oleh

Pengertian Mizan – Bentuk, Jumlah, Objek dan Hikmahnya

Bagi seorang muslim diantara perkara yang wajib diimani terkait peristiwa dan kejadian pada hari kiamat adalah mizan, yaitu: timbangan. Timbangan amal merupakan penentu bagi seorang hamba setelah ketetapan dan keputusan Allah Ta’ala apakah dia termasuk orang yang selamat dan berhasil sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan dia ke dalam surga atau dia termasuk orang yang celaka dan sengsara sehingga dia dimasukkan ke dalam neraka.

Pengertian Mizan

Mizan (ميزان) secara bahasa adalah alat untuk menimbang ringan atau beratnya sesuatu1. Adapun secara istilah syari’at adalah timbangan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala letakkan pada hari kiamat untuk menimbang amalan-amalan para hamba-Nya.2

Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ ulama telah menunjukkan dan menetapkan kebenaran adanya mizan di hari kiamat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ , وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang meraih keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugi diri mereka, kekal di dalam neraka Jahannam.” (Al-Mu’minun 102-103)

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan meletakkan timbangan yang adil pada hari kiamat, maka seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun. Walaupun amalan itu hanya seberat biji sawi pasti Kami akan mendatangkannya pahalanya dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan (Al-Anbiya 47)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ

“Dua kalimat yang dicintai ar-Rahman, ringan di lisan, berat di timbangan: Subhaanallah wa bihamdihi subhaanallah al- ‘Azhim”3

Al-Imam Ibnu al-Qathan al-Fasi rahimahullah berkata: “Para ulama sepakat tentang kewajiban beriman adanya mizan dimana amalan-amalan hamba ditimbang padanya. Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, maka dia akan beruntung dan selamat, dan barangsiapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka dia akan gagal dan merugi”4

Bentuk dan Sifat Mizan

Mizan tersebut adalah timbangan yang hakiki, memiliki dua neraca, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ

“Lalu lembaran-lembaran catatan amalannya diletakkan pada satu neraca dan kartu tersebut diletakkan pada neraca yang lain”5

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan mizan adalah keadilan dan keputusan… Yang benar adalah pendapat mayoritas ulama”. Yaitu: mizan tersebut adalah timbangan yang hakiki.6

Jumlah Mizan Pada Hari Kiamat

Apakah timbangan tersebut hanya satu atau ada banyak?

  • Sebagian ulama menyatakan banyak sesuai dengan jumlah umat, orang, atau amalan, karena penyebutan mizan dalam al-Qur’an dengan bentuk jamak. Sedangkan dalam hadits penyebutannya dengan bentuk tunggal dari sisi jenis timbangan.

Al-Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Setiap orang yang mukallaf ada mizannya”7

  • Sebagian yang lain menyatakan hanya satu timbangan karena yang disebutkan dalam hadits dengan bentuk tunggal. Sedangkan bentuk jamak yang disebutkan di dalam al-Qur’an ditinjau dari sisi sesuatu yang ditimbang.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Mizan tersebut berjumlah satu dan tidak diragukan dengan banyaknya amalan yang ditimbang karena keadaan di akhirat tidak bisa dianalogikan dengan keadaan di dunia”8

Maka, masing-masing dari kedua pendapat di atas memiliki kemungkinan sisi benarnya pernyataan tentang jumlah timbangan tersebut.9

Yang Ditimbang Pada Mizan

Ada beberapa pendapat dikalangan ulama tentang apakah yang akan ditimbang pada mizan di hari kiamat?

  • Sebagian ulama berpendapat yang ditimbang adalah amalannya.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah mengatakan: “Yang ditimbang adalah amalannya sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas10 dan hadits11 setelahnya”.12

  • Ada juga yang mengatakan lembaran-lembaran amalannya berdasarkan hadits pemilik kartu:

فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ، فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ

“Diletakkan lembaran -lembaran catatan amalan pada salah satu neraca dan sebuah kartu pada neraca yang lain, maka beratnya kartu tersebut mengalahkan ringannya lembaran -lembaran catatan amalan itu”.13

Al-Imam Qurthubi rahimahullah berkata: “Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Yang ditimbang ada lembaran-lembaran catatan amalan.”14

  • Yang lainnya mengatakan pelakunya yang ditimbang berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ العَظِيمُ السَّمِينُ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، وَقَالَ: اقْرَءُوا: فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنا

“Sungguh pada hari kiamat akan ada seorang yang besar dan gemuk akan tetapi (beratnya)tidak mencapai berat sayap nyamuk di sisi Allah. Beliau berkata: “Bacalah ayat berikut: “Dan Kami tidak memberikan nilai sedikitpun bagi amalan mereka pada hari kiamat””.15 (al-Kahfi: 105)

  • Sebagian ulama yang lain menyelaraskan ayat dan hadits di atas yaitu bahwa semuanya (amalan, pelakunya ataupun lembaran) akan ditimbang. Atau bahwa timbangan tersebut hakikatnya adalah untuk lembaran yang mana lembaran-lembaran tersebut menjadi berat atau ringan sesuai dengan amalan yang tercatat di dalamnya. Dengan demikian timbangan itu intinya berlaku pada amalan. Adapun penimbangan pelaku yang dimaksud adalah derajat dan kehormatannya.16

Asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah berkata: “Yang tampak pada dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah bahwa penimbangan dilakukan pada amalan seorang hamba, jasad hamba itu sendiri dan lembaran catatan amal”17

Pelaksanaan Mizan

Al-Imam al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: “Setelah selesai pelaksanaan hisab maka selanjutnya adalah mizan yaitu penimbangan, karena tujuan penimbangan tersebut ialah membalas kebaikan atau keburukan seorang hamba, oleh sebab itu dilaksanakan setelah proses hisab, karena penghisaban bertujuan untuk perhitungan sedangkan penimbangan untuk menampakan perhitungan tersebut agar pembalasan setelah itu sesuai perhitungan timbangan.”18

Hikmah Dilakukannya Penimbangan Pada Hari Kiamat

Hikmah dari penimbangan amalan-amalan hamba adalah menampakkan amalan-amalan tersebut, hingga terwujud balasan yang setimpal. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ , وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ

“Maka, barangsiapa yang berat timbangannya, kebaikannya lebih banyak daripada kejelekannya, merekalah orang-orang yang beruntung, menang dan selamat dari neraka serta berhak masuk surga, dan barangsiapa yang ringan timbangannya, kejelekannya lebih berat daripada kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang membuat rugi diri mereka sendiri, gagal dan masuk neraka, kekal di dalam Jahannam” (Al-Mu’minun 102-103).

Yang mana inti dari ayat yang mulia ini ialah penetapan adanya timbangan pada hari kiamat.19

Kelompok Yang Menyelisihi Hakikat Mizan

Kelompok yang mengingkari hakikat kebenaran mizan adalah Mu’tazilah, mereka mengatakan: “Tidak ada timbangan yang hakiki (sebenarnya) dan timbangan tersebut tidak dibutuhkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengetahui dan menghitung amalan-amalan hamba, namun yang dimaksud dengan timbangan di sini adalah timbangan secara maknawi yaitu keadilan dan tidak diragukan lagi bahwasannya pernyataan kelompok ini adalah salah serta jauh dari kebenaran.20

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Kelompok Mu’tazilah mengingkari mizan, mereka mengatakan: “Mizan merupakan ibarat dari sebuah keadilan”. Berdasarkan ini mereka telah menyelishi al-Qur’an dan hadits karena Allah Subhanahu wa Ta’ala meletakkan mizan untuk menimbang agar hamba melihat, sehingga mereka menyaksikan hasilnya sendiri.”21

Semoga dengan mengetahui pengertian mizan, mengimaninya dengan keimanan yang benar, keimanan yang bersumber dari al-Qur’an dan sesuai tuntunan Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat memperberat timbangan amalan kebaikan kita di hari kiamat kelak. Sehingga kita termasuk orang-orang yang berat timbangan amalannya, dengan sebab itu kita termasuk orang-orang yang beruntung.

REI-IWU

Penulis: Reihan Audie

Referensi:

  1. Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, karya al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
  2. Lawami’ al-Anwar, karya al-Imam as-Safarini rahimahullah
  3. At-Tadzkirah, karya al-Imam al-Qurthubi rahimahullah
  4. Al-Iqna’ fi Masail al-Ijma’, karya Al-Imam Ibnu al-Qathan al-Fasi rahimahullah
  5. Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah
  6. Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, karya asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
  7. Syarh Lum’ah al-I’tiqad, karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah
  8. Tabshir Dzawi al-Irsyad, karya asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri hafizhahullah

Footnotes

  1. Lihat al-Mu’jam al-Wasith (2/1030) dan Tahdzib al-Lughah (13/256-257)
  2. Lihat al-Hayah al-Akhirah (3/1085) dan Syarh at-Thahawiyah (hlm.417)
  3. HR. Al-Bukhari no. 6406 dan Muslim no.2694, dalam shahih keduanya, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
  4. Lihat al-Iqna’ fi Masail al-Ijma’ (1/51-52), Risalah ila Ahli ats-Tsaghr (hlm: 283), dan asy-Syarh al-Ibanah (hlm: 202)

    وأجمعوا على الإيمان والإقرار والتصديق بالميزان الذي توزن به أعمال العباد، فمن ثقلت موازينه أفلح ونجا، ومن خفت موازينه خاب وخسر.

     

  5. HR. Ahmad (2/213), at-Tirmidzi (2639) dihasanan oleh beliau, Ibnu Majah (4300), al-Hakim, lihat al-Mustadrak (1/529) beliau berkata: “Sanadnya shahih sesuai syarat Muslim, disepakati oleh al-Imam adz-Dzahabi, shahih lihat ash-Shahihah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al- ‘Ash radhiyallahu ‘anhu

  6. Lihat Fath al-Bari (13/671), Tafsir al-Qurthubi (7/165), at-Tadzkirah (1/381-382) dan ‘Umdah al-Qari (25/202)

    قَدْ ذَهَبَ بَعْضُ السَّلَفِ إِلَى أَنَّ الْمِيزَانَ بِمَعْنَى الْعَدْلِ وَالْقَضَاء وَالرَّاجِحُ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ الْجُمْهُورُ

     

  7. Lihat Lawami’ al-Anwar )2/186)

    لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الْمُكَلَّفِينَ مِيزَانٌ وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ:

  8. Lihat Fath al-Bari (13/538)

    أَنَّهُ مِيزَانٌ وَاحِدٌ وَلَا يُشْكِلُ بِكَثْرَةِ مَنْ يُوزَنُ عَمَلُهُ لِأَنَّ أَحْوَالَ الْقِيَامَةِ لَا تُكَيَّفُ بِأَحْوَالِ الدُّنْيَا

  9. Lihat Lawami’ al-Anwar (2/187), Fath -al-Bari (13/537-538) dan at-Tadzkirah (2/734-735)
  10. Yaitu firman Allah:

    فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ , وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ

    “Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang meraih keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugi diri mereka, kekal di dalam neraka Jahannam.” (Al-Mu’minun 102-103)

  11. Yaitu hadits:

    فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ، فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ

    “Diletakkan lembaran -lembaran catatan amalan pada salah satu neraca dan sebuah kartu pada neraca yang lain, maka beratnya kartu tersebut mengalahkan ringannya lembaran -lembaran catatan amalan itu”.

  12. Lihat Ta’liq al-Mukhtasharah ‘ala kitabi Lum’atul al-I’tiqad al-Hadi ila Sabili ar-Rasyad (hlm: 120)

    والذي يوزن العمل؛ لظاهر الآية السابقة والحديث بعدها

     

  13. Telah berlalu takhrijnya.
  14. Lihat at-Tadzkirah (hlm. 722)

    قال ابن عمر: توزن صحائف الأعمال

  15. HR. al-Bukhari no. 4729 dan Muslim no 2785 dalam shahih keduanya
  16. Lihat Lawami’ Anwar (2/187) dan Ma’arij al-Qabul (2/848-849)
  17. Lihat Tabshir Dzawi al-Irsyad bit ta’liq Syarh Lum’ah al-I’tiqad (hlm. 281)

    ظاهر النصوص يدل على أنه يوزن العمل والعامل والصحيفة

  18. Lihat at-Tadzkirah (hlm. 715)

    قال العلماء: وإذا انقضى الحساب كان بعد وزن الأعمال لأن الوزن للجزاء فينبغي أن يكون بعد المحاسبة فإن المحاسبة لتقدير الأعمال والوزن لإظهار مقاديرها ليكون الجزاء بحسبها.

  19. Lihat Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah oleh asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah (hlm. 111)

    والشاهد من الآية الكريمة : أن فيها إثبات الموازين والوزن يوم القيامة

     

  20. Lihat Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah (2/140) oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah
  21. Lihat Fath al-Bari (13/538)

    وَأَنْكَرَتِ الْمُعْتَزِلَةُ الْمِيزَانَ وَقَالُوا هُوَ عِبَارَةٌ عَنِ الْعَدْلِ فَخَالَفُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ لِأَنَّ اللَّهَ أَخْبَرَ أَنَّهُ يَضَعُ الْمَوَازِينَ لِوَزْنِ الْأَعْمَالِ لِيَرَى الْعِبَادُ أَعْمَالَهُمْ مُمَثَّلَةً لِيَكُونُوا على أنفسهم شَاهِدين

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *