oleh

 Adab-adab Safar (Bepergian Jauh) Lengkap Beserta Dalilnya

Adab safar atau bisa disebut juga etika saat melakukan perjalanan jauh, sangatlah penting untuk diketahui oleh setiap muslim. Hal ini supaya ia bisa meniatkan seluruh langkah dan perbuatannya sebagai ibadah yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukan safar bersama para shahabatnya. Baik safar yang membutuhkan waktu berhari-hari hingga berbulan-bulan lamanya. Maka penting untuk kita mengetahui adab-adab safar yang beliau tuntunkan. Adab-adab safar tersebut adalah berikut ini,

1.    Menyiapkan Bekal Safar dengan Baik

Shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Dahulu penduduk Yaman berhaji tanpa membawa perbekalan. Mereka berkata, ‘Kami adalah orang-orang yang bertawakal (bersandar penuh kepada Allah).’ Namun ketika sampai di Makkah mereka meminta-minta kepada manusia. Maka Allah turunkan ayat,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“Berbekallah kalian. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketakwaan.”1

Seorang musafir tidaklah pantas mengucapkan, ‘Aku akan safar tanpa bekal. Cukup dengan bertawakal.’ Ini adalah ucapan bodoh. Sebab, membawa bekal dalam safar tidaklah mengurangi ataupun bertentangan dengan tawakal.2

2.    Tidak Safar Sendirian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ، مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ

“Seandainya manusia mengetahui perkara yang ada pada safar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, tentu seorang musafir tidak akan melakukan safar pada malam hari sendirian.”3

Anjuran untuk safar bersama teman ini hukumnya adalah sunnah, adapun dalam keadaan darurat maka diperbolehkan safar sendirian. Sehingga keadaan yang diperbolehkan untuk safar sendirian adalah ketika ada kebutuhan dan pada kondisi aman. Sedangkan keadaan yang dilarang untuk safar sendirian adalah ketika ada rasa takut dan tidak ada kebutuhan padanya.4

Adapun bagi wanita (yang melakukan safar), maka wajib bersama mahramnya, sebagaimana tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3.    Menentukan Ketua Rombongan

Di antara adab safar yang dituntunkan baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah disunahkan menentukan ketua rombongan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

“Jika tiga orang keluar dalam sebuah perjalanan, maka jadikanlah salah satu dari mereka sebagai pemimpin.”5

4.    Memilih Waktu Terbaik untuk Berangkat Safar

Waktu terbaik ini meliputi hari dan jamnya. Sehingga setelah seseorang menentukan hari yang terbaik, ia menentukan waktu dan jam yang terbaik pula.

Hari Terbaik untuk Safar

Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat untuk perang Tabuk pada hari Kamis. Shahabat Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun berkata,

وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الخَمِيسِ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang untuk berangkat safar pada hari Kamis.”6

Waktu Terbaik Untuk Safar

Terdapat dua waktu untuk seseorang berangkat safar,

1.      Waktu Awal Pagi.

Hal ini berdasarkan doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا

“Ya Allah, limpahkanlah barakah untuk umatku pada waktu pagi.”7

2.      Waktu Malam.

Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ، فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ

“Hendaknya kalian safar pada waktu ad-Duljah (akhir malam atau waktu malam), karena sesungguhnya bumi dilipat pada malam hari.”8

5.    Berpamitan kepada Keluarga atau Teman yang Ditinggal

Termasuk adab safar adalah berpamitan kepada keluarga atau teman yang ditinggal. Sebagaimana dianjurkan pula bagi pihak yang ditinggal untuk mendoakan orang yang hendak melakukan safar (perjalanan jauh) dengan doa,

أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ، وَأَمَانَتَكَ، وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ

“Aku titipkan agamamu, amanahmu, dan penutup amalanmu kepada Allah Ta’ala.”9

Bagi yang ingin safar, hendaknya mendoakan keluarga atau teman yang ditinggal dengan ucapan,

أَسْتَوْدِعُكُمُ اللهَ الَّذِي لَا تَضِيعُ وَدَائِعُهُ

“Aku titipkan kalian kepada Allah Dzat Yang tidak akan menelantarkan titipannya.”10

6.    Berdoa ketika Keluar Rumah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika keluar dari rumahnya, beliau membaca doa,

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

“Dengan menyebut nama Allah aku bersandar kepada Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya milik Allah semata.”

Maka dikatakan kepada beliau, “Engkau telah diberi petunjuk, dijamin, dan dijaga.” Kemudian syaithan pun menjauh seraya berkata kepada kawannya, “Bagaimana engkau akan berbuat atas seseorang yang telah diberi petunjuk, dijamin, dan dijaga?”11

7.    Berdoa ketika Naik Kendaraan

Dahulu apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraannya beliau bertakbir tiga kali kemudian mengucapkan,

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

“Maha suci Dzat yang telah menundukkan semua ini untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami benar-benar akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, ketakwaan, dan amal yang Engkau ridhai dalam safar ini. Ya Allah, ringankanlah safar ini bagi kami, pHR. Abu Dawud no. 5095 di dalam kitab sunannya dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Hadits shahih (lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1605).endekkanlah perjalanan jauh kami. Ya Allah, Engkaulah teman safar kami dan pengganti kami dalam mengurus keluarga yang kami tinggal. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan safar, perubahan hati ketika melihat sesuatu dan dari kejelekan saat kami kembali mengurus harta, keluarga, dan anak kami.”12

8.    Bertakbir ketika Melalui Jalan Tanjakan dan Bertasbih ketika Melalui Jalan Turunan

Sebagaimana penuturan salah seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا، وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا

“Dahulu kami bertakbir apabila jalan menanjak, dan kami bertasbih apabila jalan menurun.”13


Baca juga : Hukum Puasa Ketika Safar


9.    Memperbanyak Doa

Termasuk adab safar adalah memperbanyak doa, karena saat safar termasuk waktu mustajab (terkabulkannya doa) selama tidak ada hal-hal yang menghalangi dari terkabulkannya doa seperti, memakan makanan yang haram atau yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ، لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

“Tiga doa yang pasti terkabulkan tanpa diragukan, yaitu doa pihak yang terdzalimi, doa orang yang sedang bepergian jauh, dan doa orang tua kepada buah hatinya.”14

10.   Memohon Perlindungan ketika Singgah di Suatu Tempat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ، حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang singgah di suatu tempat kemudian ia mengatakan,

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

‘Aku berlindung dengan Kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang telah Dia ciptakan.’

Maka ia tidak akan terkena petaka sedikit pun sampai ia beranjak dari tempat persinggahannya tersebut.”15

11.    Segera Kembali Jika Urusan Telah Selesai

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ العَذَابِ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ، فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar itu bagian dari azab (melelahkan), seseorang di antara kalian ada yang terhalang dari makan, minum, atau dari tidur. Jika kalian telah menyelesaikan urusannya, hendaknya ia segera kembali kepada keluarganya.”16

12.   Mengabarkan Kedatangannya kepada Keluarga

Hikmah dari adab safar ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَمْهِلُوا حَتَّى نَدْخُلَ لَيْلًا – أَيْ عِشَاءً – كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ، وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ

“Berilah waktu kepada keluarga, ketika kita mendatangi mereka pada waktu malam supaya mereka dapat merapikan diri, berhias, menyisir rambut yang kusut, dan dapat bersolek setelah ditinggal pergi.”17

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencontohkan etika yang baik kepada keluarganya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengetuk pintu rumah keluarganya pada waktu malam. Namun beliau datang pada waktu pagi atau sore hari.18

Bahkan telah datang larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengetuk (pintu rumah) keluarganya di malam hari, sebagaimana yang dijelaskan oleh shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَطْرُقَ أَهْلَهُ لَيْلًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari mengetuk pintu (rumah) keluarganya di malam hari.”19 Hal ini demi mewujudkan hikmah yang telah disebutkan di atas.

13.   Membaca Doa ketika Melihat Kampung Halaman

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencontohkan adab safar ini tatkala beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat kota Madinah sepulang dari safarnya. Beliau berdoa,

آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

“Orang-orang yang kembali, bertobat, beribadah, dan hanya kepada Rabb kamilah kami memuji.” Beliau senantiasa mengulang-ulang doa ini sampai menginjakkan kakinya yang mulia di Madinah.20

14.   Shalat Dua Rakaat ketika Telah Kembali dari Safar

Adab safar ini telah menjadi rutinitas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau kembali dari safarnya. Shahabat Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

وَكَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ

“Dahulu jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba dari safarnya, beliau memulai dengan mendatangi masjid untuk melaksanakan shalat dua rakaat.”21

Alhamdulillah, inilah beberapa adab safar yang telah diajarkan sekaligus dicontohkan oleh suri taudalan kita, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mudah-mudahan Allah Ta’ala melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk mengamalkan semua ilmu yang telah kita ketahui bersama. Aamiin. (AAA-THR)

Penulis: Abdullah al-Atsari

Referensi:

  • Mukhtashar Minhaj al-Qashidin karya al-Imam Ahmad bin ‘Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi (651 – 689 H) rahimahullah.
  • Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari karya al-Imam Ahmad bin Ali bin Hajar (773 – 852 H / 1372 – 1448 M) rahimahullah.
  • Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah wa Syai’ min Fiqhiha wa Fawaidiha karya al-Imam Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh (1332 – 1420 H / 1914 – 1999 M) rahimahullah.
  • Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah karya al-Imam Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh (1332 – 1420 H / 1914 – 1999 M) rahimahullah.
  • Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud karya al-Imam Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh (1332 – 1420 H / 1914 – 1999 M) rahimahullah.
  • Shahih at-Targhib wa at-Tarhib karya al-Imam Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh (1332 – 1420 H / 1914 – 1999 M) rahimahullah.
  • Shahih al-Adab al-Mufrad karya al-Imam Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh (1332 – 1420 H / 1914 – 1999 M) rahimahullah.

Footnotes

  1. HR. al-Bukhari no. 1523 di dalam kitab shahihnya dari shahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu.
  2. Mukhtashar Minhaj al-Qashidin hlm. 121.

    ولا ينبغى أن يقول: أخرج متوكلاً فلا أحمل زاداً، فهذا جهل، فإن حمل الزاد لا يناقض التوكل

  3. HR. al-Bukhari no. 2998 di dalam kitab shahihnya dari shahabat ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu.
  4. Fath al-Bari 6/138.

    جَوَازُ السَّفَرِ مُنْفَرِدًا لِلضَّرُورَةِ…..أَنْ تَكُونَ حَالَةُ الْجَوَازِ مُقَيَّدَةً بِالْحَاجَةِ عِنْدَ الْأَمْنِ وَحَالَةُ الْمَنْعِ مُقَيَّدَةً بِالْخَوْفِ حَيْثُ لَا ضَرُورَةَ

  5. HR. Abu Dawud no. 2608 dari shahabat Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu. Hadits hasan (lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 1322).
  6. HR. al- Bukhari no. 2950 di dalam kitab shahihnya dari shahabat Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
  7. HR. Ibnu Majah no. 2236 di dalam kitab sunannya dari shahabat Shakhr al-Ghamidi radhiyallahu ‘anhu. Hadits shahih (lihat Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 2236).
  8. HR. Abu Dawud no. 2571 di dalam kitab sunannya dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Hadits shahih (lihat Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud no. 2571).
  9. HR. Tirmidzi no. 3443 di dalam kitab sunannya dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadits shahih (lihat ash-Shahihah no. 16, 2485).
  10. HR. ath-Thabarani no. 754 di dalam kitab ad-Du’a’ dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Hadits hasan (lihat ash-Shahihah no. 2547).
  11. HR. Abu Dawud no. 5095 di dalam kitab sunannya dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Hadits shahih (lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1605).
  12. HR. Muslim no. 425 – (1342) di dalam kitab shahihnya dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
  13. HR. al-Bukhari no. 2993 di dalam kitab shahihnya dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
  14. HR. al-Bukhari no. 481 di dalam kitab al-Adabul Mufrad dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Hadits shahih (lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 596).
  15. HR. Muslim no. 54 – (2708) di dalam kitab shahihnya dari shahabiyah Khaulah bintu Hakim radhiyallahu ‘anha.
  16. HR. al-Bukhari no. 1804 di dalam kitab shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
  17. HR. Muslim no. 181 – (715) di dalam kitab shahihnya dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
  18. HR. Muslim no. 180 – (1928) di dalam kitab shahihnya dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

    أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَطْرُقُ أَهْلَهُ لَيْلًا، وَكَانَ يَأْتِيهِمْ غُدْوَةً، أَوْ عَشِيَّةً

  19. HR. al-Bukhari no. 1801 di dalam kitab shahihnya dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
  20. HR. Muslim no. 429 – (1345) di dalam kitab shahihnya dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
  21. HR. al-Bukhari no. 3088 dan Muslim no. 2769 di dalam kitab shahih keduanya dari shahabat Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu.