oleh

7 Kekeliruan di Hari Jum’at yang Sering Dilakukan

-Fiqih-1,837 views

Hari Jum’at adalah hari yang mulia. Pada hari tersebut terdapat banyak ibadah yang mulia. Namun dibalik itu terdapat kekeliruan yang sering dilakukan. Bahkan sebagian kaum muslimin menganggap hal tersebut sebagai amalan yang disyariatkan. Oleh karena itu, sepantasnya untuk kita mengetahui apa saja kekeliruan di hari Jum’at agar terhindar darinya.

Kekeliruan Pertama: Mengkhususkan Malam Harinya Untuk Shalat dan Siangnya Untuk Berpuasa

Perbuatan seperti ini dilarang oleh syariat karena termasuk kekeliruan di hari Jum’at. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits:

أَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ؟ فَقَالَ: ” نَعَمْ،

“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk berpuasa pada hari Jum’at? Sahabat menjawab: Benar.”1

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at untuk shalat dibanding hari-hari yang lainnya, jangan pula mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa dibanding hari-hari yang lainnya, kecuali apabila dia biasa mengerjakannya pada hari tersebut.”2

Larangan dalam hadits menunjukkan bahwa makruhnya perbuatan tersebut menurut sebagian besar ulama dan sebagian ulama berpendapat haram.

Salah satunya apa yang dituturkan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah:

“Telah kami sebutkan bahwa yang terkenal dari mazhab kami (mazhab syafi’i) mengharamkan hal tersebut (yaitu mengkhususkan hari Jum’at untuk berpuasa).”3

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:

“Dan pada hadits ini (janganlah kalian mengkhususkan hari Jum’at sampai akhir hadits) yang tampak dari pendapat mazhab syaafi’i dan yang mengikutinya bahwa diharamkan untuk menyendirikan hari Jum’at untuk berpuasa.”4

Namun tidak dikatakan seseorang melakukan kekeliruan di hari Jum’at ketika melakukan puasa arafah, puasa asyura atau dia memang biasa berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dengan alasan karena ketiga puasa tersebut masuk dalam pengecualian hadits di atas.

Kekeliruan Kedua: Tidak Serius Dalam Mendengarkan Khutbah atau Becakap-Cakap Ketika Khutbah

Mendengarkan khutbah dan tidak bercakap-cakap adalah suatu hal yang ditekankan. Dan sebaliknya, larangan untuk lalai dan bercakap-cakap ketika khutbah berlangsung banyak sekali disebutkan dalam hadits. Salah satunya sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ: أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ

“Apabila engkau berkata kepada temanmu diamlah! dalam keadaan imam sedang khutbah pada hari Jum’at, maka sungguh engkau telah melakukan perbuatan sia-sia.”5

Kata “diamlah” walaupun diucapkan sekilas dapat memutus pendengaran ketika mendengarkan khutbah, sehingga dengan demikian perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan sia-sia dan termasuk kekeliruan di hari Jum’at. Jika menasehati seseorang ketika khutbah berlangsung saja dilarang, lalu bagaimana keadaan seorang yang sengaja becakap-cakap ketika khutbah berlangsung?

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengategorikan ucapan “diamlah” sebagai perbuatan sia-sia padahal hal tersebut adalah perbuatan amal makruf nahi munkar, maka ucapan selainnya tentu lebih pantas untuk dikategorikan sebagai perbuatan sia-sia.” 6

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Dan aku menyukai bagi siapa saja yang menghadiri khutbah (Jum’at) untuk mendengarkannya, diam dan tidak bercakap-cakap ketika imam (khatib) mulai berkhutbah sampai khutbah tersebut selesai.”7

Kekeliruan Ketiga: Jual Beli Setelah Adzan Kedua

Larangan untuk melakukan jual beli setelah adzan kedua. Jual beli yang di lakukan setelah adzan kedua tidak sah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (al-Jumuah: 9)

Maka Allah Ta’ala melarang untuk melakukan jual beli setelah adzan kedua. transaksinya tidak sah. Karena larangan tersebut berkonsekuensi membuat jual beli tersebut tidak sah dan termasuk kekeliruan di hari Jum’at yang terjadi pada sebagian kaum muslimin.

Al-Imam as-Shirazi asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Dan adapun jual beli maka perlu dirinci. Apabila jual beli dilakukan sebelum tergelincirnya matahari (yakni waktu masuknya shalat Jum’at) maka hal tersebut tidak mengapa, namun apabila jual beli dilakukan setelah tegelincirnya matahari dan sebelum imam keluar(berkhutbah) maka perbuatan tersebut dibenci, dan jika dilakukan setelah imam keluar(berkhutbah) dan muadzin mengumandangkan adzan maka perbuatan tersebut haram.”8

Kekeliruan Keempat: Shalat Sunnah Setelah Adzan Kedua atau Biasa Disebut Shalat Sunnah Jum’at

Shalat sunnah seperti ini tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan kekeliruan di hari Jum’at yang banyak dilakukan kaum muslimin. Sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Imam Muhammad bin Bakr rahimahullah yang dinukil dalam kitab al-Mindzhor:

“Dahulu apabila sahabat Bilal radhiyallahu’anhu selesai mengumandangkan adzan, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memulai khutbah, tidak ada yang berdiri untuk shalat dua rakaat sama sekali, tidak ada adzan kecuali sekali, dan ini menunjukkan bahwasanya shalat Jum’at sama seperti shalat ied (dari segi) tidak ada shalat sunnah sebelumnya. Inilah dari pendapat para ulama yang paling benar dan inilah yang tunjukkan oleh sunnah.”

Kemudian beliau melanjutkan:

“Barangsiapa yang mengira bahwa para sahabat dahulu, tatkala sahabat Bilal radhiyallahu ‘anhu selesai dari adzan, mereka (para sahabat) mengerjakan shalat dua rakaat, maka dia adalah orang yang paling tidak paham terhadap sunnah. Dan yang kami sebutkan ini (tidak ada shalat sunnah sebelum shalat Jum’at) adalah pendapat mazhab al-Imam Malik, al- Imam Ahmad (pendapat beliau yang terkenal) dan satu sisi dari pendapat mazhab asy-Syafi’i.”9

Al-Imam Abu Syamah asy-Syafi’i rahimahullah (guru dari Al-Imam an-Nawawi) berkata:

“Dan shalat (sunnah) sebelum shalat Jum’at tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sedikitpun.”10

Kekeliruan Kelima: Melangkahi Pundak Manusia

Larangan tersebut dikarenakan dapat mengganggu para jamaah yang sedang beribadah dan termasuk kekeliruan di hari Jum’at. Telah datang larangan dari Rasul shallallahu’alaihi wa sallam dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Busrin radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ

Ada seorang sahabat yang masuk (ke dalam masjid) pada hari Jum’at, dia melangkahi pundak jamaah yang lainnya dalam keadaan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sedang khutbah, maka beliaupun shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Duduklah engkau, sungguh perbuatanmu telah mengganggu.”11

Al-Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Telah kami sebutkan bahwasanya mazhab kami membenci hal tersebut, kecuali bagi seorang khatib yang mendapati celah (untuk berjalan menuju mimbar) yang berada di depan mereka (hadirin) yang dia tidak bisa mencapainya kecuali dengan melangkahi pundak manusia maka ketika itu tidak mengapa melangkahi pundak manusia (tidak dibenci).”12

Kekeliruan Keenam: Memanjangkan Khutbah dan Memendekkan Shalat

Perbuatan seperti ini menyelisihi sunnah dan kekeliruan di hari Jum’at yang sering dilakukan. Namun yang sunnah adalah memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:

إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ، وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ، مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ، وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا

“Sesungguhnya panjangnya shalat dan singkatnya khutbah seseorang merupakan tanda dari kecerdasannya, maka panjangkanlah shalat serta pendekkanlah khutbah kalian, sesungguhnya pada penjelasan itu terdapat daya tarik (sihir).”13

Maka pada hadits di atas terdapat perintah dari Rasul shallallahu’alaihi wa sallam untuk memanjangkan shalat dan mempersingkat khutbah.

Kekeliruan Ketujuh: Memainkan Kerikil, Berbuat Sia-Sia Dengan Jari-Jemari atau Yang Semisalnya.

Perbuatan seperti ini dilarang karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan sia-sia dan termasuk kekeliruan di hari Jum’at yang harus dihindari. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ، وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian dia beranjak untuk shalat Jum’at, kemudian dia mendengarkan (khutbah) dan diam, maka diampuni dosanya di antara dua Jum’at serta ditambah tiga hari. Baragsiapa yang memainkan kerikil sungguh dia telah berbuat sia-sia.”14

Al-Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Pada hadits di atas terdapat larangan memainkan kerikil dan selainnya yang merupakan perbuatan sia-sia ketika berlangsungnya khutbah. Pada hadits ini juga terdapat isyarat untuk menerima (mendengarkan) khutbah dengan hati dan anggota badan, dan yang dimaksud dengan perbuatan sia-sia dalam hadits ini ialah perbuatan batil yang tercela dan tertolak.”15

Penutup

Demikianlah beberapa kekeliruan di hari Jum’at yang sering dilakukan. Semoga setelah kita mengetahui kekeliruan tersebut kita dapat menjauhinya. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kepada kita taufik untuk mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui.

LHL/YSR

Penulis: Lekat Hidayat

Referensi:

  1. Al-Baghist Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadist Karya Abu Syamah asy-Syafi’i (w. 665H)
  2. Al-Majmuk Syarah al-Muhazzab karya an-Nawawi (w.676H)
  3. Al-Minzor karya Shalih bin Abdil Aziz Alu-Syaikh
  4. Al-Minhaj karya an-Nawawi (w. 676H)
  5. Al-Minhal al-Azab al-Maurud karya Mahmud as-Subkiy (1247-1352H)
  6. Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Ibrahim as-Syirazi (w. 476H)
  7. At-Taudih syarah al-Jami’ as-Shahih karya Abu Hafsh Umar asy-Syafi’i (w. 804H)
  8. Al-Umm karya Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (150-204H)
  9. Tuhfatul Ahwazi karya Abdurrahman al-Mubarakfuri (w. 1353H)

 

Footnotes

  1. HR. al-Bukhari no. 14353 dan Muslim no. 1143 dalam shahih keduanya dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu
  2. HR. Muslim no. 1144 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dalam shahihnya.

  3. Lihat al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab (6/438)

    قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الْمَشْهُورَ مِنْ مَذْهَبِنَا كَرَاهَتُه


  4. Lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (8/19)

    وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ الدَّلَالَةُ الظَّاهِرَةُ لقول جمهور أصحاب الشافعي وموافقيهم أنه يُكْرَهُ إِفْرَادُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ بِالصَّوْمِ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ فَإِنْ وَصَلَهُ بِيَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ أَوْ وَافَقَ عَادَةً لَهُ بِأَنْ نَذَرَ أَنْ يَصُومَ يَوْمَ شِفَاءِ مَرِيضِهِ أَبَدًا فَوَافَقَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لَمْ يُكْرَهْ لِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ

  5. HR. Bukhari no.934 dan Muslim no.851 di dalam shahih keduanya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
  6. Lihat Fathul Bari (2/415)

    إِذَا جَعَلَ قَوْلَهُ أَنْصِتْ مَعَ كَوْنِهِ أَمْرًا بِمَعْرُوفٍ لَغْوًا فَغَيْرُهُ مِنَ الْكَلَامِ أَوْلَى أَنْ يُسَمَّى لَغْوًا

  7. Lihat al-Umm (1/233)

    قَالَ: الشَّافِعِيُّ : وَأُحِبُّ لِكُلِّ مَنْ حَضَرَ الْخُطْبَةَ أَنْ يَسْتَمِعَ لَهَا وَيُنْصِتَ وَلَا يَتَكَلَّمَ مِنْ حِينِ يَتَكَلَّمُ الْإِمَامُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ الْخُطْبَتَيْنِ مَعًا.

  8. Lihat al-Muhazzab (1/207):

    وأما البيع فينظر فيه فإن كان قبل الزوال لم يكره له وإن كان بعد الزوال وقبل ظهور الإمام كره فإن ظهر الإمام وأذن المؤذن حرم

  9. Lihat al-Minzor hal.45

    (وقال في الهدى) النبوى كان إذا فرغ بلال من الأذان أخذ صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم في الخطبة ولم يقم أحد يركع ركعتين ألبتة ولم يكن الأذان إلا واحدًا وهذا يدل على أن الجمعة كالعيد لا سنة لها قبلها وهذا أصح قولي العلماء وعليه تدل السنة

    ومن ظن أنهم كانوا إذا فرغ بلال من الأذان قاموا كلهم فركعوا ركعتين فهو أجهل الناس بالسنة. وهذا الذي ذكرناه من أنه لا سنة قبلها هو مذهب مالك رحمه الله وأحمد رحمه الله تعالى في المشهور عنه واحد الوجهين لأصحاب الشافعي

     

  10. Lihat al-Minhaj (6/297)

    (قال الإِمام) أبو شامة الشافعي شيخ النووي في كتابه الباعث على إنكار البدع والحوادث

    والصلاة قبل الجمعة لم يأت منها شيء عن النبي صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم

     

  11. HR. Abu dawud no.1118 dari sahabat Abdullah bin Busrin radhiyallahu’anhu, dishahihkan oleh Muhammad Nasiruddin dalam Shahih Wa Dhaif Sunan Abi Dawud (1/2)
  12. Lihat al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab 4/546:

    قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّهُ مَكْرُوهٌ إلَّا أَنْ يَكُونَ قُدَّامَهُمْ فُرْجَةٌ لَا يَصِلُهَا إلَّا بِالتَّخَطِّي فَلَا يُكْرَهُ حِينَئِذٍ

  13. HR. Muslim no. 869 di dalam shahihnya, dari sahabat Ammar bin yasir radhiyallahu’anhu
  14. HR. Muslim no.857 di dalam shahihnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
  15. Lihat Tuhfatul Ahwazii (3/8)

    قَالَ النَّوَوِيُّ فِيهِ النَّهْيُ عَنْ مَسِّ الْحَصَى وَغَيْرِهِ مِنْ أَنْوَاعِ الْعَبَثِ فِي حَالِ الْخُطْبَةِ وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى إِقْبَالِ الْقَلْبِ وَالْجَوَارِحِ عَلَى الْخُطْبَةِ والمراد باللغو ها هنا الْبَاطِلُ الْمَذْمُومُ الْمَرْدُودُ

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *