oleh

7 Kesalahan Seputar Pernikahan yang Harus Diwaspadai

-Fiqih, Keluarga-1,602 views

Pernikahan adalah salah satu sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga, seyogyanya bagi setiap muslim untuk berusaha mengikuti bimbingan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi kesalahan-kesalahan seputar pernikahan. Berikut ini 7 kesalahan seputar pernikahan yang kerap terjadi.

1.   Kurang Selektif dalam Memilih Calon Pasangan

Di antara perkara yang sangat dianjurkan bagi lelaki yang hendak menikah adalah bersungguh-sungguh dalam memilih wanita yang baik agamanya. Wanita yang baik agamanya adalah yang dapat membantu suami dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.1

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: harta, nasab, kecantikan, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik agamanya niscaya engkau akan beruntung.”2

2.   Menunda Pernikahan hingga Selesai Masa Belajar

Kesalahan seputar pernikahan yang ini khusus bagi para pemuda yang berada pada posisi dianjurkan untuk menikah disebabkan ia sudah membutuhkannya. Sehingga bagi pemuda yang sudah membutuhkan dianjurkan untuk segera menikah dan jangan menunggu selesai masa belajarnya.

Tingkatan Hukum untuk Bersegera dalam Menikah

Anjuran untuk bersegera menikah bertingkat-tingkat,

  • Wajib, yaitu ketika seseorang dikhawatirkan akan terjatuh pada zina sementara dia mampu untuk menikah, jika dia tidak mampu untuk menikah, hendaknya dia memperbanyak puasa dan menahan dirinya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkannya.
  • Sunnah, yaitu ketika seseorang bergejolak syahwatnya dan dia mampu untuk menikah, akan tetapi tidak dikhawatirkan terjatuh pada zina.
  • Makruh, yaitu bagi orang yang tidak mampu menikah dari segi fisik, seperti impoten, lanjut umur, dan berbagai penyakit yang berdampak pada syahwat.3

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ منكم البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai segenap para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk menikah hendaknya bersegera menikah, kerena sesungguhnya hal itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu hendaknya dia memperbanyak puasa, karena puasa adalah tameng baginya.”4

3.   Berlebihan dalam Mahar

Kesalahan seputar pernikahan yang berikutnya ini muncul dari mempelai wanita ataupun walinya. Secara asal tidak ada batasan maksimal dalam mahar, namun tidaklah dibimbingkan ketika mahar seorang wanita melebihi batas kewajaran.5

Di sisi lain ringannya nilai mahar seorang wanita merupakan suatu keberkahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا، وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا، وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا

“Di antara keberkahan seorang wanita adalah mudah dilamar, ringan maharnya dan subur.”6

Hendaknya bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meringankan mahar, serta memilihkan baginya lelaki yang shalih. Sunnah itu pertengahan, menetapkan sesuai kebutuhan dengan tetap memperhatikan kemuliaan mempelai wanita tanpa berlebihan.7

Sebagaimana pula yang diberitakan oleh sahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,

“Ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam menetapkan mahar wanita, sungguh seandainya hal tersebut termasuk kemuliaan di dunia ataupun ketakwaan di sisi Allah, niscaya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang lebih pantas melakukannya.”8

4.   Mempertontonkan Kedua Mempelai di Tempat Terbuka

Kesalahan seputar pernikahan ini terjadi ketika resepsi pernikahan sedang berlangsung, yaitu mempertontonkan kedua mempelai di atas panggung terbuka sehingga dapat disaksikan oleh para tamu undangan laki-laki maupun perempuan. Pada keadaan ini terdapat dua kekeliruan, yaitu:

Pertama, tasyabbuh atau menyerupai perilaku orang kafir. Sudah menjadi adat kebiasaan orang kafir menempatkan mempelai laki-laki dan perempuan di atas panggung terbuka, kemudian disusul dengan pemberian ucapan selamat dari segenap kerabat mempelai laki-laki dan perempuan secara bergantian.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang seorang yang menyerupai suatu kaum,

مَنْ ‌تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum tersebut.”9

Kedua, para lelaki melihat wanita yang bukan mahramnya. Terlebih wanita-wanita tersebut bersolek memperlihatkan perhiasan, wajah, bahkan lengan-lengan mereka.

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan para lelaki untuk menjaga pandangan dari wanita yang bukan mahram,

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ٠

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 30).

5.   Mengadakan Resepsi Pernikahan disertai Musik

Musik tidaklah diperbolehkan dalam syariat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الحِرَ وَالحَرِيْرَ وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ

“Akan ada segolongan dari umatku yang mereka menghalalkan zina, kain sutra (bagi pria), minuman keras, dan alat musik.”10

Sangat jelas sekali bahwa hadits di atas menunjukkan tercelanya orang yang menghalalkan alat musik, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan orang yang menghalalkan perzinaan, minuman keras, dan sutera (bagi pria).

Adapun arti dari lafadz معازف adalah: alat-alat musik, seperti gendangan, drum, dan sejenisnya dari alat-alat musik.11

Kesalahan seputar pernikahan ini sering terjadi sejak sebelum resepsi dimulai sampai selesainya resepsi pernikahan.


Baca juga: Hukum Musik dan Fatwa Ulama Tentangnya


6.   Berlebihan ketika Resepsi Pernikahan

Di antara kesalahan dalam pernikahan adalah berlebihan dalam acara resepsi. Padahal, agama Islam melarang pemeluknya dari sikap berlebihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‌وَلَا ‌تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ

“Janganlah kalian berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-An’am: 141, Al-A’raf: 31)

Terlebih hal ini juga termasuk sikap menghambur-hamburkan harta, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata,

وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا ٢٦ إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ 

“Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros adalah saudara setan.” (Al-Isra’: 26 – 27)

Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Mengadakan Resepsi Pernikahan?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap pertengahan dalam mengadakan resepsi pernikahan, hal ini sebagaimana yang beliau perintahkan kepada sahabat Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu,

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Selenggarakanlah resepsi pernikahan walaupun hanya dengan seekor kambing.”12

Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadakan resepsi pernikahan bagi sebagian istrinya hanya dengan 2 mud gandum (sekitar dua cakupan kedua tangannya orang dewasa).13

7.   Memotret Mempelai Wanita pada Resepsi Pernikahan

Mengambil gambar makhluk bernyawa tidaklah diperbolehkan dalam syariat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ‌الْمُصَوِّرُونَ

“Sesungguhnya manusia yang paling berat azabnya di sisi Allah kelak di hari kiamat adalah para tukang gambar.”14

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) kelak akan diazab pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka; “Hidupkanlah apa yang telah kalian gambar.”15

Lalu bagaimana halnya jika yang dipotret adalah wanita? Tentu perkaranya lebih berbahaya. Apa yang akan terjadi ketika gambar itu sampai kepada sekumpulan laki-laki yang bukan mahramnya? Tentu merupakan bentuk perendahan terhadap kehormatan si wanita dan keluarganya karena seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat.16

Demikianlah penjelasan tentang 7 kesalahan seputar pernikahan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita untuk selalu mengikuti bimbingan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap aspek kehidupan kita, aamiin. HAN/LTC/MUS

Penulis: Abdullah Haunan

Referensi:

  • Al-Minzhar, karya asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz bin Muhammad hafizhahullah.
  • Al-Gharibiin fil Quran wal Hadits, karya Imam Abu ‘Ubaid Ahmad bin Muhammad al-Harawy rahimahullah (401 H).
  • Al-Fiqhul Muyassar.
  • Majmu’ Fatawa, karya asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah (1420 H).
  • Syarhul Mashabih, karya al-Imam Muhammad bin Abdil Lathif bin Abdil ‘Aziz bin Firisyta al-karmani rahimahullah (854 H).
  • Fathu Dzil-Jalali wal Ikram bisyarh Bulughil Maram, karya as-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah (1427 H).

Footnotes

  1. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Imam Ibnu Malak al-Kirmani rahimahullah tentang makna sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    الدُّنيا مَتاعٌ، ‌وخيرُ ‌متاعِ ‌الدُّنيا ‌المرأةُ ‌الصَّالحةُ

    “وخير ‌متاع ‌الدنيا ‌المرأة ‌الصالحة” فإنها تكون له سكنًا وأنيسًا وحافظة زوجها من الحرام ومُعينة على دينه وغير ذلك.

     Lihat Syarhul mashabih 3/539 no. 2288.

    Penjelasan semisal juga disebutkan di dalam Fath dzil-Jalali wal ikram bisyarhi bulughul maram 4/434.

    والمرأة الدّينة تُعين على طاعة الله وتقوم بحق الزوج على الأكمل وتسايره في أموره.

  2. HR. Muslim no. 53/1466 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
  3. Al-Fiqhul Muyassar hlm. 288.

    حكم النكاح: يختلف حكم النكاح من شخص لآخر

    أولاً: يكون واجباً إذا كان الشخص يخاف على نفسه من الوقوع في الزنى؛ وكان قادراً على تكاليف الزواج ونفقاته؛ لأن الزواج طريق إعفافه، وصونه عن الوقوع في الحرام. فإن لم يستطع فعليه بالصوم، وليستعفف حتى يغنيه الله من فضله

    ثانياً: يكون مندوباً مسنوناً إذا كان الشخص ذا شهوة ويملك مؤنة النكاح، ولا يخاف على نفسه الزنى، لعموم الآيات والأحاديث الواردة في الحث على الزواج والترغيب فيه

    ثالثاً: يكون مكروهاً إذا كان الشخص غير محتاج إليه، بأن كان عِنِّيناً، أو كبيراً، أو مريضاً لا شهوة لهما. والعِنِّين: الذي لا يقدر على إتيان النساء، أو لا يشتهيهن

  4. HR. al-Bukhari no. 5066. Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
  5. Al-Minzhar hlm.84.
  6. HR. Ahmad 6/77 dan Ibnu Hibban no. 1256. Shahih, lihat Shahih al-Jami’ as-Shaghir no 2235. Dari sahabiyah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
  7. Disadur dari kitab al-Minzhar hlm. 84.
  8. HR. Abu Dawud no. 1801. Shahih, lihat al-Irwa’ no. 1927.

    أَلَا ‌لَا ‌تُغَالُوا ‌بِصُدُقِ ‌النِّسَاءِ، فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرُمَةً فِي الدُّنْيَا، أَوْ تَقْوَى عِنْدَ اللَّهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا أَصْدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ

  9. HR. Abu Dawud no. 3512 (hasan, lihat Misykatul mashabih no. [44]-4347). Dari sahabat ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
  10. HR. al-Bukhari: 5590. (7/106). Dari sahabat Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
  11. Diintisarikan dari Majmu’ Fatawa Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah, bab Adillatu al-Kitab Wa as-Sunnah Wa Tahrimu al-Aghoni Wa al-Malahi. (3/407)

     

    وأما الأحاديث الواردة في ذم الأغاني والملاهي فكثيرة، وأصحها ما رواه البخاري في صحيحه، حيث قال: وقال هشام بن عمار: حدثنا صدقة بن خالد حدثنا عبدالرحمن بن يزيد بن جابر حدثنا عطية بن قيس الكلابي حدثني عبدالرحمن بن غنم الأشعري قال: حدثني أبو عامر أو أبو مالك الأشعري، والله ما كذبني، سمع النبييقول: ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف وهو صريح في ذم مستحلي المعازف، حيث قرنهم مع مستحلي الزنا والخمر والحرير، وحجة ظاهرة في تحريم استعمال المعازف، وهي آلات الملاهي، كالطنبور والعود والطبل وغير ذلك من آلات الملاهي

  12. HR. al-Bukhari no. 2048. Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu.
  13. HR. al-Bukhari no. 5178. Dari sahabiyah Shafiyyah binti Syaibah radhiyallahu anha, dengan lafadz,

    أَوْلَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ.

  14. HR. al-Bukhari no. 5950. Dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma.
  15. HR. al-Bukhari no. 5951. Dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma.
  16. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi no.397, dan disahihkan oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin dalam al-Irwa’ no. 273. Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, dengan lafadz;

    المَرْأَةُ ‌عَوْرَةٌ،

    “Seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat.”

    Disadur dari kitab al-Minzhar hlm. 87.