oleh

Pakaian Isbal dalam Islam: Teladan dan Ancaman dari Rasulullah

Pakaian dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat penting, bukan hanya sebagai penutup tubuh, tetapi juga sebagai identitas dan wujud ketaatan terhadap syariat Islam. Menutup aurat merupakan syariat yang diperintahkan secara tegas. Salah satu aspek yang menjadi sorotan dalam konteks ini adalah hukum memakai pakaian isbal bagi laki-laki, yang merujuk pada pakaian yang terlalu panjang hingga menutupi atau melewati mata kaki.

Teladan Rasulullah dalam Menegakkan Batas-Batas Syariat

Perlu diketahui bahwa memakai pakaian di atas mata kaki adalah tuntunan langsung terhadap kaum laki-laki dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan terbaik. Sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuh hingga tidak terlihat telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa keseharian beliau selalu berpakaian di atas mata kaki berdasarkan banyak dalil yang shahih, diantaranya dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلَ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِزَارِ فِي الكَعْبَيْنِ

Di sinilah letak ujung pakaian, kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga (maka boleh lebih rendah lagi) akan tetapi tidak boleh pakaian tersebut menutupi mata kaki.”1

Dari hadits yang shahih di atas tampak bahwa:

  1. Islam telah menetapkan batas-batas yang jelas terkait dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal berpakaian.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan teladan yang nyata tentang tata cara berpakaian yang pantas bagi seorang muslim,
  3. Ujung pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada agak jauh di atas mata kaki hingga setengah betis.
  4. Rasulullah memberikan keringanan pada panjang pakaian, tetapi beliau juga menetapkan batas yang wajib ditaati, yaitu tidak menutupi mata kaki. Namun, tentu amalan yang lebih utama adalah amalan yang penerapannya lebih sesuai dengan praktik langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka sepantasnya bagi kita yang mengaku umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa menaati dan menjadikan beliau sebagai teladan terbaik dalam kehidupan ini. Allah Ta’ala berfirman di dalam surat al-Ahzab ayat 21,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat serta banyak mengingat Allah.”

Ancaman Tegas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Orang yang Menjulurkan Pakaiannya di Bawah Mata Kaki

Para pembaca sekalian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan konsekuensi bagi mereka yang menjulurkan pakaian di bawah mata kaki, sebagai bagian dari penegakan syariat Islam. Hal ini bisa diperhatikan dari berbagai dalil  yang shahih, diantaranya hadits-hadits berikut ini, yang telah dibagi menjadi dua jenis sesuai dengan pembagian yang disusun oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah yang terkenal dan disegani, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah dalam kitabnya “Syarhul Mumthi” pada bab Satrul Aurot.

  1. Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ

Allah Ta’ala tidak akan melihat orang yang menjulurkan pakaiannya dalam keadaan sombong.” 2

Begitu juga pada lafazh yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الَّذِي يَجُرُّ ثِيَابَةُ مِنَ الْخُيَلَاءِ لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sesungguhnya orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong. Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” 3

Masih banyak lafazh hadits di atas yang semisal di dalam shahih Muslim diantaranya, sabda Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat kelak, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksa yang pedih.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang perkataan di atas sebanyak tiga kali. Lalu Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,

خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟

Mereka sangat merugi dan celaka. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Mereka adalah musbil (orang yang menjulurkan pakaian melebihi mata kaki), orang yang suka mengungkit-ngungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” 4

Musbil adalah sebutan bagi orang yang melakukan isbal.

  1. Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ

Pakaian yang berada di bawah mata kaki itu berada di Neraka.” 5

Dari hadits-hadits di atas kita ketahui bersama terdapat dua bentuk menjulurkan celana yang masing-masingnya memiliki hukuman dan konsekuensi berbeda. Hal ini termasuk dari dosa besar dikarenakan hukuman yang amat berat diterima bagi pelakunya, baik dalam keadaan sombong ataupun tidak.

Bahkan terdapat sebuah hadits dari sahabat Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masingnya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ أَوْ لاَ جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ

Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidak mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan kedua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki, maka tempatnya di neraka, dan apabila pakaian tersebut diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihatnya (pada hari kiamat nanti).” 6

Dalam hadits di atas, terlihat bahwa hukum kasus yang pertama berbeda dengan kasus kedua. Sehingga sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh karena anggapan bahwa berbagai ancaman yang akan didapat adalah khusus bagi orang yang memakai pakaian isbal dengan sombong. 7 Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh imam an-Nawawi di dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin. 8

Namun pendapat ini kurang tepat. Yang benar –Wallahu a’lam bish shawab– sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih bahwa hukum isbal adalah haram, baik dilakukan dengan kesombongan atau tidak. Bahkan isbal dengan kedua jenisnya termasuk dosa besar, karena masing-masing dari perbuatan menjulurkan celana di bawah mata kaki, baik secara sombong atau tidak, sama-sama terkena ancaman dan hukuman yang besar. 9

Catatan

Perlu kami ingatkan di sini, bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti an-Nawawi, beliau tidak menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh jika tidak sombong. Khawatirnya ada yang memahami, bahwa ulama mengatakan demikian, padahal tidak seperti itu. Beliau hanya menyatakan makruh (dibenci) bukan menyatakan boleh berisbal. Mungkin ada sebagian pihak yang memilih pendapat beliau, memahami demikian. Kesimpulannya, hendaklah kita menjauhi perkara makruh tersebut, dan Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk melakukannya. Amiin.

Marilah Semangat untuk Mengagungkan dan Mengikuti Ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

 “Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (An-Nisa: 80)

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi (menyalahi) perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

Dan jika kamu taat kepadanya (Rasul), niscaya kamu akan mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan sebatas menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas dan terang.” (An-Nur: 54) 

Dahulu manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,,

لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ

Tidak akan aku biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku akan mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” 10

Perhatian Besar Sahabat Terkait Perkara Isbal

Di dalam shahih Bukhari dan shahih Ibnu Hibban, diceritakan mengenai kematian sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu setelah dibunuh oleh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatangi beliau menjelang kematiannya. Datang pula seorang pemuda. Setelah Umar mengobrol dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata,

رُدُّوا عَلَيَّ الْغُلَامَ

Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata, 

 

يَا ابْنَ أَخِي ارْفَعْ ثَوْبَكَ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ، وَأَتْقَى لِرَبِّكَ

Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya hal itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan lebih bertaqwa kepada Rabbmu.11

Ancaman Isbal Hanya Khusus bagi Pria

Berbagai ancaman yang terdapat di beberapa dalil di atas hanyalah ditujukan bagi kalangan laki-laki yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki. Adapun bagi wanita, Rasulullah memberikan keringanan bagi mereka untuk menjulurkan pakaian melebihi mata kaki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ؟ قَالَ: يُرْخِينَ شِبْرًا، فَقَالَتْ: إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ، قَالَ: فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ

Allah tidak akan melihat kepada orang yang menjulurkan kainnya dengan rasa sombong.

Ummu Salamah bertanya, “Lalu apa yang harus dilakukan kaum wanita dengan dzail (lebihan kain bagian bawah) mereka?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka boleh memanjangkannya satu jengkal.”

Ummu Salamah kembali berkata, “Kalau begitu telapak kaki mereka akan terlihat!

Beliau bersabda, “Mereka boleh memanjangkannya sehasta, dan jangan mereka melebihkan di atas itu.12

Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani Asy-Syafi’i menjelaskan,

Ummu Salamah menanyakan hukumnya bagi wanita dikarenakan kebutuhan mereka untuk isbal (menjulurkan) pakaiannya guna menutup aurot. Sebab semua bagian kaki wanita adalah aurot . Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada Ummu Salamah bahwa hukum isbal bagi mereka tidak sebagaimana hukum isbal bagi laki-laki. Dan dalam hal ini, Qodhi ‘Iyadh telah menukil ijma’ Ulama bahwa larangan isbal ini hanya berlaku bagi laki-laki dan tidak bagi wanita.13

Kesimpulan

Jadi, masalah isbal (pakaian yang melebihi mata kaki) bagi laki-laki adalah perkara amat penting yang semestinya diperhatikan setiap muslim. Ketika perkara tersebut terdapat padanya ancaman yang besar ketika dilakukan, maka hendaknya untuk dijauhi dan berusaha untuk meninggalkannya. Cukuplah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi teladan kita. Begitu pula dengan para salaf (sahabat) yang mengikuti beliau dengan baik. Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Amiin.

Penutup

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, Semoga Allah memberikan kepada kita rizki yang baik, ilmu yang bermanfaat, amalan yang diterima di sisi-Nya dan taufik untuk selalu berpegang teguh di atas ajaran rasul-Nya, mohon maaf atas kekurangan. Wallahu Ta’ala a’lam bis shawab.

Penulis: Kiki Waliyullah Bengkulu (KWB)

Referensi:

  1. Shahih al-Bukhari karya Muhammad bin Ismail bin Ibrohim Abu Abdilah (W. 256 H) rahimahullah.
  2. Shahih Muslim karya Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairy an-Naisabury (W. 271 H) rahimahullah.
  3. Sunan at-Tirmidzi karya Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulaimi at-Tirmidzi (W. 279 H) rahimahullah.
  4. Sunan abi Dawud karya Sulaiman bin Asy-ats abu Dawud as-Sijsitani (W. 275 H) rahimahullah.
  5. Sunan ibnu Hibban karya Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Muadz bin Ma’bad at-Tamimi (W. 354 H) rahimahullah.
  6. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim karya Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah (W. 676 H)
  7. Syarh Riyadhus Shalihin karya Muhammad bin Shalih bin Muhammad rahimahullah (1347-1421 H/1928-2001 M)
  8. Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i rahimahullah (773-852 H/1372-1449 M)

 

Footnotes

  1. HR. at-Tirmidzi no. 1783 dari sahabat Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan syaikh al-Albani rahimahullah. هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ رَوَاهُ الثَّوْرِيُّ، وَشُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ

  2. HR. Muslim no. (2085) -42 dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu.
  3. HR. Muslim no. (2085) -43 dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu.
  4. HR. Muslim no. 106 dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu.
  5.  HR. al-Bukhari no. 5787 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. 

  6.  HR. Abu Daud no. 4095 dari sahabat Abu Said al-Kudri radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jami ash-Shogir, 921.

  7. Syarah Shahih Muslim lin Nawawi (14/62)

    الْحَدِيثَ الصَّحِيحَ أَنَّ الْإِسْبَالَ يَكُونُ فِي الْإِزَارِ والقميص والعمامة وأنه لايجوز إِسْبَالُهُ تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ إِنْ كَانَ لِلْخُيَلَاءِ فَإِنْ كان لغيرها فهومكروه وَظَوَاهِرُ الْأَحَادِيثِ فِي تَقْيِيدِهَا بِالْجَرِّ خُيَلَاءَ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ التَّحْرِيمَ مَخْصُوصٌ بِالْخُيَلَاءِ وَهَكَذَا نَصَّ الشافعى على الفرق كماذكرنا

  8. Riyadhus Shalihin hal. 249 (Bab. 119)

    باب صفة طول القميص والكُم والإزار وطرف العمامة وتحريم إسبال شيء من ذلك على سبيل الخيلاء وكراهته من غير خيلاء

  9. Syarh Riyadhus Shalihin (4/287-288)

    والصحيح أنه حرام سواء أكان لخيلاء أم لغير خيلاء بل الصحيح أنه من كبائر الذنوب لأن كبائر الذنوب كل ذنب جعل الله عليه عقوبة خاصة به وهذا عليه عقوبة خاصة ففيه الوعيد بالنار إذا كان لغير الخيلاء وفيه وعيد بالعقوبات الأربع إذا كان خيلاء لا يكلمه الله يوم القيامة ولا ينظر إليه ولا يزكيه وله عذاب أليم

  10. HR. Abu Dawud dalam sunannya no. 2970 dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad bin al-Haj Nuh al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 2631

  11. HR. al-Bukhari di dalam shahihnya no. 3700.

  12. HR. at-Tirmidzi no. 1731 dan disahihkan oleh Imam al-Albani rahimahullah
  13. Fathul Bari 10/259

    فَسَأَلَتْ عَنْ حُكْمِ النِّسَاءِ فِي ذَلِكَ لِاحْتِيَاجِهِنَّ إِلَى الْإِسْبَالِ مِنْ أَجْلِ سَتْرِ الْعَوْرَةِ لِأَنَّ جَمِيعَ قَدَمِهَا عَوْرَةٌ فَبَيَّنَ لَهَا أَنَّ حُكْمَهُنَّ فِي ذَلِكَ خَارِجٌ عَنْ حُكْمِ الرِّجَالِ فِي هَذَا الْمَعْنَى فَقَطْ وَقَدْ نَقَلَ عِيَاضٌ الْإِجْمَاعَ عَلَى أَنَّ الْمَنْعَ فِي حَقِّ الرِّجَالِ دُونَ النِّسَاءِ