oleh

Mengenal Tradisi Masa Jahiliyah (Bag. 3): Taklid

Melanjutkan rangkaian tulisan tentang tradisi masa jahiliyah, kali ini kita akan membahas seputar taklid. Taklid merupakan perangai orang-orang di masa jahiliyah. Bahkan, taklid menjadi landasan keyakinan orang-orang kafir seluruhnya. Para Nabi yang diutus, tidak lain untuk membebaskan umat dari belenggu taklid kepada pemikiran para pembesar dan tokoh mereka. Untuk penjelasan lebih lengkap mari kita simak ulasan ringkas berikut.

Definisi Taklid

Menurut KBBI, taklid adalah keyakinan atau kepercayaan kepada suatu paham (pendapat) ahli hukum yang sudah-sudah tanpa mengetahui dasar atau alasannya. Kata taklid diambil dari Bahasa Arab, berasal dari kata dasar “qiladah” yang bermakna kalung. Seakan-akan ia menjadikan hukum yang ditaklidi seperti kalung yang mengikat lehernya.

Secara terminologi (istilah) taklid adalah beramal berdasarkan ucapan orang lain tanpa hujah1.

Para Nabi Mengentaskan Umat dari Taklid

Setiap kaum para Nabi ‘alaihimussalam memiliki perangai taklid kepada pembesar atau nenek moyang mereka. Hal ini nampak dari jawaban mereka ketika diajak kepada ajaran tauhid yang menyelisihi paham yang telah lama mereka anut. Kali ini akan kami sebutkan beberapa contoh hal itu.

  • Ketika Nabi Nuh’alaihissalam mengajak kaumnya kepada tauhid, maka mereka menjawab,

مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ

“Belum pernah kami mendengar ajakan ini pada masa nenek moyang kami dahulu.” (al-Mukminun: 24)

  • Begitu pula yang dikatakan oleh kaum Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sebagaimana dikisahkan di dalam al-Quran,

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيمَ (69) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا تَعْبُدُونَ (70) قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ (71) قَالَ هَلْ يَسْمَعُونَكُمْ إِذْ تَدْعُونَ (72) أَوْ يَنْفَعُونَكُمْ أَوْ يَضُرُّونَ (73) قَالُوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءَنَا كَذَلِكَ يَفْعَلُونَ

“Ceritakanlah (wahai Rasul) kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada ayah dan kaumnya, apa yang kalian sembah? Mereka menjawab, kami menyembah berhala-berhala maka kami senantiasa itikaf di sekelilingnya. (Ibrahim) mengatakan, apakah mereka (berhala-berhala) itu mendengarkan kalian ketika berdoa? Atau bisa memberi manfaat atau menimpakan mudharat? Mereka menjawab, begitulah kami mendapati nenek moyang kami berbuat. (asy-Syu’ara: 70)

  • Jawaban yang sama dari kaum Nabi Shalih, Allah ‘Azza wa Jalla berkata,

قَالُوا يَاصَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ

“Mereka berkata, Shalih, tadinya kami berharap banyak kepadamu. Apakah kamu akan melarang kami beribadah kepada sesembahan yang dahulu diibadahi oleh nenek moyang kami? Sungguh kami sangat ragu dan tidak percaya dengan ajakanmu.” (Hud: 62)

Demikian para umat terdahulu ketika diajak kepada tauhid oleh para Nabi mereka. Hal ini terus berlanjut masa demi masa, kaum demi kaum. Setiap Rasul diutus kepada satu kaum, salah satu alasan mereka untuk menolak dakwah adalah taklid kepada nenek moyang dan tokoh-tokoh mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ

“Dan demikianlah Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan (rasul) pun pada suatu negeri, melainkan para pemuka negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut agama tertentu dan kami hanya mengikuti jejak-jejak mereka.” (az-Zukhruf: 23)

Bagaimana Mengobati Taklid?

Obat taklid sebenarnya mudah, cukup seseorang merenungi, berfikir dan mengikuti dalil al-Quran dan Sunnah. Allah Ta’ala berkata,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta bergantian malam dan siang terdapat tanda kebesaran bagi orang-orang yang berfikir jernih.” (Ali Imran: 190)

Allah Ta’ala juga berkata di dalam ayat lain:

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)

“Apakah mereka tidak merenungi bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung-gunung ditegakkan, bumi dihamparkan? ” (al-Ghasyiyah: 17-20)

Pada kedua ayat tersebut Allah memerintahkan hamba-hambanya untuk berfikir, merenungi dan mengamati. Tidak lain tujuannya agar mereka yakin dan menemukan dalil akan kebesaran dan keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan hanya sekedar taklid kepada ajaran nenek moyang atau kepercayaan masyarakat setempat.

Taklid Masih Berlanjut Hingga Hari Ini

Bagi yang mengamati kondisi umat sekarang, tentu tidak sulit menemukan sikap taklid ini. Sebagai contoh yang dilakukan oleh orang-orang Syiah Rafidhah di zaman sekarang. Mereka mewajibkan taklid kepada imam dan tokoh mereka. Mereka beralasan bahwa imam mereka maksum (terbebas dari dosa) seperti halnya para Nabi.

Anggapan bahwa tindakan Imam mereka adalah selalu benar, membawa orang-orang Syiah Rafidhah menuruti seluruh perintah mereka. Tanpa mencari bukti dan dalil dari al-Quran maupun Sunnah.

Contoh lainnya, taklid kepada salah satu imam mazhab yang empat. Baik Abu Hanifah, Malik, Syafi’I atau Ahmad rahimahumullah. Tanpa ingin mencari tahu kesimpulan dalil dan cara pengambilan hukum keempat imam tersebut. Bahkan cenderung memihak kepada salah satunya dan mencela yang lainnya tanpa ada hujah.

Padahal salah satu imam mazhab yang empat, Imam Malik rahimahullah, pernah menuturkan,

ليس أحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه وسلم

“Setiap orang sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pendapatnya boleh diterima atau ditolak, kecuali hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang (yang pendapatnya harus diterima -ed).”2
Sikap Seorang Muslim yang Benar Terhadap Taklid

Allah telah menjelaskan bagaimana sikap seorang muslim terhadap taklid, yaitu dengan mengikuti petunjuk yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, sebagaimana Allah berkata,

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah (petunjuk) dari Rabb kalian yang diturunkan kepada kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-wali yang selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran.”(al-A’raf: 3)

Allah juga menegaskan didalam ayat yang lain,

وَاتَّبِعْ مَا يُوحى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ

“Dan ikutilah apa yang diwahyukan Rabbmu kepadamu”. (al-Ahzab: 2)

Tentang ayat ini Imam al-Qurthubi (w. 671) rahimahullah berkata,

وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَرْكِ اتِّبَاعِ الْآرَاءِ مَعَ وُجُودِ النَّصِّ

“Ayat ini menunjukkan wajibnya meninggalkan berbagai pendapat pribadi selama ada nas (dalil al-Quran dan Sunnah).”

Penyesalan Orang-orang yang Taklid

Orang-orang yang taklid kepada para tokoh tertentu dan mengikuti segala macam keyakinan dan amal ibadahnya, kelak akan menyesal di hari kiamat. Allah Ta’ala menyebutkan penyesalan mereka di dalam al-Quran,

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67) رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

Dan mereka (orang-orang musyrik) berkata;:”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka sehina-hinanya.” (Al Ahzab: 68-69)

Demikian pemaparan ringkas tentang taklid. Setelah kita mengetahui bahwasannya taklid adalah perangai jahiliyah, maka semestinya kita berusaha menjauhi perangai ini. Semoga Allah menjauhkan kita dari sikap taklid dan membantu kita mengikuti petunjuk al-Quran dan Sunnah. Amin. AHS-HKM


1 Lihat Irsyad al-Fuhul karya asy-Syaukani.

2 Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar di dalam al-Jami’ (2/91).