oleh

Wajib Puasa Ramadhan dan Hari Raya Bersama Pemerintah

Salah satu prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah menaati pemerintah dalam perkara kebaikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), serta Ulil Amri di antara kalian.” (an-Nisa: 59)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي

“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah. Barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah. Barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Bukhari No. 2957 dan Muslim No. 1835 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Para pembaca yang kami hormati. Diantara bentuk ketaatan kita kepada pemerintah adalah tidak menyelisihi mereka dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan. Yakni kita benar-benar mengikuti pemerintah dalam hal ini.

Apa Hubungan Pemerintah dengan Ramadhan

Ramadhan dengan pemerintah sangatlah erat hubungannya, diantaranya:

Pertama, puasa Ramadhan dan Hari Raya merupakan syiar kebersamaan umat Islam. Hal ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya ketaatan kepada pemerintah.

Kedua, penentuan pelaksanan puasa Ramadhan dan Hari Raya merupakan perkara yang ma’ruf (baik) sehinga menaati pemerintah dalam hal ini diperintahkan dalam agama Islam.

Ketiga, Penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya merupakan salah satu tugas dan wewenang pemerintah dalam aturan syari’at Islam.

Wajib Mengikuti Pemerintah dalam Penentuan Ramadhan dan Hari Raya

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ

“Puasa adalah hari di mana manusia berpuasa, hari raya Idul Fitri adalah hari di mana manusia berhari raya, dan Idul Adha adalah hari di mana manusia beridul adha.” (HR. Tirmidzi dalam sunannya no. 697 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan:

وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ هَذَا الحَدِيثَ، فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالفِطْرَ مَعَ الجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ

“Sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maknanya tidak lain adalah berpuasa dan berhari raya bersama pemerintah dan mayoritas manusia.” (Sunan at-Tirmidzi hal. 71)

Nuruddin as-Sindi (w. 1138 H) rahimahullah setelah membawakan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas menjelaskan:

«الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ» وَالظَّاهِرُ أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُورَ لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْلٌ وَلَيْسَ لَهُمُ التَّفَرُّدُ فِيهَا بَلِ الْأَمْرُ فِيهَا إِلَى الْإِمَامِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجِبُ عَلَى الْآحَادِ اتِّبَاعُهُمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَةِ

“Yang tampak dari makna hadits tersebut bahwa dalam perkara ini (yaitu menentukan hari berpuasa atau hari raya) bukanlah tugas orang per orang, dan mereka tidak berhak untuk berpuasa sendiri-sendiri. Urusan ini dikembalikan kepada imam (pemimpin negara) dan pemerintah. Wajib bagi semua orang untuk mengikuti imam (pemimpin negara) dan pemerintah.” (Hasyiyah ‘ala Ibni Majah hal. 509)

Inilah yang sesuai dengan syariat Islam, untuk memepersatukan umat manusia, menyatukan barisan kaum muslimin, serta menjauhkan mereka dari pendapat pribadi yang memicu perpecahan.

Semoga bermanfaat. MNS