oleh

Bolehkah Mempercayakan Urusan Harta Kepada Orang Kafir?

Sering muncul pertanyaan bolehkah bagi seorang muslim mempercayakan urusan duniawi kepada orang-orang kafir semisal investasi dalam dunia perdagangan, pertanian, peternakan dan sejenisnya, atau menitipkan harta berupa uang, aset dan sebagainya. Oleh karena itu kami mengangkat pembahasan ini agar menjadi jelas bagi kaum muslimin tentang batasan pemberian amanah kepada orang kafir yang dibolehkan dalam Islam.

Bolehkah Mempercayakan Urusan Harta dan Berobat Kepada Orang Kafir?

Menjawab hal ini mari kita menukil penjelasan Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ahmad bin Abdul Halim al Harrani rahimahullah dalam kitab Majmu’ al Fatawa hal. 114, jilid 4:

“Sesungguhnya orang-orang musyrik dan ahlul kitab, ada di antara mereka yang dapat dipercaya. Sebagaimana Allah Ta’ala menjelaskannya,

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا

“Di antara ahlul kitab ada orang yang jika engkau percayakan harta yang banyak, ia akan mengembalikannnya kepadamu. Di antara mereka pula ada orang yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar saja, ia tidak akan mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau senantiasa menagihnya.” (Ali Imran: 75)

Atas dasar ini, boleh bagi kita (umat Islam) untuk mempercayakan kepada salah seorang dari mereka dalam urusan harta, begitu juga boleh bagi seorang muslim berobat kepada orang kafir jika memang dia orang yang bisa dipercaya. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan oleh para ulama, seperti Imam Ahmad dan selainnya.

Hal itu merupakan salah satu bentuk bolehnya menerima dan mempercayai berita dari mereka pada perkara duniawi yang mereka ketahui. Perkara ini boleh dilakukan selama kerusakan yang ditimbulkan tidak lebih besar dari manfaatnya. Misalnya si kafir dengan sebab itu berhasil menguasai umat Islam dan menyombongkan diri kepada kaum muslimin atau kerusakan lainnya yang semisal itu.

Maka belajar ilmu kedokteran secara langsung dari buku-buku karya mereka sama seperti menjadikan seorang kafir sebagai penunjuk jalan atau berobat kepadanya. Bahkan mengambil ilmu kesehatan secara langsung dari buku-buku yang mereka tulis lebih baik (daripada belajar kepada pribadi-pribadi mereka), karena buku-buku karya mereka tersebut bersifat umum, tidak mereka tulis untuk seorang muslim tertentu yang hal itu dikhawatirkan akan adanya pengkhianatan. Dalam penulisan buku-buku itu tidak ada kepentingan bagi orang-orang kafir tersebut untuk berkhianat.

– Selesai nukilan-

Melengkapi penjelasan di atas, berikut penjelasan Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya,

“Allah Ta’ala telah memberitakan tentang orang-orang Yahudi, bahwa di antara mereka ada para penghianat. Begitu pula Allah Ta’ala memperingatkan kaum muslimin agar jangan sampai tertipu dengan mereka, karena sebagian mereka ada yang dapat dipercaya jika diamanatkan harta yang banyak terlebih harta yang sedikit pasti mereka akan mengembalikannya kepadamu.” – Selesai –

Tidak di Setiap Zaman atau Setiap Kondisi Orang-orang Kafir Bisa Dipercaya

Apakah dengan penjelasan di atas, serta merta kaum muslimin boleh mempercayai orang-orang kafir di setiap zaman atau setiap kondisi?

Untuk menjawab hal itu berikut ini keterangan Al Imam Al Qurthubi dalam tafsir beliau:

Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya juga menegaskan,

“Allah Ta’ala memberitakan bahwa di tengah-tengah ahlul kitab ada penghianat, ada pula yang dapat dipercaya. Hanya saja kaum mukminin tidak mampu membedakannya.”

Pendapat Al Imam Al Qurthubi inilah yang dipilih oleh Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah penulis kitab “Metode Ahlus Sunnah dalam Mengkritik para tokoh buku-buku karya dan kelompok-kelompok”, beliau mengatakan:

Dan nampak kepadaku bahwa tafsir (penjelasan al Imam Al Quthubi) adalah tafsir yang lebih tepat.

Kondisi Kaum Muslimin Saat ini Tidak Tidak Mampu Membedakan yang Jujur dan yang Khianat

Kesimpulannya, mengingat kondisi kaum muslimin di zaman ini tidak mampu untuk memilah siapa yang jujur diantara mereka dan siapa yang khianat, siapa yang berbuat obyektif dan siapa yang punya kepentingan untuk memudharatkan kaum muslimin dalam urusan-urusan dunia mereka seperti perdagangan, kesehatan, sosial dan lain-lain, maka sebaiknya kaum muslimin tidak mempercayakan urusan dunia mereka kepada kaum Yahudi atau Nashara dan Musyrikin sebagaimana penjelasan dan nasehat imam Al Qurthubi.

Hal ini dalam rangka lebih mengedepankan keselamatan umat Islam, baik secara pribadi maupun secara komunitas dibandingkan mencari atau memperoleh sebuah kemaslahatan. Hal ini berdasarkan salah satu kaidah penting dalam Islam yaitu:

دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ

“Upaya menghindarkan (diri/umat) dari kejelekan/ hal negatif lebih dikedepankan dibanding upaya mendapatkan kebaikan/ hal positif.”

Apalagi masih didapati ditengah-tengah umat Islam saudara-saudara kita yang memiliki kemampuan/skill di berbagai bidang keduniaan dan memiliki rasa tanggung jawab serta kejujuran. Untuk itu hendaknya setiap muslim mencukupkan kebutuhannya kepada sesama muslim kecuali dalam kondisi yang sangat-sangat darurat.

Tidak jarang dalam kenyataan didapati kaum Yahudi, Nashara atau kaum kaifr lainnya yang sengaja memanfaatkan urusan duniawi (ekonomi, sosial, politik, dll) sebagai jerat-jerat perangkap kemurtadan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al Baqarah: 120)

Begitu juga pada firman-Nya:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al Baqarah: 109)

Terkhusus Allah Ta’ala telah mengabarkan tentang mereka bahwa mereka adalah umat yang sering berkhianat kepada Allah dan syariat-Nya, merubah-rubah ayat-ayat Allah dan menafsirkannya semau hawa nafsu mereka. Allah berfirman:

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ ۙ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al Maidah: 13)

Orang Kafir Tidak Boleh Menjadi Pemimpin atau Penanggung Jawab Urusan Umat Islam

Hal penting yang juga harus diketahui oleh setiap muslim bahwa penjelasan Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Ahmad Abdul Halim Al Harrani dan Ibnu Katsir di atas, sama sekali tidak menunjukkan bolehnya bagi kaum muslimin menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin atau penanggung jawab urusan umat Islam. Karena Allah melarang keras perbuatan tersebut dalam banyak ayat-ayat Al Qur’an.

Untuk pembahasan ini bisa dilihat dalam artikel berikutnya, insyaAllah. Wallahu A’lam –AFQ-LQM