oleh

Pengertian dan Hukum Sesajen Dalam Islam

Pengertian dan Hukum Sesajen Dalam Islam – Perlu diketahui bersama bahwa Islam adalah agama kaffah (sempurna) yang mencakup semua sisi kehidupan manusia. Termasuk dalam hal budaya atau adat istiadat (tradisi), Islam memberikan porsi khusus tentangnya. Selama tidak bertentangan dengan syariat islam maka adat boleh diterapkan bahkan dianjurkan untuk diamalkan.

Salah satu contoh adalah sebuah adat yang berlaku turun-temurun dikalangan masyarakat arab jahiliyah yaitu menjaga nilai-nilai kejujuran. Hal ini sebagaimana diungkapkan Abu Sufyan, dahulu ketika masih musyrik beliau ditanya Heraklius (penguasa Romawi) tentang Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, maka beliau (Abu Sufyan) berkata:

فوالله لو لا الحياء من أن يأثروا علي كذبا لكذبت عنه

“Demi Allah kalau bukan karena khawatir disandarkan kedustaan padaku pasti aku akan berdusta atasnya (tentang kondisi Muhammad)” (HR. al-Bukhari)

Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar asy-Syafi’i rahimahullah:

“Padanya (ucapan Abu Sufyan) menunjukkan bahwa mereka (kaum musyrik jahiliyyah) memandang jelek dan rendah kedustaan, bisa jadi hal itu karena mengikuti syariat sebelumnya atau kebiasaan atau adat mereka.”

Maka Islam datang dan menetapkan budaya yang mulia ini sebagai bagian dari syariat Islam yang wajib diamalkan oleh setiap muslim.

Akan tetapi banyak dari adat dan budaya musyrik jahiliyah yang tidak berlaku dalam Islam, bahkan dilarang karena bertentangan dengan syariat Allah yang mulia ini.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

(ألا كل شيء من أمر الجاهلية تحت قدمي موضوع ( رواه مسلم من حديث جابر بن عبدالله

“Ketahuilah seluruh perkara jahiliyah terletak di bawah telapak kakiku” (HR. Muslim, dari hadits Jabir bin Abdillah).

Makna hadits di atas bahwa semua perkara jahiliyyah (termasuk budaya mereka) yang bertentangan dengan Islam rendah dan tidak ada nilainya dalam pandangan islam.

Oleh karena itu tidak semua budaya atau adat serta kebiasaan yang berlaku di sebuah negeri atau masyarakat bisa diterima dan dijadikan sebagai pijakan dalam beragama atau minimalnya dipadukan dengan syariat Allah yang mulia.

Karena ternyata banyak sekali dari budaya dan tradisi yang jelas-jelas bertolak belakang dengan syariat islam yang dibawa oleh nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Demikian halnya di Nusantara ini, tidak sedikit budaya dan tradisi yang berseberangan dengan Islam.

Saudaraku kaum muslimin semoga Allah membuka mata hati kita untuk selalu menerima al-Haq (kebenaran)!

Pengertian Sesajen

Dalam KBBI Sesajen atau sajen adalah makanan (bunga-bungaan dan sebagainya) yang disajikan kepada orang halus dan sebagainya; semah;

(KBBI: sajen/sa·jen/ /sajén/ Jw n makanan (bunga-bungaan dan sebagainya) yang disajikan kepada orang halus dan sebagainya; semah;)

Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya. Acara ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di tempat-tempat tertentu. Karena tempat tersebut diyakini keramat.

Sesajen juga diberikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.

Sedangkan waktu penyajiannya ditentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam jum’at kliwon, selasa legi dan sebagainya.

Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai “bisikan ghaib” yang di terima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya.

Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa. Bahkan mereka menganggap hal itu sebagai bagian dari kegiatan keagamaan. Mereka berkeyakinan jika suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji namun tidak diberikan, maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).

Ritual Sesajen dan Animisme

Ritual sesajen sebenarnya merupakan pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme. Meskipun masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini.

Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusia secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang Maha Besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan lain-lain.

Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang Maha Besar. Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu diagungkanlah benda-benda tersebut.

Unsur-unsur sesajen termasuk ibadah di dalam Islam

Pengagungan yang berlebihan terhadap benda-benda yang dianggap keramat tersebut diekspresikan dalam bentuk sesajen dan sebagainya. Hal ini tak lepas dari unsur-unsur: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.

Selain itu dalam acara SESAJEN mereka juga mempersembahkan sesuatu (berkurban) kepada selain Allah Ta’ala (dengan niat ibadah). Padahal ibadah apapun jenisnya tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.

Sehingga amalan ini jelas menyimpang dari Islam dan bertentangan dengan konsep ilmu tauhid bahkan termasuk perbuatan menyekutukan Allah yang sangat dimurkai Allah!

Maka dengan itu jelaslah bagaimana hukum sesajen dalam Islam.

LihatRitual Adat Balia Kembali, Banyak Nyawa Pergi

Bolehkah Melakukan Islamisasi Tradisi Sesajen?

Ibadah hati seperti do’a, takut, berharap, tawakal, cinta dan semua bentuk ibadah haruslah ditujukan kepada Allah semata, sebagaimana firman-Nya:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kamu menyeru bersama Allah itu seorangpun !” (Al Jin: 18).

Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman. ” (Ali Imran: 175).

Allah berfirman :

مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaknya ia beramal shalih dan jangan melakukan kesyirikan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorangpun. ” (Al Kahfi: 110).

Sehingga tradisi semacam ini tidak mungkin dipadukan dengan kerangka Islam. Apalagi mencampuradukan Islam dengannya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh mereka yang telah lancang terhadap Allah Ta’ala Sang Pembuat Syariat yang mulia ini dengan dalih Islamisasi tradisi atau Islamisasi budaya.

Allah Ta’ala mengingatkan hambanya kaum mukminin dari perbuatan kaum Yahudi yang tercela, dalam firman -Nya:

وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kalian mencampuradukan kebenaran dengan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran padahal kalian mengetahui.” (al-Baqarah : 42)

Maka kita ingatkan para tokoh yang menyerukan untuk mempertahankan tradisi dan mencampur adukkannya dengan Islam, untuk takut kepada Allah dan menjauhi perbuatan kaum Yahudi yang terlaknat karena mereka merubah agama Allah dengan makar dan tipu daya.

Karena bagaimanapun argumen mereka, jelas bahwa Islamisasi tradisi sesajen adalah konsep pembodohan umat yang bertentangan dengan konsep ilmu tauhid karena tidak ada toleransi dalam masalah aqidah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ

وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Al Kafirun: 1-6)

Bagaimana Islam Menghadapi Tradisi Kesyirikan?

Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada berhala yang bernama al-‘Uzza. Ini disebutkan dalam Al-Qur’an:

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ

وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ

“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Lata, al-‘Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (An Najm: 19-20)

Al-‘Uzza adalah berhala yang disembah masyarakat Arab musyrikin. Berhala ini merupakan pohon as-Salam yang terletak di Lembah Nakhlah, antara Makkah dan Thaif. Berhala ini diselimuti kain dan memiliki juru kunci. Bahkan, di situ didiami pula oleh jin (yang mbaurekso/penunggu).

Orang-orang yang jahil (tidak paham agama) beranggapan bahwa pohon tersebut bisa berbicara. Sehingga berhala ini menjadi sesembahan orang-orang Quraisy dan penduduk Makkah yang musyrik serta orang-orang sekitar kota Makkah.

Saat terjadi Fathu Makkah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Khalid ibnul Walid radhiyallahu ‘anhu ke Lembah Nakhlah untuk menghancurkan berhala al-‘Uzza.

Khalid ibnul Walid -pun, radhiyallahu ‘anhu, menebang habis pohon tersebut. Setelah itu ia kembali ke Makkah untuk melaporkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya kembali ke tempat berhala al-‘Uzza, karena tugas yang diberikan kepadanya belum tuntas dia tunaikan. Khalid ibnul Walid-pun, radhiyallahu ‘anhu, kembali ke tempat berhala al-‘Uzza dan memburu yang mbaurekso/penunggu tempat itu untuk membunuhnya.

Akhirnya, Khalid ibnul Walid radhiyallahu ‘anhu berhasil melibas habis yang mbaurekso/penunggu, yang senyatanya adalah jinniyah (jin wanita).

Tentunya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempertahankan tradisi tersebut dengan meng-islamisasi-kannya.

Pembaca artikel Pengertian dan Hukum Sesajen Dalam Islam, hanya kepada Allah Ta’ala saja kita bersandar dan meminta pertolongan!

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *