oleh

Kalimat Syahadat Tidak Sekedar Ucapan di Lisan

Ketahuliah –semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita- bahwa kalimat tauhid لا إله إلا الله merupakan pembeda antara kekafiran dan keislaman. Kalimat tauhid merupakan kalimat ketakwaan dan tali yang kokoh. Kalimat yang Nabi Ibrahim ‘alaihis salam wasiatkan kepada anak keturunannya agar mereka kembali kepada Allah Ta’ala.

Namun kalimat tauhid tidak hanya sebatas diucapkan dengan lisan tanpa mengetahui maknanya. Akan tetapi maksud dan tujuan mengucapkan kalimat tauhid yaitu:

  • menyakininya di dalam hati,
  • beramal dengan konsekuensinya,
  • mencintai orang yang bertauhid dan
  • membenci orang yang menyelisihi kalimat tauhid.

Inilah cinta dan benci yang dibangun karena Allah Ta’ala.

Delapan Syarat Kalimat Tauhid

Seseorang ketika mengucapkan kalimat tauhid, hendaknya memenuhi delapan syarat. Sehingga menjadikan dia menjadi muslim yang hakiki. Syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Ilmu,

  2. Yakin,

  3. Ikhlas,

  4. Jujur,

  5. Cinta,

  6. Merealisasikan atau mengamalkan konsekuensinya,

  7. Menerimanya,

  8. Mengkufuri sesembahan selain Allah Ta’ala.

Simak penjelasan ke-8 poin tersebut di: Apa itu Tauhid dan Kalimat tauhid?

Ketahuilah, bahwasanya kalimat tauhid berisi penetapan dan peniadaan. Meniadakan ibadah kepada selain Allah dari para Rasul meskipun kepada Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula meniadakan ibadah kepada para malaikat meskipun kepada malaikat Jibril. Terlebih memberikan ibadah kepada selain keduanya dari para Nabi dan orang shalih. Wajib bagimu memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata.

Orang-orang munafik juga mengucapkan kalimat tauhid, namun tempat tinggal mereka di akhirat kelak di kerak neraka jahannam, sebagaimana perkataan Allah Ta’ala,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya orang-orang munafik berada di kerak neraka yang paling dalam.” (an-Nisa: 145)

Padahal orang-orang munafik tampak melakukan shalat dan bersedekah, bahkan jihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara zahir, namun mereka menyembunyikan kekafiran di dalam hati-hati mereka. Sebagaimana perkataan Allah Ta’ala,

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (wahai Muhammad), mereka mengatakan: Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah. Padahal Allah lebih mengetahui bahwa engkau adalah utusan-Nya dan Allah bersaksi bahwasanya orang-orang munafik benar-benar para pendusta.” (al-Munafiqun: 1)