

  15. HR. Abu Dawud no. 26 dan Ibnu Majah no. 328 dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, hadits hasan

    اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ

  16. HR. Ibnu Majah no. 1657 dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu, shahih

    وَمَا أُبَالِي أَوَسْطَ الْقُبُورِ قَضَيْتُ حَاجَتِي، أَوْ وَسْطَ السُّوقِ

     

  17. HR. Muslim no. 262, di dalam shahihnya dari sahabat Salman al-Farisi radhiyallahu’anhu.

    لَقَدْ نَهَانَا أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

     

  18. HR. Ibnu Majah no. 351 dan Abu Dawud no. 16 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, hadits hasan

    مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ

     

  19. HR. Abu Dawud no. 29 dan an-Nasa’i no. 34 dari sahabat Abdullah bin Sarjis radhiyallahu’anhu, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (lihat at-Talkhis karya Ibnu Hajar 1/106).

    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ، قَالُوا لِقَتَادَةَ: مَا يُكْرَهُ مِنَ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ؟ قَالَ: كَانَ يُقَالُ إِنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *