oleh

Hukum Mencium Jenazah dalam Pandangan Islam

-Fiqih-2,023 views

Setiap Langkah yang kita tempuh harus memiliki landasan dalil yang benar. Termasuk tatkala kita ditimpa musibah dengan meninggalnya salah satu saudara kita, kita harus memiliki dalil ketika berbuat sesuatu. Ketika kita ingin mencium jenazah saudara kita, maka kita harus mengetahui apa hukum mencium jenazah. Adakah dalil tentang hukum mencium jenazah? Kita harus ketahui ini terlebih dahulu sebelum bertindak dan berbuat.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Allah. Mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (Muhammad: 19).

Berkata Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah setelah menyebutkan ayat ini:

“Beliau shallallaahu ‘alaihi wa salam diperintahkan untuk beramal setelah memiliki ilmunya.”1

Maka dari itu, pada pembahasan kali ini, kita akan membahas seputar hukum mencium jenazah agar Ketika kita ingin melakukannya, kita telah mengetahui hukum mencium jenazah.

Dalil Tentang Hukum Mencium Jenazah

Di antara dalil yang menjelaskan tentang hukum mencium jenazah adalah sebagai berikut;

  1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibunda kaum mukminin Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata,

 

قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ، فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى دُمُوعِهِ تَسِيلُ عَلَى خَدَّيْهِ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mencium (sahabat) Utsman bin Madz’un radhiyallahu’anhu dalam keadaan beliau (Utsman) telah wafat. Sampai-sampai aku melihat air mata rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam membasai kedua pipinya.”2

  1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha dan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, keduanya berkata,

أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَبَّلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ

“Sungguh Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu mencium Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, dalam keadaan beliau telah wafat.”3

Berkata al-Imam asy-Syaukani rahimahullah (w.1250 H):

“Tidak ada seorang sahabat pun yang mengingkari perbuatan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, sehingga hal ini menjadi kesepakatan para sahabat.”4

Perkataan Ulama Tentang Hukum Mencium Jenazah

Para ulama adalah lentera umat ini. Mereka telah menjelaskan kepada kita berbagai permasalahan yang sering kita hadapi, di antaranya adalah hukum mencium jenazah. Mari kita simak penjelasan mereka berikut ini;

  1. Al-Imam Ibnu Baththal rahimahullah (w.449 H);

“Bolehnya mencium jenazah Ketika berpisah dengannya.”5

  1. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah (w.676 H);

“Bolehnya mencium wajah mayit (orang yang wafat) bagi keluarganya dan teman-temannya. Dan telah datang hadits-hadits tentangnya.”6

  1. Al-Imam Ibnu Mulaqqin rahimahullah (w.804 H);

“Bolehnya mencium jenazah ketika berpisah dengannya sebagai bentuk peneladanan terhadap perbuatan Nabi. Sungguh Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu telah meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tatkala beliau mencium Utsman bin Madz’un radhiyallahu’anhu (dalam keadaan beliau telah wafat).”7

Jenazah Siapa Yang diperbolehkan Untuk Dicium?

Disebutkan oleh Sebagian ulama bahwa yang diperbolehkan untuk dicium adalah jenazah yang diperbolehkan untuk dicium ketika masih hidup, begitupula yang diperbolehkan untuk dilihat wajahnya.

Berkata Syaikh Abdullah al-Bassam rahimahullah:”Diperbolehkan mencium mayit (orang yang telah wafat) bagi orang yang diperbolehkan untuk mencium mayit tersebut ketika ia masih hidup dan yang diperbolehkan untuk melihat wajahnya.”8

Laki-laki hanya boleh mencium lelaki dan mahramnya. Begitupula wanita hanya boleh mencium wanita dan mahramnya. Sehingga tidak boleh bagi lelaki mencium jenazah wanita yang bukan mahramnya. Begitupula sebaliknya, tidak boleh bagi wanita mencium jenazah lelaki yang bukan mahramnya.9

Bagian Tubuh Jenazah Yang Diperbolehkan Untuk Dicium

Perlu diketahui pula, bahwasanya aurat seseorang ketika meninggal sama dengan aurat ketika ia masih hidup. Hukum Batasan aurat orang yang telah wafat dengan orang yang masih hidup adalah sama. Hal ini juga dikarenakan kehormatan seorang muslim tetap berlaku meski ia telah wafat.

Telah datang riwayat dari Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha bahwa Abu Bakar radhiyallahu’anhu mencium di antara dua mata Rasullullah ketika beliau wafat.”10

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan, bahwasanya mencium jenazah hukum asalnya diperbolehkan. Hal ini berdasarkan perbuatan Rasulullah dan Abu Bakar. Diperbolehkan mencium jenazah yang semasa hidupnya kita diperbolehkan untuk memandang wajahnya. Bagian tubuh yang diperbolehkan untuk dicium adalah selain bagian aurat jenazah tersebut.

Penutup

Mudah-mudahan pembahasan terkait hukum mencium jenazah ini bermanfaat bagi penulis dan juga para pembaca. Semoga ilmu yang kita dapatkan bermanfaat di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin. Wabillahi taufiq wal hidayah.

AAA/JFR

Penulis: Abdullah al-Atsari

Referensi:

  1. Al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, karya Imam al-Qurthubi rahimahullah (w.671 H)
  2. Nailul Authar, karya Imam Asy-Syaukani rahimahullah (w.1250 H)
  3. Syarah Shahih Bukhari libnil Baththal, karya Ibnu Baththal rahimahullah (w.449 H)
  4. Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, karya al-Imam An-Nawawi rahimahullah (w.676 H)
  5. At-Taudhih li Syarhi Jami’ ash-Shahih, karya Ibnu Mulaqqin asy-Syafi’i rahimahullah (w.804 H)
  6. Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, karya Syaikh Abdullah al-Bassam at-Tamimi rahimahullah (w.1423 H)
  7. Al-Muntaqa Syarah al-Muwatha’, karya Abul Walid Sulaiman bin Khalaf al-Qurthubi rahimahullah (w.474 H)
  8. Fatawa al-Lajnah ad-Daimah

 

Footnotes

  1. Tafsir al-Qurthubi (16/242)

    أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَهُ حِينَ بَدَأَ بِهِفَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَفَأُمِرَ بِالْعَمَلِ بَعْدَ الْعِلْمِ

     

  2. HR. Ibnu Majah no.1456, shahih. Lihat al-Misykah no.1623
  3. HR. Al-Bukhari no.4455 dan no.5709 di dalam shahihnya dari sahabat Aisyah dan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma
  4. Nailul Authar (4/32)

    لِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ أَنَّهُ أَنْكَرَ أَحَدٌ مِنْ الصَّحَابَةِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ فَكَانَ إجْمَاعًا

     

  5. Syarah Shahih Bukhari libni Baththal (3/240)

    وَفِيْهِ جَوَازِ تَقْبِيْلِ المَيِّتِ عِنْدَ وَدَاعِهِ

     

  6. Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (5/127)

    وَيَجُوْزُ لِأَهْلِ المَيِّتِ وَأَصْدِقَائِهِ تَقْبِيْلُ وَجْهِهِ

     

  7. At-Taudhih li Syarhi Jami’ ash-Shahih (9/402)

    وَجَوَازُ تَقْبِيْلُ المَيِّتِ عِنْدَ وَدَاعِهِ، وَالتَّأَسِّيْ، فَإِنَّ الصِّدِّيْقَ تَأَسَّى بِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ قَبَّلَ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُوْن

     

  8. Taudhihul Ahkam (3/158)

    جَوَازُ تَقْبِيْلِ المَيِّتِ لِمَنْ يَجُوْزُ لَهُ تَقْبِيْلُهُ فِيْ حَالِ الحَيَاةِ، وَالنَّظَرُ إِلىَ وَجْهِهِ

     

  9. Fatwa al-Lajnah ad-Daimah (7/225)
  10. HR. An-Nasai no.1839, 1978 dan 7073. Shahih, lihat shahih wa dho’if sunan an-Nasai (4/483)

    أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَبَّلَ بَيْنَ عَيْنَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مَيِّتٌ

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *