oleh

Penjelasan Tentang Shirath yang Pasti Dilalui Manusia Kelak

Kejadian pada hari kiamat sangatlah menakutkan. Berbagai peristiwa pada saat itu sangat menegangkan. Di antaranya adalah shirath. Tak ada seorang pun melainkan akan menyaksikannya. Kengerian di atas kengerian. Di tengah kegelapan yang gelap gulita, manusia harus melintasi sebuah jembatan yang dinamakan shirath. Di bawahnya adalah neraka. Jembatannya licin, tipis, dan tajam.

Bagaimanakah kondisi pada saat itu? Apakah setiap mukminin mampu melintasinya? Bagaimana keadaan orang-orang kafir dan munafik pada saat itu? Berikut penjelasannya!

Apa Itu Shirath?

Shirath dalam bahasa arab berarti jembatan. Adapun menurut istilah syariat, sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah bahwa shirath adalah jembatan yang diletakkan di atas neraka Jahannam. Penduduk neraka akan jatuh ke dalam neraka dan penduduk surga akan selamat melewati shirath.1

Jadi, shirath adalah jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahannam. Jembatan tersebut menghubungkan padang mahsyar dan halaman yang berada di luar surga.

Dalil Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ Ulama Tentang Shirath

Penyebutan shirath ada di dalam Al-Qur’an, begitupula di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang shahih. Bahkan para Ulama telah bersepakat bahwa shirath itu benar dan pasti keberadaannya berdasarkan nash ayat dan hadits yang jelas dan tegas tentang kebenaran shirath. Oleh karena itu, wajib bagi setiap mukmin beriman terhadap shirath.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا

“Dan tidak ada seorang pun melainkan akan mendatanginya (shirath). Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam:71)

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menyebutkan tafsir Ibnu Mas’ud tentang maksud ayat di atas, beliau radhiyallahu’anhuma berkata:”(Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah) jembatan shirath yang berada di atas neraka Jahannam, tajamnya bagaikan sebuah pedang.”2

Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata:

“Para sahabat Nabi dan orang-orang yang datang sepeninggal mereka, bersilang pendapat tentang makna الوُرُوْدُ (al-wurud). Sebagian mereka ada yang menafsirkannya yaitu melewati jembatan shirath. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Jabir, al-Hasan, Qotadah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, al-Kalbi, dan selain mereka.3

Adapun penyebutan jembatan shirath dalam hadits, sebagaimana dalam potongan hadits yang panjang, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ يُضْرَبُ الْجِسْرُ عَلَى جَهَنَّمَ، وَتَحِلُّ الشَّفَاعَةُ، وَيَقُولُونَ: اللهُمَّ سَلِّمْ، سَلِّمْ

“Kemudian dibentangkan jembatan di atas Jahannam, syafaat pun diperbolehkan dan para nabi berdoa: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah!”4

Dalam riwayat yang lain disebutkan dengan lafadz,

وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمٍ

“Jembatan shirath dibentangkan di atas dua tepi Jahannam.”5

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menukil adanya ijma’ (kesepakatan) para ulama dalam permasalahan ini. Beliau berkata:”Pada hadits di atas terdapat penetapan shirath, madzhab ahlu haq dan para ulama salaf sepakat dalam menetapkan adanya jembatan shirath.”6

Bagaimanakah Sifat Jembatan Shirath?

Disebutkan pada beberapa hadits tentang berbagai sifat jembatan shirath yaitu;

  • Licin lagi menggelincirkan
  • Memiliki penyambar-penyambar dan cakar-cakar
  • Memiliki duri yang terbuat dari besi yang keras
  • Lebih tipis dari rambut
  • Lebih tajam daripada pedang

Beberapa sifat jembatan shirath di atas disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ، عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلاَلِيبُ، وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ، تَكُونُ بِنَجْدٍ، يُقَالُ لَهَا: السَّعْدَانُ

“Jembatan shirath itu licin yang dapat menggelincirkan orang yang melewatinya, terdapat penyambar-penyambar dan cakar-cakar, padanya pula terdapat duri yang terbuat dari besi yang keras, seperti yang ada di Najd atau yang dikenal dengan istilah sa’dan.”7

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu berkata:”Telah sampai kepadaku (sebuah berita) bahwa jembatan shirath itu lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang.”8

Keadaan Para Pelintas Jembatan Shirath

Kaum mukminin yang melintasi shirath ketika itu berbeda-beda kondisinya. Semua itu bergantung pada amalan-amalan mereka tatkala di dunia. Berbagai macam kondisi itu telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan hadits.

Di antara mereka ada yang selamat dengan mudah. Di antaranya pula ada yang selamat dengan susah payah. Bahkan tak sedikit yang gagal melintasi shirath dan terjatuh ke dalam api neraka. Mereka adalah orang-orang kafir, munafik, dan kaum muslimin yang fasik lagi pendosa. Berikut ini rincian tersebut;9

  • Ada yang melintasi shirath sekejap mata
  • Secepat kilat
  • Secepat angin yang berhembus
  • Seperti kuda pacu yang cepat
  • Bagaikan penunggang onta
  • Orang yang berlari dengan sekencang-kencangnya
  • Berjalan biasa
  • Merayap atau merangkak
  • Disambar oleh penyambar hingga ia terjatuh ke dalam neraka

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Kaum mukminin akan melintasi shirath seperti kejapan mata, secepat kilat, secepat hembusan angin, bagaikan kuda pacu yang berlari cepat, dan seperti jalannya penunggang onta. Ada yang selamat tanpa terkena gangguan, ada yang terkena gangguan namun berhasil selamat, dan ada pula yang terjatuh ke dalam neraka. Hingga orang yang terakhir kali melintasi shirath dalam keadaan terseret-seret.”10

Cahaya di Tengah Kegelapan Shirath

Pada saat itu kaum mukminin memiliki cahaya sesuai kadar keimanan mereka. Cahaya tersebut yang akan menerangi perjalanan mereka dalam melintasi shirath yang gelap gulita.

Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan sebelah kanan mereka, (lalu dikatakan kepada mereka): Pada hari ini ada berita gembira untukmu berupa surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (al-Hadid:12)

Adapun kaum munafikin, mereka diberi cahaya dipermulaannya saja, kemudian cahaya tersebut akan padam. Orang-orang kafir dan munafik pun berada dalam kegelapan, tidak tahu ke arah mana mereka akan berjalan. Lalu mereka pun terjatuh ke dalam neraka Jahannam. Wal’iyadzubillah

Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

“Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman:” Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagahagian cahayamu.” Dikatakan (kepada mereka):” Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (al-Hadid:13)

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Tak ada seorang pun yang bertauhid melainkan akan dikaruniakan baginya cahaya di hari kiamat. Sedangkan cahaya orang-orang munafik akan padam. Seorang mukmin akan merasa takut tatkala melihat padamnya cahaya orang-orang munafik. Mereka pun berdoa: Ya Rabb kami sempurnakanlah cahaya kami!”11

Al-Imam adh-Dhahhak rahimahullah berkata:”Pada hari kiamat, setiap orang yang menampakkan keimanan tatkala hidup di dunia akan dikaruniakan cahaya. Ketika mereka telah sampai ke shirath maka cahaya orang-orang munafik menjadi padam. Melihat itu, kaum mukminin ketakutan lalu mereka berdoa: Wahai Rabb kami sempurnakanlah cahaya kami.”12

Penutup

Setelah kita mengetahui kondisi yang akan terjadi ketika berada di shirath berupa kengerian dan cobaan yang dahsyat akan menimpa kita. Semua itu menuntut kita agar bangkit untuk menuntut ilmu agama, semangat dalam beramal shalih, selalu meminta hidayah dan taufik kepada Allah agar kita diberi keistiqomahan dalam berpegang teguh di atas agama Allah yang mulia ini. Sebab keberhasilan kita saat melintasi shirath sangat bergantung pada amalan shalih yang kita lakukan di dunia.

Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata:”Cahaya yang akan didapatkan oleh kamu mukminin, begitupula cepat atau lambatnya mereka dalam melintasi shirath, semua itu sesuai dengan kadar amalan shalih yang mereka kerjakan.”13

Maka upaya pertama dan utama yang harus kita lakukan adalah belajar ilmu agama. Hanya dengan ilmu setelah pertolongan Allah Ta’ala, seseorang akan dapat terbimbing kepada jalan hidayah. Ilmu yang ia miliki akan membantunya mengerti bagaimana cara beramal dan beribadah dengan benar sehingga diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka mari kita memulai itu semua dengan semangat dalam mempelajari agama Allah yang agung nan mulia ini.

MPS/IWU

Penulis: Muammar Purwandi

Referensi:

  1. Tafsir Ibnu Katsir
  2. Jami’ul Bayan fii Ta’wili al-Qur’an, karya Ibnu Jarir ath-Thabari
  3. At-Takhwif min An-Nar wat Ta’rif bi Hali Dar al-Bawar, karya al-Hafidz Ibnu Rajab
  4. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, karya al-Imam an-Nawawi
  5. Syarah Aqidah ath-Thahawiyyah, karya Syaikh Shalih bin Abdil Aziz alu-Syaikh
  6. Syarah Syarhus Sunnah lil Imam al-Bahari, karya Syaikh Shalih al-Fauzan
  7. Syarah Lum’atul I’tiqod Ibnu Qudamah, karya Syaikh Muhammad bin Shalih

 

Footnotes

  1. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (16/58)

    وَهُوَ جِسْرٌ مَنْصُوبٌ عَلَى جَهَنَّمَ فَيَقَعُ فِيهَا أَهْلُهَا وَيَنْجُو الْآخَرُونَ

     

  2. Jami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an (18/232)

    (وَإِنْ مِنْكُمْ إِلا وَارِدُهَا) قَالَ: الصِّرَاط ُعَلىَ جَهَنَّمَ مِثْلُ حَدِّ السَّيْفِ

     

  3. At-Takhwif min An-Nar wat Ta’rif bi Hali Dar al-Bawar (hlm.246)

    وَقَدْ اخْتَلَفَ الصَّحَابَةُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ فِيْ تَفْسِيْرِ الوُرُوْدِ، فَقَالَتْ طَائِفَةٌ: الوُرُوْدُ هُوَ المُرُوْرُ عَلَى الصِّرَاطِ، وَهَذَا قُوْلُ ابْنِ مَسْعُوْدٍ وَجَابِرٍ وَالحَسَنِ وَقَتَادَةَ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ وَالكَلْبِيْ وَغَيْرِهِمْ.

     

  4. HR. Al-Bukhari no.7439 dan Muslim no.302-(183) di dalam shahihnya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu
  5. HR. Muslim no. 299-(182) di dalam shahihnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu

  6. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (3/20)

    وَفِي هَذَا إِثْبَاتُ الصِّرَاطِ وَمَذْهَبُ أَهْلِ الْحَقِّ إِثْبَاتُهُ وَقَدْ أَجْمَعَ السَّلَفُ عَلَى إِثْبَاتِهِ

     

  7. HR. Al-Bukhari no.7439 di dalam shahihnya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu
  8. HR. Muslim no.302-(183) di dalam shahihnya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu

    قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: بَلَغَنِي أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ، وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ

  9. Syarah Lum’atul I’tiqod (hlm.140)
  10. HR. Al-Bukhari no.7439 dan Muslim no.183 dan 302 di dalam shahihnya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu
  11. Tafsir Ibnu Katsir (1/101)

    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ:لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ التَّوْحِيدِ إِلَّا يُعْطَى نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُطْفَأُ نُورُهُ، فَالْمُؤْمِنُ مُشْفِقٌ مِمَّا يَرَى مِنْ إِطْفَاءِ نُورِ الْمُنَافِقِينَ، فَهُمْ يَقُولُونَ: رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا.

     

  12. Tafsir Ibnu Katsir (1/101)

    وَقَالَ الضَّحَّاكُ بْنُ مُزَاحِمٍ: يُعْطَى كُلُّ مَنْ كَانَ يُظْهِرُ الْإِيمَانَ فِي الدُّنْيَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ نُورًا؛ فَإِذَا انْتَهَى إِلَى الصِّرَاطِ طُفِئَ نُورُ الْمُنَافِقِينَ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْمُؤْمِنُونَ أَشْفَقُوا، فَقَالُوا: ” رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا “.

  13. At-Takhwif min An-Nar wat Ta’rif bi Hali Dar al-Bawar (hlm.240)

    أَنَّ اقْتِسَامَ المُؤْمِنِيْنِ الأَنْوَارُ، عَلىَ حَسَبِ إِيْمَانِهِمْ وَأَعْمَالِهِمْ الصَّالِحَةِ، وَكَذَلِكَ مَشْيُهُمْ عَلَى الصِّرَاطِ فِيْ السُّرْعَةِ وَالبَطْءِ