oleh

Perbedaan Puasa Syiah dengan Puasa Islam

Berikut ini merupakan perbedaan Islam dan Syiah pada perkara puasa:

  1. Syiah memulai puasa dan berhari raya berdasarkan fatwa Teheran. Hal ini karena mereka menunggu fatwa Ali Khamanei Iran sebagai rujukan. Bagi Syiah, hari raya yang paling agung adalah Hari Iedul Ghadir Kum pada setiap 18 Dzulhijjah dan bukan hari Raya Idul Fitri, bukan pula Idul Adha. Berbeda dengan kaum muslimin.Shalat hari raya ala syiah hanya dilakukan sendiri-sendiri jika tidak ada imam yang maksum. Hanya boleh berjama’ah jika ada imam yang ditunjuk oleh wali faqih.

    Pada buku “Fiqih Syiah Imam Jafar Shadiq” karya Muhammad Jawad Mughniyah disebutkan bahwa Imam Jafar Shadiq as berkata:

    “Tidak ada shalat pada dua hari raya kecuali bersama imam. Jika kamu shalat sendiri tidak apa-apa.”

    Cara shalat Id Syiah berbeda dengan cara shalat Id-nya kaum muslimin

    Di sisi mereka, shalat diseru dengan  ucapan ash-shalaah sebanyak tiga kali. Kemudian takbir di setiap rakaat masing-masing sebanyak lima kali kemudian menambah qunut disetiap jeda takbir.

  2. Syiah berbuka puasa ketika sudah muncul bintang menjelang berakhirnya waktu Maghrib. Dalam kitab Wasail As-Syi’ah pada Bab: “Waktu berbuka adalah sampai hilangnya mega merah di ufuk timur, dan tidak boleh sebelumnya”:Dari Zurarah, saya pernah bertanya kepada Abu Ja’far  tentang waktu berbuka bagi orang yang puasa? Beliau menjawab: “Ketika telah terbit 3 bintang.”Ajaran Syiah ini sama persis dengan kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani.

    Berbeda dengan kaum Muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk segera berbuka ketika tiba waktunya. Beliau bersabda,

    لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون

    “Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dari Abu Hurairah).

    Silahkan lihat pembahasan: PENGERTIAN PUASA DALAM ISLAM

  3. Bagi Syiah afdhol (lebih utama) berbuka puasa dengan kurma dan tanah kuburan. Fiqh Ar-Ridha: “Seutama-utamanya sesuatu untuk dimakan tatkala berbuka puasa adalah tanah dari kuburan Husain ‘alaihis salam” [Terdapat juga di Al-Mustadrak 1/429, Jami’ Ahadits Asy-Syi’ah 6/248].Dari Ali bin Muhammad An-Naufaliy berkata: “Berkata kepada Abi Al-Hasan aalaihis salam: “Sesungguhnya aku berbuka puasa di harinya berbuka dengan tanah kuburan dan korma”.Beliau menjawab “Engkau telah menggabungkan antara berkah dan Sunnah”. [Terdapat juga di: Al-Faqih 2/174, Al-Kafi 4/170, Al-Wasail 5/114, Al-Wafi 5/192, Jami’ Ahadits Asy-Syi’ah 6/247].
  4. Syiah membolehkan minum dan merokok selama berpuasa. Diriwayatkan dengan sanad yang tsiqah (menurut Syiah) dari Ammar dan Mufaddhal bin Umar dari Imam Shadiq (alaihissalam) pada Bab 16 «من یصح منه الصوم» dari Wasail Syiah menyatakan bahwa:“Mereka yang berpuasa tetapi tidak bisa menahan rasa haus maka diperbolehkan baginya untuk minum sedikit air agar menghilangkan rasa haus dan dalam kasus ini puasa mereka tidaklah batal.”Fatwa bolehnya merokok ketika berpuasa disandarkan kepada Muhammad ash-Shadr, seorang tokoh Syiah. Di antara mereka ada yang memperbolehkan merokok di siang Ramadhan secara umum, dan ada yang membatasi jumlah maksimal tiga batang rokok dalam sehari.
  5. Syiah membolehkan buka puasa walau cuma safar menyeberangi sungai/jembatan. Mereka sangat bermudah-mudahan dalam udzur yang membolehkan berpuasa, baik karena ikut ujian atau sekedar melintasi sungai dan jembatan. Bahkan mereka wajib berbuka puasa bagi orang yang mendapati fajar terbit sementara ia junub dan belum mandi besar. Syiah tidak menekankan wajibnya qadha’ (mengganti) puasa.
  6. Syiah melakukan Anal seks/menggauli isteri di duburnya, dan itu bagi Syiah tidak membatalkan puasa. Dalam kitab Syiah (Al-Kafi, 4578) dan (At-Tahdzib, 4/319, no. 977) dari Muhammad bin Ahmad, dari Ahmad bin Muhammad, dari Ali bin Al-Hakam, dari seorang laki-laki, dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam berkata:“Jika seorang laki-laki mendatangi isterinya melalui duburnya, sedangkan isterinya saat itu sedang berpuasa, maka hal itu tidak membatalkan puasanya, dan tidak wajib mandi baginya.”
  7. Syiah membolehkan bersetubuh ketika puasa asal “tidak sengaja” melakukan hubungan.Dalam kitab Minhaj As-Shalihin (1/263), karya Al-Khou’i, dia menjelaskan,”Tidak batal puasa seseorang yang melakukan petting, kemudian secara tidak sengaja zakar masuk ke salah satu lubang (qubul atau dubur). Jika sengaja jimak, namun ragu apakah tadi sudah  masuk semua atau ragu berapa yang sudah masuk dari hasyafah, maka puasanya batal, namun dia tidak wajib membayar kaffarah”.
  8. Syiah meyakini bahwa Sholat Tarawih Berjama’ah Adalah Bid’ah. Bagi orang Syiah, tarawih adalah bid’ah. Mereka menganggap tarawih tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut mereka tarawih adalah ajaran baru yang dibuat oleh sahabat Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu.Besarnya kebencian mereka kepada sahabat Umar menjadikan mereka menolak sunnah shalat tarawih ini mentah-mentah. Bahkan mereka menyebut kepada orang yang melakukan tarawih sama halnya menjadikan Umar sebagai Nabi. Ini adalah tuduhan dusta mereka.

Masih banyak perbedaan puasa Syiah dengan puasanya ummat Islam secara umum. Begitu juga perbedaan cara adzan, cara berwudlu dan shalat, zakat, haji, kawin kontrak dan perbedaan pemahaman aqidah lainnya. Oleh karena perbedaan-perbedaan tersebut bersifat prinsip, sangat jelas bahwa Islam dan Syiah tidak akan pernah bisa disatukan.