oleh

Liberalisme dan Demokrasi dalam Pandangan Islam

Liberalisme adalah sebuah falsafah politik yang dibangun di atas prinsip kebebasan dan kesetaraan.

Liberalisme berkembang meluas sesuai dengan pemahaman setiap individu terhadap prinsip ini.

Secara umum, mereka mendukung ide dan gerakan yang bersifat bebas. Seperti Kebebasan Berbicara, Kebebasan Pers, Kebebasan Beragama, Pasar Bebas, Hak-hak Sipil, Masyarakat Demokratis, Pemerintahan Sekuler, dan Kesetaraan Gender.

Liberalisme bermula dari sebuah gerakan politik pada masa pencerahan. Pada masa itu liberalisme populer di kalangan filsuf dan ekonom di dunia barat.

Sejarah Liberalisme

Liberalisme identik dengan tokoh pemikir seperti John Locke dan Montesquieu.

Liberalisme sebagai gerakan politik mengalami masa keemasannya pada akhir abad keempat. Ada juga pengakuan bahwa liberalisme merupakan doktrin politik tidak terjadi hingga abad ke-19.

The Glorious Revolution pada tahun 1688 yang terjadi di Inggris menjadi dasar bagi pembentukan negara liberal modern dengan cara konstitusional membatasi kekuasaan monarki, memastikan kekuasaan parlemen, menggolkan Hak Angket, dan mengukuhkan prinsip “Keberpihakan kepada Masyarakat”.

Demikianlah secara singkat nampak bahwa liberalisme tidak dapat muncul tanpa mengebiri hak penguasa. Sehingga Demokrasi merupakan cara yang tepat untuk melakukannya.

Liberalisme dalam Pandangan Islam

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الدِّينُ النَّصِيحَةُ. قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu nasihat.” Kami (para sahabat Nabi) bertanya, “Untuk siapa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk Allah Subhanahu wata’ala, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan kaum muslimin seluruhnya.” (HR. Muslim dari Tamim ad-Dari)

Ka’b al-Akhbar rahimahullah berkata, “Perumpamaan antara Islam, pemerintah, dan rakyat laksana kemah, tiang, dan tali pengikat berikut pasaknya. Kemah adalah Islam, tiang adalah pemerintah, sedangkan tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Tidaklah mungkin masing-masing dapat berdiri sendiri tanpa yang lainnya.” (Uyunul Akhbar)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Ingatlah, barang siapa mempunyai seorang penguasa lalu melihatnya berbuat kemaksiatan, hendaknya ia membenci perbuatan maksiat yang dilakukannya itu, namun jangan sekali-kali melepaskan ketaatan (secara total) kepadanya.” (HR. Muslim)

Demikianlah bimbingan Islam. Tidak ada tempat bagi paham Liberalisme di dalam Agama Islam. Baik di dalam masyarakatnya, maupun di dalam pemerintahnya.

Bimbingan Islam berbeda dengan bimbingan Demokrasi. Paham Demokrasi yang atas nama pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat maka hak yang Allah berikan kepada para penguasa diubah menjadi suara rakyat adalah suara Tuhan.

Dan akhirnya dapat ditebak, perebutan kekuasaan pun seringkali harus terjadi berdarah-darah.