oleh

Mengenal Lebih Dekat Aqidah Imam al-Bukhari

Seringkali penukilan hadits yang sampai ke telinga kita atau yang kita baca pada buku-buku, tercantum padanya, HR. al-Bukhari. Lantas Siapakah Imam al-Bukhari dan bagaimanakah aqidah beliau?

Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mugاirah al-Bukhari, lebih akrab dengan sebutan Imam al-Bukhari (195-256 H). Imam besar di bidang ilmu hadits. Beliau beraqidah dengan aqidah Ahlussunnah dan aqidah Salaf. Beliau sangat populer di tengah-tengah kaum muslimin dengan karya tulisnya yang fenomenal, Shahih al-Bukhari.

Beliau lah sosok agung di balik kitab Shahih al-Bukhari. Kitab paling shahih setelah al-Qur’an. Jika disebut hadits yang diriwayatkan oleh beliau di dalam shahihnya, maka umat sepakat atas keshahihannya. Tidak sedikit Ulama yang hidup sepeninggal Imam al-Bukhari membuat karya tulis dalam bentuk syarah (penjelasan) terhadap kitab shahih karya beliau.

Pada tema kali ini kita ingin mengenal apa dan bagaimana aqidah Imam al-Bukhari. Berikut ini pembahasannya!

Aqidah Imam al-Bukhari Seputar Permasalahan Iman

Di antara masalah penting dan sangat mendasar dalam agama ini adalah masalah iman dan hal-hal yang terkait dengannya. Aqidah Imam al-Bukhari dalam permasalahan iman, berjalan di atas prinsip aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Hal ini akan terlihat dan diketahui melalui penjelasan berikut.

Definisi Iman, Ucapan dan Amalan Bagian dari Iman

Imam al-Bukhari rahimahullah menyatakan bahwa iman adalah keyakinan di hati, ucapan pada lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Iman bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang karena kemaksiatan dan dosa.

Hal ini nampak jelas ketika kita menelaah karya-karya tulis beliau. Imam al-Bukhari telah membuat dan meletakkan bab-bab khusus yang beliau susun dalam kitab Shahih al-Bukhari membahas permasalahan ini.

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata:

“Bab Jihad bagian dari Iman.”1

“Bab shalat malam Lailatul Qadar bagian dari iman.”2

“Bab mengikuti pengiringan jenazah bagian dari iman.”3

Hal ini menunjukkan bahwa aqidah Imam al-Bukhari adalah amalan shalih bagian dari iman. Jihad, shalat, mengiringi jenazah merupakan amalan anggota badan, lalu Imam al-Bukhari mengatakan bahwa itu semua bagian dari iman.

Imam al-Bukhari bukan orang yang mengatakan keimanan itu cukup dengan lisan atau keyakinan semata sebagaimana yang diyakini oleh sekte Mu’tazilah, Asy’ariyyah dan yang mengikuti jejak mereka.

Iman Bisa Berkurang dan Bertambah

Aqidah Imam al-Bukhari dalam hal keimanan tergambar dalam bab khusus yang beliau letakkan dalam kitab shahihnya. Beliau rahimahullah berkata,

“Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam dibangun di atas lima landasan, dan (Iman) adalah ucapan, perbuatan, bertambah dan berkurang.”4

Beliau juga membuat bab yaitu:

“Bab Iman Bertambah dan Berkurang.”5

Di dalam bab-bab tersebut, beliau menukil sejumlah dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah untuk mempertegas permasalahan ini. Jika kita membaca dalil-dalil yang beliau nukil dalam bab ini disertai penjelasan para ulama, niscaya kita akan melihat dengan jelas aqidah beliau dalam permasalahan iman.

Ini juga menunjukkan bahwa aqidah Imam al-Bukhari adalah iman itu dapat bertambah sesuai dengan kadar amalan shalih diperbuat dan berkurang sesuai dengan kadar dosa yang diperbuat, tidak sebagaimana yang diyakini oleh sekte Mu’tazilah dan yang mengikuti jejak mereka yang mengatakan bahwa keimanan kita sama dengan keimanan Abu Bakr dan Umar, atau para malaikat. Ini adalah kesesatan yang nyata karena bertentangan dengan dalil-dalil yang gamblang tentang keimanan serta menyelisihi pemahaman dan keyakinan ulama salaf dari generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in.

Berpegang Teguh dengan Al-Quran dan as-Sunnah

Beliau sangat dikenal dengan kekokohannya dalam berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah di atas bimbingan salaf (para sahabat) dan selalu memprioritaskan keduanya di atas seluruh pendapat manusia, oleh karenanya beliau membuat pembahasan khusus dalam permasalahan ini.

Imam al-Bukhari rahimahullah mengatakan dalam kitab shahihnya:

“Kitab tentang (wajibnya) berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.”6

Beliau juga membuat bab khusus,

“Bab wajibnya meneladani dan mengikuti jalan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.”7

Beliau Sangat Mengecam Bid’ah (Perkara baru yang diada-adakan Dalam Agama)

Sebagai konsekuensi dari mengikuti sunnah (jalan dan metode) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, wajib bagi setiap muslim menjauhi dan membenci kebid’ahan dan itulah prinsip ahlussunnah wal jama’ah. Oleh karena itu, para ulama adalah orang-orang yang sangat keras dalam menyikapi berbagai kebid’ahan.

Di antara mereka adalah Imam al-Bukhari rahimahullah. Beliau sampai membuat bab khusus yang berisikan dalil-dalil al-Qur’an dan hadits yang mengecam pelaku kebid’ahan dan para pembelanya.

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata:

“Bab dosa bagi siapa yang membela pelaku kebid’ahan.”8

Mengagungkan dan Memuliakan Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Terkhusus Abu Bakr, Umar, dan Utsman.

Di antara prinsip pokok Ahlussunnah yang juga diyakini dan dipegangi oleh Imam al-Bukhari rahimahullah adalah memuliakan para sahabat Nabi seluruhnya, terlebih al-Khulafa’ ar-Rasyidin, kaum Muhajirin dan Anshar, karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah meridhai mereka semua.

Mencintai sahabat merupakan konsekuensi dari keimanan yang jujur. Keyakinan beliau terkait prinsip ini sangat jelas tatkala kita membaca shahih al-Bukhari, tepatnya pada kitab Fadhail, beliau rahimahullah menyebutkan keutamaan-keutamaan para sahabat, mulai dari generasi Khulafau ar-Rasyidin kemudian Muhajirin dan Anshar.9

Imam al-Bukhari rahimahullah mengatakan,

“Bab berbagai keutamaan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”10

“Bab keutamaan Abu Bakr setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”11

“Bab manqobah (prestasi gemilang/kebaikan) Umar bin al-Khattab Abu Hafs al-Qurasyi al-Adawi radhiyallahu ‘anhu.” 12

“Bab manqobah Utsman bin Affan Abu ‘Amr al-Qurasyi radhiyallahu ‘anhu.” 13

“Bab manqobah Ali bin Abi Thalib al-Qurasyi al-Hasyimi Abul Hasan radhiyallahu ‘anhu.” 14

“Bab manqobah kaum Muhajirin dan keutamaan mereka.”15

“Bab manqobah kaum Anshar.”16

“Bab mencintai kaum Anshar.”17

Beliau bukanlah seorang Syi’i (pengikut sekte syiah) yang suka mencaci dan melaknat para sahabat Nabi, bahkan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah telah ridha, mengampuni serta mensucikan mereka seluruhnya.

Aqidah Imam al-Bukhari Tentang Al-Qur’an

Aqidah Imam al-Bukhari tentang Al-Qur’an adalah aqidah ahlussunnah wal jama’ah bahwa al-Qur’an adalah kalam (ucapan) Allah dan bukan makhluk. Beliau rahimahullah berpegang dengan aqidah ini yang merupakan prinsip ahlussunnah wal jama’ah dan itu terlihat jelas dari karya tulis beliau. Beliau juga membuat bab khusus yang menjelaskan bahwa al-Qur’an kalamullah dan bukan makhluk, antara lain:

“Bab tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan dengan menyebut kalimat Allah bukan dengan ucapan selainnya. Nu’aim berkata: “Tidak diperbolehkan meminta perlindungan kepada makhluk, tidak pula dengan menyebut ucapan hamba, baik dari kalangan manusia, jin maupun para malaikat, dan ini menunjukkan bahwa kalam Allah bukanlah makhluk, dan selainnya adalah makhluk.”18

Lebih dari itu, beliau pun membantah keyakinan menyimpang sekte Jahmiyyah dan Mu’tazilah yang meyakini bahwa Al-Qur’an bukan kalam Allah, melainkan makhluk. Beliau membawakan sekian dalil yang membantah keyakinan mereka.

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata:

“Bab bantahan terhadap Jahmiyyah dan yang menta’til (meniadakan nama dan sifat-sifat Allah).”19

Menerima Hadits Ahad20 Yang Datang dari Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam Selama Itu Shahih

Termasuk prinsip ahlussunnah wal jama’ah adalah menerima seluruh hadits shahih yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik itu kaitannya dengan aqidah (keyakinan), muamalah, atau ibadah dan yang lainnya. Apakah hadits itu mutawatir atau hadits ahad.

Prinsip ini terlihat pada diri Imam al-Bukhari tatkala beliau memasukkan hadits yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu tentang masalah niat. Beliau menjadikan hadits tersebut sebagai pembuka kitab tershahih setelah al-Qur’an, yaitu Shahih al-Bukhari. Padahal hadits tersebut merupakan hadits Ahad. Hal ini memberi isyarat jelas bahwa Imam al-Bukhari menerima dan membenarkan hadits ahad selama hadits tersebut shahih.

Berbeda dengan golongan yang sesat dari kalangan Jahmiyyah, Mu’tazilah dan yang mengikuti jejak mereka yang menolak hadits Nabi dalam urusan keyakinan kecuali hadits-hadits yang mutawatir saja. Adapun hadits Ahad tidak diterima oleh mereka dengan dalih tidak memberi makna yakin, namun hanya sebatas sangkaan (dzhon). Tentu prinsip ini adalah batil yang tidak memiliki dasar dan dalil yang sah. Padahal Nabi pernah mengutus sahabatnya untuk berdakwah ke berbagai penjuru bumi yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Abu Dzar yang diutus ke Yaman seorang diri untuk mendakwahkan islam.

Tidak Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar

Di antara aqidah dan prinsip ahlussunnah wal jama’ah adalah tidak mengkafirkan seorang muslim karena semata-mata dosa besar selain dosa syirik yang ia perbuat. Begitu pula aqidah Imam al-Bukhari, beliau tidak menghukumi pelaku dosa besar dengan kekafiran selama itu bukan syirik. Ini tercerminkan ketika beliau meletakkan bab dalam shahihnya, beliau rahimahullah berkata,

“Bab perbuatan maksiat termasuk perangai Jahiliah, namun pelakunya tidak dikafirkan karena melakukannya, kecuali syirik.” 21

Betapa jelas aqidah Imam al-Bukhari yaitu aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Sebuah aqidah yang adil dan berposisi di tengah, antara dua golongan ekstrim, golongan yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan memvonisnya kekal di neraka yaitu sekte Khawarij dan Mu’tazilah. Adapun golongan ekstrim yang kedua adalah Murji’ah dan Jahmiyyah yang mengatakan bahwa keimanan pelaku dosa besar itu sama dengan keimanan para Malaikat, para Nabi dan para Sahabat.

Allah Ta’ala di Atas Langit

Aqidah Imam al-Bukhari tentang keberadaan Allah dimana, beliau meyakini bahwa Allah berada di atas langit, tinggi di atas makhluk-Nya, beristiwa di atas Arsy. Hal ini jelas bagi kita saat membaca kitab beliau, shahih al-bukhari disertai penjelasan para ulama, semisal Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari pada bab Mi’raj (perjalanan Nabi ke atas langit). Kita akan mendapatkan bahwa Imam al-Bukhari meyakini bahwa Allah Ta’ala di atas langit, tinggi di atas seluruh hamba-hamba-Nya dan beristiwa di atas Arsy.22

Penutup

Kesimpulannya bahwa aqidah Imam al-Bukhari adalah aqidah ahlussunnah wal jamaah yang lurus dan berpijak di atas al-Qur’an dan sunnah, sesuai dengan aqidah salafus shalih dari generasi sahabat, tabi’in, dan atbaut tabi’in. Hal itu sangat nampak dalam karya-karya beliau rahimahullah.

USN/IWU

Penulis: Usamah Najib

Referensi:

  1. Shahih al-Bukhari, karya Imam al-Bukhari rahimahullah
  2. Khalqi Af’ali al-Ibaad, karya Imam al-Bukhari rahimahullah
  3. Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, karya al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah

1 Shahih al-Bukhari (1/16)

بَابُ الْجِهَادِ مِنَ الْإِيمَانِ

2 Idem

بَابُ قِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ مِنَ الْإِيمَانِ

3 Shahih al-Bukhari (1/18)

بَابُ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ مِنَ الْإِيمَانِ

4 Shahih al-Bukhari (1/10)

بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ» وَهُوَ قَوْلٌ وَفِعْلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ

5 Shahih al-Bukhari (1/17)

بَابُ زِيَادَةِ الْإِيمَانِ وَنُقْصَانِهِ

6 Shahih al-Bukhari (9/91)

كِتَابُ الِاعْتِصَامِ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ

7 Shahih al-Bukhari (9/92)

بَابُ الِاقْتِدَاءِ بِسُنَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

8 Shahih al-Bukhari (9/100)

بَابُ إِثْمِ مَنْ آوَى مُحْدِثًا

9 Lihat Syarah Thahawiyyah li Ibni Jarir (7/81)

10 Shahih al-Bukhari (5/2)

بَابُ فَضَائِلِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

11 Shahih al-Bukhari (5/4)

بَابُ فَضْلِ أَبِي بَكْرٍ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

12 Shahih al-Bukhari (5/10)

بَابُ مَنَاقِبِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أَبِي حَفْصٍ القُرَشِيِّ العَدَوِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

13 Shahih al-Bukhari (5/13)

بَابُ مَنَاقِبِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَبِي عَمْرٍو القُرَشِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

14 Shahih al-Bukhari (5/18)

بَابُ مَنَاقِبِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ القُرَشِيِّ الهَاشِمِيِّ أَبِي الحَسَنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

15 Shahih al-Bukhari (5/3)

بَابُ مَنَاقِبِ المُهَاجِرِينَ وَفَضْلِهِمْ

16 Shahih al-Bukhari (7/110)

بَابُ مَنَاقِبِ الْأَنْصَارِ

17 Shahih al-Bukhari (7/114)

بَابُ حُبِّ الْأَنْصَارِ

18 Khalqi Af’ali al-Ibaad hlm. 96

بَابُ مَا كَانَ النَّبِيُّ يَسْتَعِيذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ لَا بِكَلَامِ غَيْرِهِ وَقَالَ نُعَيْمٌ: «لَا يُسْتعَاذُ بِالْمَخْلُوقِ، وَلَا بِكَلَامِ الْعِبَادِ وَالْجِنِّ وَالْإِنْسِ، وَالْمَلَائِكَةِ وَفِي هَذَا دَلِيلٌ أَنَّ كَلَامَ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ، وَأَنَّ سِوَاهُ مَخْلُوقٌ

19 Khalqi Af’ali al-Ibaad hlm. 84

بَابُ الرَّدِّ عَلَى الْجَهْمِيَّةِ وَأَصْحَابِ التَّعْطِيلِ

20 Yaitu Hadits yang diriwayatkan hanya segelintir sahabat saja.

21 Shahih al-Bukhari (1/15)

22 Lihat Fathu al-Bari (7/203)