oleh

Beberapa Kebiasaan Jahiliyah yang Diselisihi Oleh Rasul

Jahiliyah merupakan era sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut Jahiliyah karena meluasnya kejahilan (kebodohan) dan kekejian di masa itu.1 Oleh karenanya, tak heran manakala Rasulullah menyelisihi setiap kebiasaan Jahiliyah yang buruk, baik dari segi keyakinan, perilaku maupun moral. Berikut kami sajikan beberapa contoh penyelisihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kebiasaan Jahiliyah.


Baca juga : Apa Itu Jahiliah, Siapa Saja Ahlul Jahiliah?


Perilaku Mempersekutukan Allah dengan Makhluk-Nya

Kebiasan buruk ala Jahiliyah ini sangatlah bertentangan dengan prinsip tauhid yakni mengesakan Allah dalam ibadah. Masyarakat Jahiliyah memang meyakini kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hak penciptaan, pengaturan dan kepemilikan alam semesta ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya).” (al-Ankabut: 63)

Namun anehnya, di saat yang sama mereka mempersembahkan ibadah-ibadah mereka kepada selain Allah. Mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala dan orang-orang shalih dengan dalih bahwa hal tersebut akan menjadi perantara yang akan mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafaat (perantara) kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (Yunus: 18)

Kesimpulannya; bahwa kaum musyrikin dahulu di zaman nabi Muhammad walaupun mereka meyakini keesaan Allah dalam rububiahNya ( perbuatan² Allah yang khusus milikNya) hal itu belum menjadikan mereka muslimin yang bertauhid karena masih menyekutukan Allah dalam ibadah.

Rasulullah Diutus Untuk Menyelisihi Kebiasaan Buruk Jahiliyah Ini

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada manusia untuk menyelisihi keyakinan sekaligus perilaku buruk ala Jahiliyah ini. Beliau datang mengesakan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat-Nya,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Katakanlah (wahai Nabi Muhammad): “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (al-Ikhlash: 1)

Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan makna ayat di atas, “Dialah Yang Maha Esa. Tiada tandingan baginya, tidak pula pembantu. Tiada yang sebanding maupun serupa dengan-Nya, tidak pula sepadan.”2

Imam ath-Thabari asy-Syafi’i rahimahullah juga menjelaskan, “Dialah Allah, Zat yang segala bentuk peribadatan hanyalah ditujukan kepada-Nya. Tidak sepantasnya peribadatan itu kecuali untuk-Nya dan tidak boleh dipersembahkan untuk selain-Nya.”3

Ini di antara contoh bahwa Rasulullah menyelisihi setiap kebiasaan buruk kaum Jahiliyah.

Sikap Bengis Terhadap Anak Perempuan

Sikap bengis dan zalim jahiliyah terhadap anak perempuan benar-benar menyelisihi syariat Islam yang damai bahkan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Yaitu, ketika salah seorang dari mereka mendapat karunia anak perempuan, maka mereka langsung menguburnya hidup-hidup karena menganggap anak perempuan adalah aib yang merusak kehormatan nasab dan suku. Hal ini sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam firman-Nya,

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ   يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

“Dan apabila seseorang dari mereka mendapat kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak karena buruknya berita yang sampai kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (an-Nahl: 58-59)

Al-Imam al-Baghawi asy-Syafi’I rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “dahulu mereka biasa mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan mereka karena takut akan kemiskinan dan sifat tamak yang tidak semestinya pada anak-anak perempuan.”

Rasulullah Menyayangi Anak Perempuan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyelisihi kebiasaan jahiliyah ini. Beliau sangat menyayangi anak perempuan sebagaimana menyayangi anak laki-laki karena semua itu karunia Allah T. Kasih sayang dan perhatian beliau nampak pada putri dan cucunya. Bagaimana tidak, putri beliau tumbuh hingga dewasa di bawah naungan penjagaan dan kasih sayang beliau.

Di antara gambaran kasih sayang beliau terlihat jelas pada salah satu cucu beliau yang bernama Umamah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggendong Umamah walaupun sedang shalat sekalipun. Hal ini sebagaimana hadits dari sahabat Abu Qatadah al-Anshari radhiyallahu anhu. Beliau menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ ‌يُصَلِّي ‌وَهُوَ ‌حَامِلٌ ‌أُمَامَةَ ‌بِنْتَ ‌زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلِأَبِي العَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat sambil menggendong Umamah anak dari putri beliau Zainab isteri Abul Ash bin Rabi’ah bin Abdi Syams. Ketika sujud beliau letakkan Umamah dan ketika berdiri beliau menggendongnya kembali.”4

Sungguh perbuatan kaum jahiliyah mengubur anak perempuan hidup-hidup merupakan dosa besar yang terlarang. Allah Ta’ala berfirman:

ولا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كبيرا

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin Kami yang memberikan rezeki bagi kalian dan mereka, sungguh pembunuhan mereka merupakan dosa besar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan ketika beliau ditanya tentang salah satu dosa yang terbesar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau bersabda,

‌أَنْ ‌تَقْتُلَ ‌وَلَدَكَ ‌خَشْيَةَ ‌أَنْ ‌يَطْعَمَ ‌مَعَكَ

“Engkau bunuh anakmu karena khawatir dia akan makan bersamamu.”5

Sehingga sikap kasih sayang terhadap anak perempuan merupakan di antara contoh bahwasanya Rasulullah menyelisihi kebiasaan Jahiliyah.

Apakah Rasulullah Menyelisihi Setiap Kebiasaan Jahiliyah?

Tentu Rasulullah menyelisihi setiap kebiasaan Jahiliyah yang buruk lagi hina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda secara tegas,

أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ ‌أَمْرِ ‌الْجَاهِلِيَّةِ ‌تَحْتَ ‌قَدَمَيَّ ‌مَوْضُوعٌ

“Ketahuilah! Bahwasanya segala perkara Jahiliyah terletak (rendah) di bawah kedua kakiku.”6

Al-Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah mengomentari hadits di atas, “Kalimat ini membuktikan akan batilnya perilaku Jahiliyah.”

Yaitu pada penggalan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “terletak di bawah kedua telapak kakiku.”7

Namun perlu kita ketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyelisihi perilaku dan kebiasan Jahiliyah yang baik dan mulia. Bahkan kebiasaan baik itu menjadi syariat Islam.


Baca juga : Tidak Taat Pemerintah Adalah Perangai Jahiliyah


Apakah Ada Kebiasan Jahiliyah yang Baik dan Mulia?

Tentu. Berikut dua contoh perilaku dan kebiasaan baik lagi mulia pada bangsa Arab di masa Jahiliyah dan terus dijunjung tinggi oleh agama Islam.

Kedermawanan

Dahulu bangsa Arab berlomba-lomba dan saling berbangga dalam kedermawanan.8 Di sisi lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menjaga akhlak yang luhur nan mulia ini. Hal ini sebagaimana sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَجْوَدَ ‌النَّاسِ بِالخَيْرِ،

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan dalam kebaikan.”

Amanah

Perangai yang mulia ini sangatlah dijunjung tinggi oleh bangsa Arab Jahiliyah. Mereka sangat berpegang teguh dalam menepati janji dan bersikap jujur.9 Begitu pula Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berhias dengan perangai amanah sejak sebelum menjadi Nabi dan Rasul.

Tentu telah kita ketahui bersama bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dijuluki oleh kaumnya sebagai al-Amin (seorang yang terpercaya)10 karena perangai amanah yang selalu menyertai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari paparan ringkas di atas, bisa kita simpulkan bahwa Rasulullah selalu menyelisihi setiap kebiasaan Jahiliyah yang buruk lagi hina dan memerintahkan umatnya untuk menyelisihi mereka . Di sisi lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjunjung tinggi perangai luhur pada bangsa Arab Jahiliyah. Wallahu a’lam. HAN/MPS-IWU

Referensi

  1. Syarhun Nawawi ala Muslim, karya Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah (631-676 H).
  2. Tafsir Ibnu Katsir, karya al-Imam Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir al-Qurasyi asy-Syafi’i rahimahullah (700-774 H).
  3. Tafsir at-Thabari, karya al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid at-Thabari asy-Syafi’i rahimahullah (224-310 H).
  4. Tafsir al-Baghawi, karya al-Imam al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Fara’ al-Baghawi asy-Syafi’i rahimahullah (516 H).
  5. Ar-Rahiqul Makhtum, karya asy-Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfury rahimahullah (1361-1427 H).
  6. Shahih Muslim, karya al-Imam Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi rahimahullahu (261 H).
  7. Shahih Bukhari, karya al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullahu (256 H).

Footnotes

  1. Syarhun Nawawi ala Muslim, 5/22.

    قَالَ الْعُلَمَاءُ ‌الْجَاهِلِيَّةُ مَا قَبْلَ وُرُودِ الشَّرْعِ سموا جاهلية لكثرة جهالاتهم وفحشهم

  2. Tafsir Ibnu Katsir, 8/497.

    قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ يَعْنِي هُوَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الَّذِي لَا نَظِيرَ لَهُ وَلَا وَزِيرَ وَلَا نَدِيدَ وَلَا شَبِيهَ وَلَا عَدِيلَ

  3. Tafsir ath-Thabari, 24/288.

    هو الله الذي له عبادة كل شيء، لا تنبغي العبادة إلا له، ولا تصلح لشيء سواه

  4. HR. al-Bukhari di dalam shahihnya, no. 516
  5. HR. al-Bukhari di dalam shahihnya, no. 5761, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

  6. HR. Muslim di dalam shahihnya, no. (1218)-147, dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
  7. Syarhun Nawawi ala Muslim, 8/182.

    فِي هَذِهِ الْجُمْلَةِ إِبْطَالُ أَفْعَالِ الْجَاهِلِيَّةِ …….. وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ قَدَمَيَّ فَإِشَارَةٌ إِلَى إِبْطَالِه

  8. Ar-Rahiqul Makhtum, hlm. 37.

    ‌‌الكرم، وكانوا يتبارون في ذلك ويفتخرون به

  9. Ar-Rahiqul Makhtum, hlm. 38.

    ‌‌ومن تلك الأخلاق الوفاء بالعهد، فقد كان العهد عندهم دينا يتمسكون به

  10. Ar-Rahiqul Makhtum, hlm. 38.

    وكان النبي صلى الله عليه وسلم يمتاز في قومه بخلال عذبة وأخلاق فاضلة، وشمائل كريمة فكان أفضل قومه مروءة، وأحسنهم خلقا، وأعزهم جوارا، وأعظمهم حلما، وأصدقهم حديثا، وألينهم عريكة، وأعفهم نفسا، وأكرمهم خيرا، وأبرهم عملا، وأوفاهم عهدا، وآمنهم أمانة، حتى سماه قومه: ‌الأمين؛