oleh

Penjelasan Hadits Larangan Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid

Di masa sekarang, sering kita dapati masjid yang bersebelahan dengan pekuburan, atau bahkan ada kuburan di dalam masjid. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang keras menjadikan kuburan sebagai masjid atau membangun masjid di tanah pekuburan, sebagaimana nanti kami terangkan.

Maka layak kiranya bagi seorang muslim mempelajari permasalahan ini agar tidak terjatuh dalam kesalahpahaman atau salah tindakan. Sehingga mengakibatkan dirinya tercebur dalam kubang dosa dan menerjang larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits-hadits Larangan Menjadikan Kubur Sebagai Masjid

Ada banyak hadits shahih yang melarang dan mengancam keras tindakan menjadikan kuburan sebagai masjid. Kami paparkan sebagiannya karena keterbatasan ruang tulis, dan yang kami sebutkan kiranya cukup meyakinkan pembaca akan kerasnya larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara ini.

Hadits Pertama: dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat mengalami sakit yang menyebabkan beliau wafat, beliau bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا

“Semoga Allah melaknat Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan, “Sekiranya bukan karena hal itu, tentu kubur Nabi sudah ditampakkan, akan tetapi beliau khawatir kuburannya dijadikan sebagai masjid.”1

Terkait hadits di atas, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullahu memberi komentar: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seakan-akan mengetahui bahwa beliau akan wafat dengan sebab sakitnya. Maka beliau khawatir jika kuburannya diagung-agungkan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang dahulu. Oleh karenanya beliau melaknat Yahudi dan Nasrani sebagai isyarat celaan kepada orang-orang yang melakukan hal yang sama dengan perbuatan mereka.”2

Hadits Kedua: juga dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, suatu ketika ada di antara istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bercerita tentang sebuah gereja di Negeri Habasyah. Digambarkan betapa indahnya gereja itu dengan berbagai gambar yang ada. Mendengar hal itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka itu, jika ada orang saleh mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya, kemudian melukis gambar orang-orang saleh itu. Mereka itu sejelek-jelek manusia di sisi Allah.”3

Imam Ibnu Rajab rahimahullahu berkomentar, “Hadits ini menunjukkan haramnya membangun masjid di atas pekuburan orang-orang saleh, serta menganggambar sosok mereka. Ini sebagaimana yang diperbuat orang-orang Nasrani.”4

Dua hadits ini kiranya cukup untuk mewakili hadits-hadits yang lain.


Baca Juga: Bolehkah Membangun dan Mengapuri Kuburan, Penjelasan Imam Syafi’i dan Dalil-dalilnya


Makna Menjadikan Kubur Sebagai Masjid

Jelas dan gamblang melalui hadits di atas, larangan keras Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid. Berikutnya yang perlu kita ketahui bersama adalah makna menjadikan kuburan sebagai masjid itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan dan studi secara mendetail terhadap hadits-hadits seputar permasalahan ini, maka dapat disimpulkan makna menjadikan kuburan sebagai masjid ada tiga:

  1. Shalat atau sujud di atas pekuburan.
  2. Sujud ke arah kuburan dan menjadikannya sebagai kiblat shalat atau berdoa.
  3. Mendirikan bangunan masjid di atasnya atau dijadikan tempat shalat.

Masing-masing makna di atas didukung oleh argumen para ulama ahlussunnah. Berikut kami paparkan pendapat mereka:

Makna Pertama: Shalat atau sujud di atas pekuburan

Imam Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’I rahimahullahu menyatakan, “Menjadikan kuburan sebagai masjid maknanya adalah shalat di atasnya atau shalat menghadap ke arahnya.”5

Imam ash-Shan’ani rahimahullahu mengemukakan, “Menjadikan kuburan sebagai masjid maknanya lebih umum daripada sekadar shalat menghadap ke arahnya atau shalat di atasnya.”6

Makna ini juga didukung oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain. Di antaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

لَا تُصَلُّوا إِلَى قَبْرٍ، وَلَا تُصَلُّوا عَلَى قَبْرٍس

“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan shalat di atasnya.”7


Baca Juga: Hukum Menanam Bunga di Atas Kuburan


Makna Kedua: Shalat, Sujud atau Berdoa Menghadap Kuburan

Keterangan di atas sedikit banyak juga telah mencakup makna ini. Selain itu Imam al-Munawi juga menambahkan ketika menerangkan hadits yang melaknat Yahudi dan Nasrani di muka,

“Maknanya adalah menjadikan kuburan sebagai arah kiblat disertai dengan keyakinan mereka yang keliru. Ketika mereka menjadikannya sebagai kiblat maka mengharuskan mereka mendirikan bangunan masjid di atasnya, begitu pula sebaliknya. Ini jelas menjadi sebab laknat atas mereka, akibat dari perbuatan ekstrem (berlebihan) dalam mengagungkan (para nabi mereka).”8

Kemudian beliau menukil pernyataan al-Qadhi al-Baidhawi, bahwa orang-orang Yahudi dahulu biasa sujud kepada kuburan para nabi dalam rangka mengagungkan kedudukannya. Mereka juga menjadikan kuburan itu sebagai kiblat dan shalat menghadap ke arahnya, sehingga mereka menjadikannya sebagai berhala. Oleh karena itu Allah melaknat mereka dan melarang kaum muslimin memperbuat semisal itu.9


Baca Juga: Penting! Ayat-ayat Tentang Syafaat Beserta Penjelasannya


Makna Ketiga: Mendirikan Bangunan Masjid di atasnya dan Dijadikan Tempat Shalat

Adapun makna yang ketiga ini adalah yang paling jelas dipahami dari hadits-hadits yang telah kita sebutkan. Sebagaimana disebutkan pada hadits kedua: “mereka mendirikan masjid di atas pekuburan orang-orang saleh itu.”

Juga ungkapan Aisyah radhiyallahu ‘anha: “khawatir kuburannya dijadikan masjid.”

Ketiga makna ini terkandung dalam larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan kuburan sebagai masjid. Hal ini persis sebagaimana ungkapan Imam asy-Syafi’I rahimahullahu di dalam kitab al-Umm: “Saya tidak suka dibangun masjid di atas kuburan dan diratakan; atau shalat di atasnya dalam keadaan kubur tersebut tidak rata (tampak); atau shalat menghadap ke arahnya.”10

Larangan Membangun Masjid di atas Kuburan atau Sebaliknya

Pada poin ini kami sedikit mengupas tentang bangunan masjid yang di dalamnya ada kuburan. Baik kuburan tersebut sudah ada sebelumnya kemudian baru di bangun masjid di atasnya; atau sebaliknya, ada jenazah yang dimakamkan di dalam masjid. Kedua-duanya sama dan dihukumi sebagaimana keterangan hadits-hadits di atas.

Hal ini sebagaimana dikemukakan kembali oleh al-Munawi yang menukil kalam Imam al-Iraqi rahimahullahu, beliau menyatakan: “Kalau ada yang membangun masjid dalam rangka agar ia dikuburkan pada bagian masjid tersebut, maka termasuk ke dalam laknat yang disebutkan. Bahkan menguburkan jenazah di dalam masjid hukumnya haram. Walaupun si pemberi wakaf mempersyaratkan agar dikuburkan di sana, maka syaratnya tidak sah.”11

Maka keterangan di atas memberi kesimpulan kepada kita bahwa kuburan dan masjid tidak akan pernah bersatu di dalam syariat Islam.12

Demikian sedikit penjelasan tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid. Semoga bermanfaat. FAI-ALF

Penulis: Fahri Abu Ilyas

Referensi :

  • Al-Umm, karya Imam asy-Syafi’I rahimahullahu.
  • Fathul Bari, karya Imam Ibnu Rajab al-Hanbali.
  • Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani
  • Faidh al-Qadir, karya al-Munawi asy-Syafi’i
  • Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir, karya Ibnu Hajar al-Haitami
  • Subul as-Salam, karya Imam Shan’ani
  • Tahdzir as-Sajid min Ittikhadz al-Qubur Masajid, karya Muhammad Nashirudin

Footnotes

  1. HR. Al-Bukhari no. 1339 di dalam Shahihnya.

    عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ: «لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ»، لَوْلاَ ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خَشِيَ – أَوْ خُشِيَ – أَنَّ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا

  2. Fathul Bari, karya Ibnu Hajar (1/ 532)

    وَكَأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِمَ أَنَّهُ مُرْتَحِلٌ مِنْ ذَلِكَ الْمَرَضِ فَخَافَ أَنْ يُعَظَّمَ قَبْرُهُ كَمَا فَعَلَ مَنْ مَضَى فَلَعَنَ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى إِشَارَةً إِلَى ذَمِّ مَنْ يَفْعَلُ فِعْلَهُمْ

  3. HR. al-Bukhari no. 1341 di dalam Shahihnya.
  4. Fathul Bari, karya Ibnu Rajab (3/ 202)

    هذا الحديث يدل على تحريم بناء المساجد على قبور الصالحين، وتصوير صورهم فيها كما يفعله النصارى

  5. Az-Zawajir (1/ 246)

    وَاِتِّخَاذُ الْقَبْرِ مَسْجِدًا مَعْنَاهُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ أَوْ إلَيْهِ

  6. Subul as-Salam (1/214)

    واتخاذ القبور مساجد أعم من أن يكون بمعنى الصلاة إليها أو بمعنى الصلاة عليه

  7. HR. ath-Thabrani no. 12051, dari Sahabat Ibnu Abbas, sahih. Lihat keterangan sanad hadits di Tahdzir as-Sajid (hlm. 31)
  8. Faidh al-Qadir (4/ 466)

    أي اتخذوها جهة قبلتهم مع اعتقادهم الباطل وأن اتخاذها مساجد لازم لاتخاذ المساجد عليها كعكسه وهذا بين به سبب لعنهم لما فيه من المغالاة في التعظيم

  9. Faidh al-Qadir (4/ 466)

    قال القاضي: لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيما لشأنهم ويجعلونها قبلة ويتوجهون في الصلاة نحوها فاتخذوها أوثانا لعنهم الله ومنع المسلمين عن مثل ذلك

  10. Al-Umm, karya Imam asy-Syafi’i (1/ 317)

    وَأَكْرَهُ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ مَسْجِدٌ، وَأَنْ يُسَوَّى أَوْ يُصَلَّى عَلَيْهِ، وَهُوَ غَيْرُ مُسَوًّى أَوْ يُصَلَّى إلَيْهِ

  11. Faidh al-Qadir (5/ 274)

    فلو بنى مسجدا بقصد أن يدفن في بعضه دخل في اللعنة بل يحرم الدفن في المسجد وإن شرط أن يدفن فيه لم يصح الشرط

  12. Lihat Tahdzir as-Sajid (hlm. 11)