oleh

Sikap yang Benar Ketika Penyeru Kebaikan Mendapat Gangguan

Kehidupan di dunia ini tidaklah lepas dari yang namanya musibah. Di sepanjang kehidupan seseorang, musibah dan cobaan akan datang silih berganti. Terlebih lagi seorang penyeru kebaikan. Pastilah ia akan memperoleh berbagai macam ujian serta gangguan. Ini merupakan ketetapan Allah Ta’ala sebagai bentuk ujian dari-Nya. Allah Ta’ala berkata,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“Sesungguhnya Kami benar-benar akan mengujimu agar Kami mengetahui orang-orang yang bersungguh-sungguh dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami uji perihal kamu.” (Muhammad: 31)

Para Penyeru Kebaikan Terdahulu Juga Mendapat Gangguan

Tatkala seorang penyeru kebaikan merasa berat atas gangguan yang ia rasakan, hendaknya ia menengok sejarah, akan ia dapati para penyeru kebaikan dari kalangan para nabi, para rasul serta orang-orang salih juga mendapat cobaan serta gangguan. Bahkan gangguan yang mereka derita lebih besar dan lebih berat.1

Namun mereka tetap tegar dan kokoh untuk selalu menyeru manusia kepada kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berkata,

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ

“Sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” (al-An’am: 34)

Lihatlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada masa-masa beliau bedakwah di Kota Makkah, berbagai macam gangguan dan intimidasi beliau rasakan dari kaum Quraisy. Bahkan gangguan serta intimidasi tersebut sampai pada taraf pemboikotan.

Pada tahun ke-tujuh setelah kenabian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Bani Hasyim serta Bani al-Muththalib diboikot di lembah Abu Thalib selama tiga tahun lamanya.

Selama masa-masa pemboikotan tersebut, Quraisy juga menahan berbagai macam bahan makanan. Sampai-sampai terdengar dari balik lembah Abu Thalib tangisan para wanita dan anak-anak disebabkan rasa lapar yang mereka rasakan.2 Tentunya hal ini merupakan ujian yang berat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang bersama beliau.

Begitu pula dengan para nabi serta para rasul yang lainya juga mendapat gangguan. Tidaklah Allah Ta’ala mengutus seorang rasul kepada suatu kaum, melainkan rasul tersebut akan mendapatkan hinaan, celaan dan berbagai macam gangguan lainnya. Ini merupakan ketetapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berkata,

كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ

“Demikianlah tidak ada seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila”. (adz dzariyat: 52)

Bersabar Tatkala Datang Gangguan

Seorang penyeru kebaikan hendaknya ia bersabar atas gangguan yang dilancarkan orang lain. Ia harus bersabar atas gangguan dan bersabar untuk terus menyerukan kebaikan. Demikianlah wasiat dari seorang shalih, Luqman al-Hakim kepada anaknya,

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan perintahkan (manusia) untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.” (Luqman: 17)

Agar seorang penyeru kebaikan mudah untuk bersabar, ia harus yakin dengan janji Allah Ta’ala untuk orang-orang yang bersabar. Ia harus yakin bahwa Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan apa yang telah ia perbuat. Allah Ta’ala berkata,

إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90)

Balaslah Gangguan dengan Kebaikan

Di dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk membalas celaan, gangguan serta berbagai macam kejelekan lainnya dengan kebaikan. Maka sepantasnya bagi para penyeru kebaikan yang mendapat gangguan untuk berusaha sekuat tenaga melaksanakan perintah Allah Ta’ala ini.

Tentu hal ini bukan perkara yang mudah. Namun jika ia melakukanya, insya Allah ia akan memperoleh hal yang lebih baik daripada ia membalas gangguan tersebut dengan keburukan. Allah Ta’ala berkata,

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Cegahlah (kejahatan itu) dengan cara yang terbaik, maka jika ada orang yang antara kamu dengan dia ada permusuhan (akan berubah) seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilat: 34)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ahli tafsir dari kalangan mazhab syafi’iyah berkata,

“Jika engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat kejelekan kepadamu, maka kebaikan tersebut akan mendorong orang tersebut untuk bersikap tulus kepadamu, mencintaimu dan menyayangimu. Hingga seakan-akan ia telah menjadi teman yang dekat denganmu.”3

Mendoakan Kebaikan Kepada Orang yang Menimpakan Gangguan

Tatkala ada seorang yang menimpakan gangguan, hendaknya seorang penyeru kebaikan tidak membalasnya dengan mendoakan keburukan. Namun hendaknya ia mendoakannya dengan kebaikan. Ia mendoakannya agar diampuni, atau agar di kemudian hari dapat menerima kebaikan yang ia serukan.

Dahulu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan kepada para sahabatnya tentang reaksi salah satu nabi yang dipukul oleh kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut hanya berkata sembari mengusap darah di wajahnya,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

“Ya Allah. Ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang yang tidak mengerti.”4

Nabi tersebut tidaklah marah, tidak pula mendoakan mereka dengan kejelekan. Bahkan yang dilakukan nabi tersebut ialah mendoakan kaumnya dengan ampunan dari Allah Ta’ala.


Baca juga : Kapan Waktu-Waktu Mustajab dan Doa Mudah Dikabulkan


Tetap Optimis dan Tidak Berputus Asa

Seorang yang menyerukan kebaikan kepada manusia, hendaknya ia tetap optimis walaupun mereka menentang dan menimpakan berbagai macam gangguan kepadanya. Seberat apapun gangguan yang ia derita, janganlah ia berputus asa. Ia harus tetap semangat dan menaruh harapan yang besar kepada mereka.

Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di Thaif ditemani oleh sahabat Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, tidak ada satupun dari penduduk Thaif yang menerima seruan dakwah beliau. Bahkan berbagai macam gangguan beliau dapatkan. Puncaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid diusir dari Thaif sembari dilempari batu sehingga menyebabkan beliau berdua terluka.5 [5]

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan kembali ke Makkah, Malaikat Jibril ‘alaihissalam mendatangi beliau dan berkata,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mendengar apa yang diucapkan kaummu dan penentangan mereka terhadapmu. Sungguh Allah Ta’ala telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu. Engkau bisa memerintahkannya sesuai kehendakmu.”

Malaikat penjaga gunung mengucapkan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau bisa memerintahkanku sesuai dengan keinginanmu. Jika engkau ingin, akan aku timpakan kepada mereka dua bukit ini.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bahkan aku berharap agar Allah Ta’ala mengeluarkan dari keturunan-keturunan mereka anak keturunan yang beribadah kepada Allah Ta’ala semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.”6

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berputus asa walaupun gangguan yang beliau terima sangatlah berat. Beliau juga tidak ingin untuk membalas mereka padahal beliau mampu. Bahkan beliau berharap besar agar penduduk Thaif beriman kepada Allah Ta’ala.

Akhirnya, harapan beliau terwujud. Pada saat banyak kaum muslimin yang murtad, penduduk Thaif termasuk dari orang-orang yang tetap tegar dan kokoh di atas keislaman.7

Ajakan kepada Para Penyeru Kebaikan

Maka sepantasnya bagi seluruh penyeru kebaikan untuk terus tegar dan kokoh menghadapi berbagai macam gangguan. Anggaplah berbagai macam gangguan hanya angin yang berlalu. Teruslah bersemangat untuk mengajak manusia kepada kebaikan. Jangan pernah berpikir untuk berhenti apalagi mundur. Mari kita terus mengajak manusia kepada kebaikan hingga hembusan nafas terakhir.

Sungguh Allah Ta’ala telah berkata,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?’.” (Fushshilat: 33). Wallhu a’lam bish shawab. ARM-AAA/ATH

Penulis: Ahmad Rifqi Musyaffa’

Referensi:

  • Tafsir al-Qur’an al-Adzim karya Imam Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi (W. 774 H) rahimahullah.
  • Ar-Rakhiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury (W. 1427 H) rahimahullah.
  • Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Imam Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi asy-Syafi’i (W. 774 H) rahimahullah.

 

Footnotes

  1. Hal ini berdasarkan hadits,

    إن من أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

    Hadits ini dinyatakan sahih oleh Syaikh Muhammad bin al-Haj Nuh dalam Silsilah al-Ahadits as-Sahihah no. 145

  2. Lihat ar-Rahiqul Makhtum hlm. 97-98.
  3. إِذَا أَحْسَنْتَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ قَادَتْهُ تِلْكَ الْحَسَنَةُ إِلَيْهِ إِلَى مُصَافَاتِكَ وَمَحَبَّتِكَ، وَالْحُنُوِّ عَلَيْكَ، حَتَّى يَصِيرَ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ لَكَ حَمِيمٌ

    Lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (7/181).

  4. HR. al-Bukhari no. 3477 dan Muslim no. 1792 di dalam sahih keduanya.
  5. Lihat ar-Rahiqul Makhtum hlm. 113.
  6. HR. al-Bukhari no. 3231 dan Muslim no. 1795 di dalam sahih keduanya, dari sahabat Aisyah radhiyallahu’anha.
  7. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah (6/304).

    وَقَدْ كَانَتْ ثَقِيفٌ بِالطَّائِفِ ثَبَتُوا عَلَى الْإِسْلَامِ، لَمْ يَفِرُّوا وَلَا ارْتَدُّوا