oleh

Mutiara Faidah dari Surat Al-Falaq

-Tafsir-1,046 views

Surat al-Falaq ini terdiri dari 5 ayat dan termasuk surat-surat Makkiyah (surat yang diturunkan sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah).1 Surat al-Falaq dan an-Nas disebut juga dengan al-Mu’awwidzatain.

Nama al-Falaq diambil dari kata al-falaq yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya waktu subuh. Pokok-pokok isinya adalah perintah agar kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala macam kejelekan.

Sebab Turunnya Surat Al-Falaq

Imam Abu Muhammad al-Baghawi asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 510 H),

“Sahabat Ibnu Abbas dan Aisyah radhiyaallahu ‘anhum berkata, ‘Dahulu ada seorang anak laki-laki dari kalangan Yahudi yang merangkak menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia terus merangkak sampai ia mengambil rambut yang jatuh tersisir dari kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beberapa gigi dari wadah tempat menyimpan sisir beliau.

Kemudian anak tersebut memberikan (rambut dan gigi tersebut) kepada orang Yahudi. Lalu orang Yahudi tadi menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kedua benda tersebut (rambut dan gigi beliau). Dan yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Labid bin al-A’sham, yaitu seorang pemuda dari kaum Yahudi. Maka turunlah dua surat ini (surat an-Nas dan surat al-Falaq).”2

Salah seorang ulama ahli tafsir al-Qur’an Imam Abu Abdillah al-Qurthubi rahimahullah berkata (600-671 H),

“Telah tetap dalam as-Sahihain dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh seorang Yahudi dari kalangan Bani Zuraik. Dikatakan bahwa orang itu bernama Labid bin al-A’sham.

Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghayalkan seolah-olah sedang melakukan sesuatu padahal tidak. Keadaan tersebut beliau alami selama waktu yang Allah takdirkan -pada selain as-Sahih- keadaan tersebut beliau alami selama setahun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha,

‘Wahai Aisyah, apakah engkau tahu bahwasanya Allah telah menghilangkan apa yang aku minta agar Allah menghilangkannya. Datang kepadaku dua malaikat, yang satu duduk di dekat kepala dan yang satunya duduk di dekat kaki.

Malaikat yang berada di dekat kepala berkata kepada malaikat yang berada di dekat kaki,

‘Bagaimana keadaan lelaki ini (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)?’ ‘Dia disihir.’

‘Siapa yang melakukannya?’ ‘Labid bin al-A’sham.’

‘Apa media yang digunakan Labid bin bin al-A’sham untuk menyihirnya?’ ‘dengan sisir dan rambut yang rontok dari kepala Nabi serta kulit tipis yang ada di mayang kurma yang diletakkan di bawah batu pada bibir sumur Dzi Arwan.’ 3

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendatangi sumur tersebut dan mengeluarkan rajah tersebut.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Tidakkah engkau mengetahui wahai Aisyah, bahwasanya Allah telah mengabarkan obatnya kepadaku?’. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabat Ali, Zubair, dan Ammar bin Yasir untuk menguras air sumur tersebut. Tiba-tiba airnya berubah menjadi merah seakan-akan telah dicelupkan inai padanya.

Ketiga sahabat itu juga mengangkat batu besar tadi -batu yang berada di dasar sumur yang digunakan sebagai tempat berdirinya orang yang hendak mengambil minum- dan mengeluarkan benda berongga yang berbentuk pipa, di dalamnya terdapat rambut dan gigi Nabi serta tali yang diikat sebanyak sebelas ikatan pada sebuah jarum. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan dua surat ini.”4

Kandungan Surat Al-Falaq per Ayat

Untuk mengetahui kandungan surat al-Falaq ini, kita akan membahasnya satu ayat demi satu ayat.


Baca juga: Tafsir Surat al-Kafirun (Makkiyyah)


Ayat Pertama

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

“Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai waktu subuh’.” (al-Falaq: 1)

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna al-Falaq dalam ayat di atas. Namun pendapat yang lebih kuat adalah waktu subuh.

Imam tafsir al-Qur’an Ibnu Katsir asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 774 H),

“Ibnu Jarir berkata, ‘Yang benar adalah pendapat pertama. Bahwasanya makna al-Falaq adalah waktu subuh. Inilah pendapat yang benar, ini juga pendapat yang dipilih oleh al-Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya.”5

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,

{قُلْ} Katakanlah dalam rangka memohon pertolongan {أَعُوذُ} aku berlindung {بِرَبِّ الْفَلَقِ} kepada penguasa biji-bijian dan waktu subuh.”6

Ayat Kedua

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

“Dari kejahatan makhluk-makhluk-Nya.” (al-Falaq: 2)

Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 774 H),

“Yaitu berlindung dari kejelekan seluruh makhluk. Imam Tsabit al-Bunani dan al-Hasan al-Bashri berkata, ‘(berlindung dari) Neraka Jahannam, Iblis dan keturunannya, serta (berlindung dari) semua kejelekan yang Allah ciptakan.”7

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,

“Ayat ini mencakup (perintah untuk memohon perlindungan dari) seluruh makhluk yang Allah ciptakan, baik manusia, jin, dan hewan. Maka mintalah perlindungan dari kejelekan makhluk ciptaan-Nya kepada Dzat Yang Menciptakannya.”8

Ayat Ketiga

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

“Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita.” (al-Falaq: 3)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,

“Yaitu (mohon perlindungan) dari kejelekan yang ada pada waktu malam. Ketika manusia merasa takut dan banyak ruh jahat tersebar serta hewan-hewan yang berbahaya.”9

Ayat Keempat

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembuskan buhul-buhulnya.” (al-Falaq: 4)

Imam Abu Muhammad al-Baghawi asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 510 H),

“Yakni (memohon perlindungan) dari kejelekan para penyihir yang mereka menghembuskan sihir pada buhul (yang terbuat) dari benang dan membacakan mantra-mantra padanya.

Abu Ubaidah berkata, ‘para penyihir wanita tersebut adalah anak-anak perempuan dari Labid bin al-A’sham. Merekalah yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”10

Ayat Kelima

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (al-Falaq: 5)

Imam Abu Muhammad al-Baghawi asy-Syafi’i rahimahullah berkata (W 510 H),

 “(Berlindung dari kejahatan pendengki) yaitu kaum Yahudi, karena sungguh mereka dahulu dengki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”11

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,

الحَاسِدٍ pelaku hasad adalah orang yang senang atas hilangnya nikmat yang ada pada orang lain. Bahkan dia berusaha untuk menghilangkan kenikmatan tersebut dengan berbagai cara. Sehingga kita butuh terhadap pertolongan Allah Ta’ala dari kejelekan mereka agar dapat menggagalkan tipu dayanya.

Orang yang memiliki penyakit ‘ain tergolong ke dalam kategori orang hasad. Karena, tidaklah penyakit ‘ain itu muncul kecuali dari orang hasad yang memiliki perangai buruk dan jiwa yang jelek. Ini merupakan suatu bentuk hasad. Sehingga ayat ini terkandung padanya permohonan perlindungan dari seluruh bentuk kejelekan, baik yang bersifat umum ataupun khusus.

Ayat ini juga menunjukkan bahwasanya sihir itu benar-benar ada dan dikhawatirkan bahayanya. Maka mintalah pertolongan kepada Allah dari sihir dan para pelakunya.”12

Setelah kita mengetahui penjelasan para ulama terhadap surat al-Falaq di atas, maka kita dapat mengambil banyak faidah penting, di antaranya:

  1. Surat al-Falaq adalah surat yang agung, di dalamnya terdapat perintah untuk memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari segala bentuk kejelekan.
  2. Surat ini juga menjelaskan bahwasanya praktik sihir itu benar-benar ada dan memberikan dampak yang buruk dengan izin Allah Ta’ala.
  3. Praktik sihir sudah ada sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini.
  4. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk membaca surat ini pada saat zikir pagi, petang, dan sebelum tidur. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang sahih.

Demikianlah mutiara faidah dari para ulama terkait tafsir dan penjelasan surat al-Falaq. Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari segala macam kejelekan. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

LHL-AAA/ATH

Penulis: Lekat Hidayat Lampung

Referensi

  • Ma’alim at-Tanzhil fii Tafsiril Qur’an karya Imam Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi rahimahullah (W 510 H).
  • Dzahiratul Uqba fii Syarhi al-Mujtaba karya Syaikh Muhammad bin Ali bin Adam al-‘Ityubi rahimahullah.
  • Tafsirul Qur’anil Adzhim karya Imam Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir rahimahullah (W 774 H).
  • Taisir Karimir Rahman fii Tafsiril Kalamil Mannan karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir bin Abdillah as-Sa’di rahimahullah (W 1376 H).
  • Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Bakr al-Qurthubi rahimahullah.

Footnotes

  1. Sebagian ulama berpendapat bahwa surat al-Falaq termasuk golongan surat al-Makkiyah, sedangkan ulama yang lain menggolongkannya sebagai surat al-Madaniyah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya (20/251).

    وَهِيَ مَكِّيَّةٌ فِي قَوْلِ الْحَسَنِ وَعِكْرِمَةَ وَعَطَاءٍ وَجَابِرٍ. وَمَدَنِيَّةٌ فِي أَحَدِ قَوْلَيِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَقَتَادَةَ.

  2. Ma’alim at-Tanzil fi Tafsiril Qur’an (5/332-333 ).

    قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، وَعَائِشَةُ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-: كَانَ غُلَامٌ مِنَ الْيَهُودِ يَخْدِمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [فَدَبَّتْ] إِلَيْهِ الْيَهُودُ، فَلَمْ يَزَالُوا بِهِ حَتَّى أَخَذَ مُشَاطَةَ رَأْسِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِدَّةَ أَسْنَانٍ مِنْ مُشْطِهِ، فَأَعْطَاهَا الْيَهُودَ فَسَحَرُوهُ فِيهَا، وَتَوَلَّى ذَلِكَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، رَجُلٌ مِنْ يَهُودَ، فَنَزَلَتِ السُّورَتَانِ فِيهِ

  3. Dzahiratul Uqba fi Syarhi al-Mujtaba (32/55).

    و”الرَّاعُوفة”: حجر يوضع على رأس البئر، لا يُستطاع قلعه، يقوم عليه المستقي، وقد يكون في أسفل البشر. قال أبو عُبيد: هي صخرة تنزل في أسفل البشر إذا حُفرت، يجلس عليها الذي يُنظف البئر، وهو حجر يوجد صلبًا، لا يُستطاع نزعه، فيُترك.

  4. Al-Jami’ Lil Ahkamil Qur’an (20/253).

    ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَحَرَهُ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ، يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، حَتَّى يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُ الشَّيْءَ وَلَا يَفْعَلُهُ، فَمَكَثَ كَذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَمْكُثَ- فِي غَيْرِ الصَّحِيحِ: سَنَةً- ثُمَّ قَالَ: (يَا عَائِشَةُ أُشْعِرْتُ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ. أَتَانِي مَلَكَانِ، فَجَلَسَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي، وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلِي، فَقَالَ [الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلِي]: مَا شَأْنُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ. قَالَ وَمَنْ طَبَّهُ؟ قَالَ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ. قَالَ فِي مَاذَا؟ قَالَ فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ وَجُفِّ طَلْعَةِ ذكر، تحت راعوفة في بئر ذي أوران فَجَاءَ الْبِئْرَ وَاسْتَخْرَجَهُ. انْتَهَى الصَّحِيحِ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: (أَمَا شَعَرْتِ يَا عَائِشَةُ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَخْبَرَنِي بِدَائِي). ثُمَّ بَعَثَ عَلِيًّا وَالزُّبَيْرَ وعمار ابن يَاسِرٍ، فَنَزَحُوا مَاءَ تِلْكَ الْبِئْرِ كَأَنَّهُ نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، ثُمَّ رَفَعُوا الصَّخْرَةَ وَهِيَ الرَّاعُوفَةُ- صَخْرَةٌ تُتْرَكُ أَسْفَلَ الْبِئْرِ يَقُومُ عَلَيْهَا الْمَائِحُ»

    ، وَأَخْرَجُوا الْجُفَّ، فَإِذَا مُشَاطَةُ رَأْسِ إِنْسَانٍ، وَأَسْنَانٌ مِنْ مُشْطٍ، وَإِذَا وَتَرٌ مَعْقُودٌ فِيهِ إِحْدَى عَشْرَةَ عُقْدَةً مُغْرَزَةً بِالْإِبَرِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى هَاتَيْنِ السُّورَتَيْن

  5. Tafsirul Qur’anil Azhim (8/ 535)

    قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَالصَّوَابُ الْقَوْلُ الْأَوَّلُ، أَنَّهُ فَلَقُ الصُّبْحِ. وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ، وَهُوَ اخْتِيَارُ الْبُخَارِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، فِي صَحِيحِهِ

  6. Taisir Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan (937)

    أي: {قل} متعوذًا {أَعُوذُ} أي: ألجأ وألوذ، وأعتصم {بِرَبِّ الْفَلَقِ} أي: فالق الحب والنوى، وفالق الإصباح.

  7. Tafsirul Qur’anil Azhim (8/ 535).

    أَيْ: مِنْ شَرِّ جَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ. وَقَالَ ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، وَالْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ: جَهَنَّمُ وَإِبْلِيسُ وَذُرِّيَّتُهُ مِمَّا خَلَقَ.

  8. Taisir Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan (937).

    وهذا يشمل جميع ما خلق الله، من إنس، وجن، وحيوانات، فيستعاذ بخالقها، من الشر الذي فيها،

  9. Taisir Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan (937).

    أي: من شر ما يكون في الليل، حين يغشى الناس، وتنتشر فيه كثير من الأرواح الشريرة، والحيوانات المؤذية.

  10. Ma’alim at-Tanzil fii Tafsiril Qur’an (5/335).

    يَعْنِي السَّوَاحِرَ اللَّاتِي يَنْفُثْنَ فِي عُقَدِ الْخَيْطِ حِينَ يَرْقَيْنَ عَلَيْهَا. قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: هُنَّ بَنَاتُ لَبِيدِ بْنِ الْأَعْصَمِ سَحَرْنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

  11. Ma’alim at-Tanzil fii Tafsiril Qur’an (5/335).

    يَعْنِي الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَحْسُدُونَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم.

  12. Taisir Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan (937).

    والحاسد، هو الذي يحب زوال النعمة عن المحسود فيسعى في زوالها بما يقدر عليه من الأسباب، فاحتيج إلى الاستعاذة بالله من شره، وإبطال كيده، ويدخل في الحاسد العاين، لأنه لا تصدر العين إلا من حاسد شرير الطبع، خبيث النفس، فهذه السورة، تضمنت الاستعاذة من جميع أنواع الشرور، عمومًا وخصوصًا.