oleh

Banyak Manfaat Mengetahui Sebab Turunnya al-Quran

Para pembaca islamhariini yang mulia, mengetahui sebab-sebab turunnya al-Quran (asbabun nuzul) sangat penting. Dengannya kita akan memperoleh berbagai manfaat yang banyak. Pada tulisan ringkas ini akan kami paparkan beberapa manfaat tersebut sebatas kemampuan kami.

Beberapa Manfaat Mengetahui Sebab Turunnya Ayat al-Quran

  1. Manfaat mengetahui sebab turunnya al-Quran yang pertama adalah menambah keimanan kita.

    Yaitu kita semakin meyakini bahwa al-Quran diturunkan dari sisi Allah Ta’ala semata.

    Hal ini nampak jelas ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sesuatu perkara dan ketika itu beliau tidak mengetahui jawabannya. Akan tetapi beliau menunggu wahyu dari Allah berupa ayat al-Quran.

    Seandainya al-Quran bukan dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawabnya secara langsung dan tidak menunggu wahyu. Salah satu contohnya disebutkan pada firman Allah Ta’ala,

    وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

    “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku1, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (al-Isra: 85)

    Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa ayat tersebut turun dengan sebab seorang Yahudi yang bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang ruh.

    يَا أَبَا القَاسِمِ مَا الرُّوحُ؟

    “Hai Abul Qasim (nama kunyah2 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), apakah (hakikat) ruh itu?” Tanya seorang Yahudi kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, tidak bisa menjawab. Maka Allah menurunkan ayat di atas.

  2. Dengan mengetahui sebab turunnya ayat al-Quran (asbabun nuzul) kita mengetahui bahwa Allah Ta’ala senantiasa menolong dan membela Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam .

    Sebagian ayat al-Quran turun berkenaan dengan peristiwa yang dialami Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam diuji dengan berbagai kesempitan hidup dan gangguan orang kafir Quraisy. Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kalam-Nya dalam rangka menolong dan membelanya.

    Contohnya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

    إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

    “Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Jangan kalian mengira berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan itu baik bagi kalian. Masing-masing dari mereka mendapat dosa dari perbuatannya dan barangsiapa yang punya andil paling besar padanya, dialah yang akan mendapat azab yang besar.” (an-Nur: 11)

    Sebab turunnya ayat ini adalah ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha tertinggal rombongan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya. Maka Aisyah yang sudah merasa tertinggal rombongan, menunggu di tempat hingga tertidur. Pada saat itu Shafwan bin Mu’athil yang berada di belakang rombongan menemukannya. Maka ia mempersilakan Aisyah untuk menunggang untanya, sementara ia menuntunnya sambil jalan.

    Ketika telah sampai di kota Madinah, orang-orang munafik yang melihatnya, menyiarkan berita bohong dan desas-desus tentangnya. Maka Allah menurunkan Ayat ini beserta sembilan ayat berikutnya untuk membela istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan tentang ayat ini,

    هَذِهِ الْعَشْرُ الْآيَاتِ كُلُّهَا نَزَلَتْ فِي شَأْنِ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، حِينَ رَمَاهَا أَهْلُ الْإِفْكِ وَالْبُهْتَانِ مِنَ الْمُنَافِقِينَ بِمَا قَالُوهُ مِنَ الْكَذِبِ الْبَحْتِ وَالْفِرْيَةِ الَّتِي غَارَ اللَّهُ تَعَالَى (1) لَهَا وَلِنَبِيِّهِ، صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، فَأَنْزَلَ [اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ] (2) بَرَاءَتَهَا صِيَانَةً لِعِرْضِ الرَّسُولِ، عَلَيْهِ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ

    “Sepuluh ayat ini (ayat 11 – 19 surat an-Nur) turun perihal Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, ketika para pendusta dari kalangan munafik menuduhnya dengan berita bohong dan palsu yang membuat Allah Ta’ala tidak terima hal itu ditujukan kepadanya (Aisyah) dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah menurunkan ayat dalam rangka melepaskan tuduhan itu darinya serta untuk menjaga kehormatan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.”3

  3. Melalui sebab turunnya al-Quran kita mengetahui bahwa Allah selalu memberikan jalan keluar bagi orang-orang yang beriman dari berbagai kesulitan.

    Diantaranya ayat tentang tayamum4. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

    وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

    “…dan jika kamu sakit, dalam perjalanan, setelah buang air, atau menyentuh5 perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Usaplah wajahmu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur.” (al-Maidah: 6)

    Ayat ini turun tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam safar bersama para Sahabat. Ketika itu, kalung Aisyah radhiyallahu ‘anha tercecer di daerah al-Bayda atau Dzatul Jaisy. Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabat mencarinya dalam keadaan tidak ada air di tempat tersebut. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertidur. Ketika beliau bangun di waktu pagi maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat-Nya tentang tayamum. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

    فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا

    “Kemudian Allah ta’ala menurunkan ayat tentang tayamum. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para Sahabatnya bertayamum.”6

  4. Mengetahui sebab turunnya al-Quran akan memudahkan kita memahami ayat dengan benar.

    إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا

    “Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah salah satu dari syiar-syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau menunaikan umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya.” (al Baqarah: 158)

    Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah menjelaskan makna firman-Nya, “maka tidak ada dosa baginya”, sekilas ayat ini menunjukkan bahwa perintah untuk sai antara Shafa dan Marwa itu hanya sekadar mubah. Namun jika merujuk kepada kitab Shahih al-Bukhari, disebutkan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah pemahaman para Sahabat bahwa sai termasuk peribadatan jahiliyah, maka ketika Islam datang mereka tidak melakukannya hingga turun ayat ini.7

    Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa maksud firman Allah “tidak mengapa” bukanlah menjelaskan tentang hukum sai, tetapi untuk menepis keyakinan orang-orang Jahiliyah. Adapun hukum sai yang sebenarnya adalah wajib dikerjakan karena termasuk rukun haji.

Pembaca islamhariini.com yang kami hormati, demikianlah di antara manfaat mengetahui sebab turunnya al-Quran (asbabun nuzul) yang dapat kami muat dalam tulisan ringkas ini. Semoga bermanfaat.

Sumber: Syarah Ushul Tafsir karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin hlm. 160-162. UKA-AAW


1 Yakni: termasuk perkara hanya Allah ta’ala semata mengetahuinya.

2 Nama kunyah adalah nama yang didahului dengan ‘abu’ atau ‘umu’.

(HR. Bukhari no. 125 dan Muslim no. 2794)

3 Tafsir Ibnu Katsir (6/19).

4 Tayamum adalah beribadah kepada Allah dengan cara mengusapkan tanah yang suci ke wajah dan kedua tangan sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

5 Menyentuh yang dimaksud adalah menyetubuhi sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas dan selain beliau. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/314).

6 (HR. Bukhari dalam shahihnya no. 334 secara ringkas). Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam (Muslim no. 376) di dalam shahihnya.

7 (HR Bukhari no. 1648 dan Muslim no. 1278 dalam Shahih keduanya)