oleh

Seputar Shalat Witir (Bag. 2)

-Fiqih-2,664 views

Bacaan Shalat Witir

Setelah membaca surat alfatihah, disunnahkan bagi setiap muslim membaca surat al-A’la pada rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua dan surat al-Ikhlash pada rakaat ketiga. Sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى مِنَ الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ»

“Bahwa Rasulullah shalat witir dengan membaca sabbihisma rabbikal a’la (surat al-A’la) pada rakaat yang pertama, qul ya ayyuhal kafirun (surat al-Kafirun) pada rakaat kedua dan qul huwallahu ahad (surat al-Ikhlas) pada rakaat ketiga.” (HR. an-Nasa’i no. 1700, shahih)

Terkadang beliau juga menambahnya dengan surat Al-Falaq dan An-Nas. Berdasarkan Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ يُوتِرُ بَعْدَهَا: سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَيَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

“Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu membaca sabbihisma rabbikal a’la (al-A’la) dan qul ya ayyuhal kafirun (al-Kafirun) pada dua rakaat sebelum witir; kemudian membaca qul huwallahu ahad (al-Ikhlash), qul ‘audzu birabbil falaq (al-Falaq) dan qul ‘audzu birabbin nas (an-Nas) ketika witir.” (HR. Ibnu Hibban no. 2432, shahih)

Setelah selesai shalat beliau membaca doa subhaanal malikil quddus tiga kali dan mengeraskannya pada bacaan yang terakhir. Berdasarkan hadits Ibnu Abdirrahman bin Abza,

وَكَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ» ثَلَاثًا، وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالثَّالِثَةِ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam usai dari salam beliau membaca, subhana al-malik al-quddus sebanyak tiga kali dan mengeraskan bacaan pada kali ketiganya.” (HR. an-Nasa’i no. 1732, shahih)

Kapan Dimulai Witir?

Disebutkan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari sahabat Abu Bushroh Al Ghifary, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«إِنَّ اللَّهَ زَادَكُمْ صَلَاةً، وَهِيَ الْوِتْرُ، فَصَلُّوهَا فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ»

“Sesungguhnya Allah telah menambah untuk kalian satu shalat yaitu witir maka kerjakanlah (witir itu) diantara waktu shalat isya hingga waktu shalat subuh.” (HR. Ahmad No. 23851)

Hadits yang menguatkan akan hal ini adalah riwayat dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Suatu hari ada seorang yang datang kepada Nabi menanyakan perihal shalat malam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى. فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ، صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam dua rakaat dua rakaat. Namun jika kalian khawatir waktu subuh telah tiba maka hendaknya melakukan shalat satu rakaat sebagai witir dari shalat yang telah ia lakukan”. (HR. Bukhari di dalam shahihnya, no.990).

Dari kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwasannya waktu shalat witir adalah setelah shalat isya’ hingga datangnya waktu shalat fajar.

Dan diutamakan bagi yang khawatir tidak bangun di malam hari hendaknya mengerjakan shalat di awal waktu sebelum menuju pembaringan. Namun ketika dia yakin mampu bangun di malam hari maka yang afdal baginya mengerjakan shalat pada sepertiga malam terakhir. Sebagaimana hadits dari shahabat Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan Imam Muslim dalam sahihnya, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ»

“Barangsiapa yang khawatir tidak mampu mengerjakan shalat di akhir malam, hendaknya ia mengerjakan shalat witir di awalnya, dan barangsiapa yang yakin mampu untuk shalat di akhir malam maka hendaknya dia shalat witir di akhir malam, karena shalat di penghujung malam itu disaksikan dan yang demikian itu lebih afdal.” (HR.Muslim no.755)

Wasiat Rasulullah Untuk Mengerjakan Witir

Suatu ketika Baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tengah begadang di malam hari. Ia mengulang-ulangi hafalan haditsnya. Oleh karena itu Rasulullah mewasiatkan tiga hal kepada sahabatnya tersebut, sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ: «صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ»

“Orang yang paling aku kasihi (Rasulullah –penj) telah mewasiatkanku dengan tiga perkara yang aku tidak akan meninggalkanya hingga ajal menjemputku, yaitu: puasa tiga hari setiap bulan (puasa ayyamul bidh), shalat dhuha, dan tidur dalam keadaan sudah mengerjakan shalat witir.” (HR. Bukhari no. 1178 dan Muslim no. 721 di dalam shahih keduanya). Bersambung InsyaAllah. MHM

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *