oleh

Siapakah Ulama? Pentingnya Mengenal Sosok Pembimbing Umat

Tidak diragukan lagi bahwa urgensi keberadaan ulama di tengah umat adalah sebuah tuntutan. Kebaikan dan kemaslahatan baik dalam urusan dunia ataupun agama akan terwujud di sebuah negeri melalui ilmu dan bimbingan mereka.

Ulama sebagai pewaris nabi  kedudukannya di tengah umat bagaikan pelita di gelap gulita.

Namun siapakah yang pantas mendapat gelar ulama, apa ciri-ciri mereka, dan bagaimana peran mereka di tengah-tengah umat?  Berikut ini kami sajikan sedikit penjelasan tentang  hakekat ulama umat.

Siapakah Ulama?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا يَخۡشَى اللّٰهَ مِنۡ عِبَادِهِ الۡعُلَمٰٓؤُا ‏

“Sesungguhnya di antara hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama.” (Fathir:28)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat ini, “Setiap orang yang lebih berilmu tentang Allah, maka dia  lebih banyak rasa takut kepada-Nya yang berkonsekuensi ia akan menjauhi dosa dan mempersiapkan diri berjumpa dengan yang ia takuti (Allah).”1

Tentu Ulama adalah sosok hamba yang paling mengenal Allah Ta’ala di atas bimbingan ilmu dan lebih mengerti  tentang syariat-Nya. Dengan dorongan  ilmu itulah yang  menjadikan para ulama  sebagai hamba yang paling takut dan bertakwa kepada Allah ta’ala, sebagaimana dipertegas pada ayat di atas.

Syaikh Abdus Salam bin Barjas rahimahullah, seorang ulama terkemuka di masa ini pernah mengatakan,

“Orang yang pantas mendapat gelar sebagai ulama di zaman ini —dan saya katakan sejujurnya—sangat sedikit, bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan langka. Hal itu karena ada beberapa kriteria seorang alim yang mayoritasnya tidak terwujud pada kebanyakan orang yanng menisbatkan diri kepada ilmu  saat ini.

Seorang ulama bukanlah orang yang hanya pandai berbicara, fasih dalam khutbah, atau mahir dalam ceramah. Bukan pula mereka yang hanya menulis buku, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang menelaah manuskrip kitab-kitab dan  memberi catatan kaki padanya.

Karena menilai seorang ulama sebatas hal-hal tersebut adalah persepsi salah yang dipahami kebanyakan orang. Akibatnya, banyak orang teperdaya oleh para orator dan penulis yang sebenarnya mereka bukan ulama, kemudian mereka dijadikan tokoh yang dipuja-puja.

Di antara ciri-ciri ulama hakiki adalah mereka yang:

  1. Sangat mendalami ilmu syar’i
  2. Memahami keseluruhan hukum Al-Qur’an dan as-Sunnah
  3. Mengetahui tentang hukum yang telah terhapus dan menghapus,   mutlak, serta masalah yang global ataupun  terperinci
  4. Mengetahui pendapat para salaf tentang hal-hal yang telah mereka sepakati maupun perselisihkan.”2

Keutamaan dan Kedudukan Ulama

Allah Ta’ala berfirman di dalam kitab-Nya,

يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ

“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu beberapa derajat.” (al-Mujadilah:11)

Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Kedudukan para Ulama di atas orang-orang mukmin adalah 700 derajat, dan jarak  antara satu derajat dengan derajat lainnya adalah 100 tahun.”3

Orang yang Berilmu Disandingkan setelah Nama Allah dan Malaikat.

Allah Ta’ala berfirman,

شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّه لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالۡمَلٰٓٮِٕكَةُ وَاُولُوا الۡعِلۡمِ قَآٮِٕمًا ۢ بِالۡقِسۡطِ

“Allah telah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia dan sebagai penegak keadilan demikian pula para malaikat serta orang-orang yang berilmu (juga bersaksi demikian).” (Ali Imran:18)

Al-Imam Badrudin bin Jamaah rahimahullah berkata,

“Allah memulai dengan Diri-Nya, lalu menyambungnya dengan malaikat-malaikat-Nya, kemudian orang-orang yang berilmu. Ini sudah cukup sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan, keagungan dan kehormatan bagi mereka.”4

Beda antara Orang yang Berilmu dan yang tidak  berilmu

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

“Bahwasannya Allah Ta’ala meniadakan persamaan antara ulama dengan selain mereka, sebagaimana Allah Ta’ala meniadakan persamaan antara penghuni surga dan penghuni neraka. Allah Ta’ala berfirman, 

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِى الَّذِيۡنَ يَعۡلَمُوۡنَ وَالَّذِيۡنَ لَا يَعۡلَمُوۡنَ

“Katakan (wahai nabi) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.”(az-Zumar:9)

Sebagaimana juga Allah Ta’ala berfiman,

لَا يَسۡتَوِىۡۤ اَصۡحٰبُ النَّارِ وَاَصۡحٰبُ الۡجَـنَّةِ 

“Tidak akan sama antara penduduk neraka dan penduduk surga.” (al-Hasyr:20).

Ini menunjukkan tingginya keutamaan ulama dan kemuliaan mereka.”5


Baca Juga: 14 Keutamaan Menuntut Ilmu Agama (Thalabul Ilmi) Beserta Dalilnya


Ulama Menjadi Rujukan Umat

Allah Ta’ala berfirman:

فَسۡـــَٔلُوۡۤا اَهۡلَ الذِّكۡرِ اِنۡ كُنۡتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَۙ‏

“Maka bertanyalah kalian kepada ahli zikir (yang berpengatahuan) jika kalian tidak mengetahui.” (an-Nahl:43)

Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya,

“Sesungguhnya Allah memerintahkan orang yang tidak mengetahui untuk kembali dan merujuk kepada mereka (ulama) dalam segala hal. Dan dalam ayat ini terkandung pujian dan rekomendasi bagi para ulama, karena Allah memerintahkan untuk bertanya kepada mereka.”6

Ulama Adalah Pewaris Para Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ العلماءَ ورثةُ الأنبياءِ وإنَّ الأنبياءَ لم يُورِّثوا دينارًا إنما وَرَّثوا علمًا

“Sesungguhnya para ulama  adalah pewaris para nabi, dan para nabi  tidaklah mewariskan dinar maupun dirham. Namun mereka mewariskan ilmu.”7

Badruddin al-Kinani rahimahullah mengatakan,

“Cukup bagimu dengan derajat ini sebagai kemuliaan dan kebanggaan, dan dengan kedudukan ini sebagai kehormatan dan penghargaan, karena tidak ada derajat yang lebih tinggi dari derajat kenabian, maka tidak ada kemuliaan diatas kemuliaan pewaris martabat tersebut.”8

Ulama Tergolong Manusia Terbaik

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا يَخۡشَى اللّٰهَ مِنۡ عِبَادِهِ الۡعُلَمٰٓؤُا ‏

“Sesungguhnya di antara hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama” (Fathir:28)

Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

اُولٰٓٮِٕكَ هُمۡ خَيۡرُ الۡبَرِيَّةِ ؕ‏ ٧  جَزَآؤُهُمۡ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ جَنّٰتُ عَدۡنٍ تَجۡرِىۡ مِنۡ تَحۡتِهَا الۡاَنۡهٰرُ خٰلِدِيۡنَ فِيۡهَاۤ اَبَدًا ​ؕ رَضِىَ اللّٰهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُوۡا عَنۡهُ ​ؕ ذٰلِكَ لِمَنۡ خَشِىَ رَبَّهٗ‏ ٨

“Mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Allah adalah jannah Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (al-Bayyinah:7-8)

Al-Imam Badruddin bin Jamaah al-Kinani rahimahullah mengatakan,

“Kedua ayat ini (Fathir ayat 28 dan al-Bayyinah ayat 7-8) menunjukkan bahwa para ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah ta’ala, dan orang-orang yang takut kepada Allah ta’ala adalah sebaik-baik makhluk. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ulama adalah sebaik-baik manusia.”9

Allah Menjaga Agama dengan Keberadaan Para Ulama

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa para ulama adalah orang-orang terpercaya sebagai pengemban ilmu agama, menjaga dan membentengi agama ini dari berbagai perubahan dan penyimpangan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يحمِلُ هذا العلمَ من كلِّ خلَفٍ عدولُه ينفونَ عنهُ تحريفَ الغالينَ وانتحالَ المبطلينَ وتأويلَ الجاهلينَ

“Ilmu agama ini akan terus dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari setiap generasi, yang selalu berjuang membersihkan agama ini dari tahriful ghalin (penyelewengan orang yang menyimpang). Intahul Mubthilin (Kedustaan orang-orang yang berada di atas kebatilan). Ta’wilul Jahilin (takwil  yang salah  orang-orang jahil).”10

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إنَّ اللَّهَ يبعَثُ لِهذِه الأمَّةِ على رأسِ كلِّ مائةِ سَنةٍ من يجدِّدُ لَها دينَها

“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan disetiap awal seratus tahun orang yang akan memperbarui agama umat ini.”11

Hal ini dapat kiya ketahui bahwa Allah Ta’ala akan terus menjaga kemurnian agama-Nya dari para perusak agama dengan memunculkan para ulama di setiap generasi yang akan membimbing dan mengarahkan umat ini.

Abu Muslim al-Khaulani rahimahullah berkata,

“Permisalan Para Ulama di muka bumi bagaikan bintang di langit, manakala bintang-bintang itu tampak bagi manusia, mereka akan mengetahui petunjuk dan arah melalui bintang itu, dan jika bintang tidak tampak, mereka akan kebingungan.”12

Alhamdulillah di setiap generasi dan zaman, Allah Ta’ala selalu memilih sejumlah orang yang kehendaki-Nya sebagai pelita dan cahaya kegelapan,  dengan  penunjuk dan pemandu dalam perjalanan setiap manusia menuju keridhaan Allah ta’ala, mereka adalah ulama.

Itulah beberapa kriteria para ulama pelita umat. Semoga Allah membalas jasa dan pengorbanan para ulama demi tegaknya agama Allah di muka bumi dengan sebaik-baik balasan di surga nanti.  Demikian tulisan ringkas ini semoga menjadi pencerahan bagi kaum muslimin dalam menilai dan memilih ulama sebagai panutan dan rujukan dalam agama.

Penulis: Andi Subagyo

Referensi:

  1. Kitab Taisir Karimir Rahman fit Tafsiri Kalamil Mannan, Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’dy rahimahullah, (Wafat 1376H)
  2. Kitab Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, Karya Asy-Syaikh Badrudin Ibnu Jamaah rahimahullah, (Wafat 1333H)
  3. Buku “Mereka Adalah Teroris”, Karya Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah , Cetakan tahun 2005

 

Footnotes

  1. Taisir Karimir Rahman fit Tafsiri Kalamil Mannan, Karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’dy rahimahullah (Wafat 1376 H / 1956 M)
  2. Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal. 8
  3. Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, karya Syaikh Badrudin bin Jamaah al-Kinani asy-Syafi’i (W.733H) hlm. 82, Cet. Darul Alamiyah
  4. Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, karya Syaikh Badrudin bin Jamaah al-Kinani asy-Syafi’i (W.733H) hlm. 82-83, Cet. Darul Alamiyah
  5. Miftah Daar as-Sa’adah, 1/49, Cetakan al-Ilmiyah
  6. Taisir Karimir Rahman fit Tafsiri Kalamil Mannan, hlm. 441, Cetakan Muassasah ar-Risalah
  7. HR. Abu Dawud, Ibnu hajar menegaskan bahwa hadits tersebut shahih, asy-Syaikh al-Albani menyatakannya shahih dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3641
  8. Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, hlm 85. Cet. Darul Alamiyah
  9. Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, hlm 83. Cet. Darul Alamiyah
  10. HR. Ibnu Ady dalam Al-Kamil I/145-148, asy-Syaikh Al Albani menyatakannya shahih dalam Misykatul Mashabih.
  11. HR. Abu Dawud dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, asy-Syaikh al-Albani menyatakannya shahih dalam Shahihul Jami’ no. 1874
  12. Tadzkiratus Sami’ wal mutakallim fi adabil ‘alim wal muta’allim, hlm 89. Cet. Darul Alamiyah