oleh

Tata Cara Aqiqah Sesuai Al Qur’an dan Sunnah

-Fiqih-20,172 views

Tata cara aqiqah yang benar sesuai petunjuk Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam harus kita ketahui dan diamalkan. Tentunya karena kita menginginkan kebaikan dan keberkahan dari kelahiran anak. Berharap kepada Allah Ta’ala dari kebaikan dan keberkahan untuk anak tersebut serta kebaikan dan keberkahan untuk kedua orang tuanya dengan mendapatkan bakti dari anak.

Setiap sunnah (petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) pasti mengandung hikmah. Meskipun kita tidak wajib mengetahui hikmahnya, namun sudah jelas terdapat kebaikan dan keberkahan di dalam mengamalkannya.

Tentu para orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang shalih/shalihah, bisa bermanfaat untuk kedua orang tua, agama serta ummat manusia pada umumnya. Maka wajib bagi orang tua untuk memperhatikan setiap hak-hak anak diantaranya hak untuk diaqiqahi dengan tata cara aqiqah yang benar.

Dengan maksud untuk ikut menyebarkan sunnah serta membantu para orang tua dalam mengetahui tata cara aqiqah yang benar sesuai petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami merangkum pembahasan terkait tata cara aqiqah sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tata Cara Aqiqah Sesuai Al Qur’an dan Sunnah

Telah sering kita temui di masyarakat tambahan-tambahan bahkan perubahan tata cara aqiqah sehingga tidak sesuai bahkan menyelisihi sunnah. Tidak jarang sampai terjatuh kepada kesyirikan. Oleh karena itu mari kita pelajari tata cara aqiqah sesuai Al Qur’an dan Sunnah agar menjadi amal shalih yang bermanfaat di akhirat kelak.

Tata Cara Aqiqah : Jenis Hewan yang Disembelih

Aqiqah tidak sah kecuali dengan kambing, baik kambing domba atau kambing kacang. Hal ini berlandaskan beberapa riwayat hadits diantaranya:

“Bagi anak laki-laki (aqiqah) dua kambing yang sepadan dan bagi anak perempuan satu kambing.” (HR. at- Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya dari Aisyah radhiallahu ‘anha)

Maksud “yang sepadan” adalah sepadan dari sisi umur dan bagusnya. (Faidhul Qadir dan Nailul Authar5/158)

Terdapat atsar bahwa ketika lahir anak laki-laki Abdurrahman bin Abi Bakr ash-Shiddiq maka dikatakan kepada Aisyah radhiallahu ‘anha, ummul mukminin, “Aqiqahilah ia dengan (menyembelih) unta!” Aisyah berkata, “Aku berlindung kepada Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, (seperti) apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan (yaitu) dua kambing yang sepadan.” (HR. ath- Thahawi dan al-Baihaqi. Asy-Syaikhal-Albani berkata dalam al-Irwa’ bahwa sanadnya hasan 4/390)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

“Menurut saya, tidak sah aqiqah selain dengan kambing.” (Fathul Bari 9/593)

Adapun atsar yang datang dari Anas bin Malik radhiallahu anhu bahwa ia mengaqiqahi anaknya dengan unta, atsar ini memang sahih, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf dan ath-Thabarani dalam al-Kabir. Akan tetapi, sahabat Anas radhiallahu anhu di sini tidak menyebutkan apakah itu adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ucapannya atau bukan. Jika demikian, kita mengambil yang jelas dari ucapan dan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tata cara aqiqah yang benar adalah dengan menyembelih kambing.

Tata Cara Aqiqah: Jumlah Kambing untuk Aqiqah

Berapa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi laki-laki dan bayi perempuan dalam pelaksanaan aqiqah?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam hal ini.

Pendapat jumhur ulama,

Mereka berpendapat bahwa dalam tata cara aqiqah yang benar, untuk bayi laki-laki disembelih dua ekor kambing dan perempuan cukup satu ekor kambing.

Hal ini dengan dalil hadits Ummu Kurz Al Ka’biyyah beliau berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

“Untuk anak lelaki dua ekor kambing yang sama, dan anak perempuan seekor kambing.” [HR. Ahmad, At Tirmidzy, Ibnu Hibban dan sahih]

Pendapat Kedua:

Pendapat sebagian ulama seperti Al Hasan Al Bashri dan Qotadah, mereka berpendapat bahwa untuk bayi perempuan tidak disyariatkan aqiqah untuknya.

Namun pendapat ini adalah pendapat yang tertolak dan terbantahkan dengan dalil-dalil yang menyebutkan bahwa aqiqah disyariatkan untuk bayi laki-laki dan bayi perempuan.

Pendapat Ketiga:

Pendapat Imam Malik, beliau berpendapat bahwa bayi laki-laki dan bayi perempuan sama-sama satu ekor kambing, berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih aqiqah untuk Al Hasan dan Al Husain satu domba, satu domba.” [HR. Abu Dawud dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma]

Abu Hatim rahimahullah berkata bahwa hadits ini dihukumi sebagai hadits yang dha’if (lemah) karena sanad hadits ini mursal. Sehingga yang shahih dari sekian riwayat hadits ini adalah tanpa penyebutan jumlah kambing untuk aqiqah Al Hasan dan Al Husain.

Maka pendapat yang kuat dalam permasalahan ini adalah pendapat jumhur ulama, bahwasanya sunnah aqiqah tidaklah terpenuhi kecuali dengan menyembelih dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan, namun jika memang tidak mampu maka boleh baginya menyembelih satu kambing. Berdasarkan firman Allah:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [Ath Thaghabun: 16]

Tata Cara Aqiqah : Waktu Aqiqah

Tata cara aqiqah terkait masalah waktu penyembelihan adalah pada hari ketujuh dihitung dari hari kelahirannya. Berdasarkan hadits Nabi shallallahu aalaihi wa sallam: 

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih baginya pada hari ketujuhnya.”HR. Abu Dawud no. 2838 dari Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1522)

Berlandaskan hadits ini dan selainnya, waktu penyembelihannya adalah pada hari ketujuh dan tidak boleh dilakukan sebelum hari ketujuh. Apabila tidak mampu menyembelih pada hari ketujuh, dia menyembelih kapan saja ia mampu sebagai sesuatu yang wajib. (al-Muhalla 7/523)

Apabila dia baru mampu menyembelih setelah hari ketujuh, ia melakukannya kapan saja ia mampu tanpa menentukan hari tertentu. Adapun yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda (yang artinya), “Disembelih pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh satu,” hadits ini lemah sehingga tidak bisa menjadi landasan hukum. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan (9/303) dan ath-Thabarani dalam Mu’jam ash-Shaghir dari hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu. Dalam sanadnya ada rawi bernama Ismail bin Muslim al-Makki, dia dhaif (lemah). (lihat Irwaul Ghalil4/395)

Tata Cara Aqiqah : Bacaan Ketika Menyembelih Hewan aqiqah

Disunnahkan saat menyembelih hewan aqiqah dengan membaca:

بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَن

Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan

(Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan)
Penyebutan ‘fulaan’ itu diganti dengan nama anak yang diaqiqohi tersebut.

Tata Cara Aqiqah: Membagikan Daging Aqiqah

Pembahasan tata cara aqiqah kali ini adalah tentang membagikan daging aqiqah. Daging hewan aqiqah diberikan kepada para tetangga dan orang-orang miskin. Orang yang mengaqiqahi dan keluarganya diperbolehkan memakan sebagian daging tersebut.

Daging aqiqah boleh dibagikan dalam keadaan masih mentah atau sudah matang. Bahkan, boleh juga dimasak dengan dicampur sesuatu selain daging aqiqah.

Hanya saja, dibagikan dalam keadaan matang tentu lebih baik karena tidak merepotkan para tetangga dan orang-orang miskin untuk memasaknya. Dengan demikian, diharapkan mereka lebih senang karena tidak perlu repot memasaknya. (lihat Tuhfatul Maudud hlm. 50 dan 55 cet. al-Mu’ayyad)

Dibolehkan juga dia mengundang orang untuk memakan daging aqiqah. Hal ini berlandaskan atsar Mu’awiyah bin Qurrah, ia berkata, “Ketika lahir anakku, Iyas, aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku memberi mereka makan….” (Shahih al-Adab al-Mufradno. 950)

Namun, disebutkan bahwa walimah yang tidak terkait dengan syariat, hanya adat. Maka yang demikian boleh dilaksanakan selama:

a) Tidak memberatkan
b) Tidak ada keyakinan tertentu bahwa walimah itu bisa menyebabkan hal tertentu (menolak musibah, dsb).
c) Orang yang meninggalkan atau tidak mengerjakannya tidaklah dicela.
d) Tidak ada acara-acara pendukung di dalamnya yang mengandung kesyirikan, acara yang diada-adakan yang dianggap ibadah, atau kemaksiatan.
e) Tidak dijadikan sebagai sunnah (kebiasaan terus menerus dan dijadikan syiar)

Hikmah Aqiqah

Aqiqah adalah ibadah, semua ibadah mengandung makna dan hikmah. Diantara hikmah melaksanakan aqiqah adalah:

  1. Menghidupkan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang beliau lakukan dan beliau perintahkan umatnya untuk melakukannya.
  2. Bentuk berkurban bagi anak untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla di saat awal ia terlahir di dunia.
  3. Aqiqah akan melepaskan anak dari statusnya yang tergadaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Semua anak tergadaikan dengan akikahnya.” (Sahih, HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Majah).”

Akhir kata, semoga anak-anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah yang bermanfaat untuk agama, orang tua dan manusia pada umumnya. Menjadi anak yang senantiasa menjaga diri dan menjauh dari kesyirikan agar selamat di di dunia dan akhirat. Amiin. AHJ

Sumber:  Berbagai sumber bacaan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.