oleh

Menelisik Aqidah Imam Syafi’i (Bag. 3)

Demikian perhatian Imam Syafi’i yang sangat besar terhadap perkara aqidah. Tak heran murid-murid dan para imam yang mengikuti mazhab beliau dengan benar senantiasa mengajarkan aqidah yang beliau sampaikan. Silakan merujuk kembali pada tulisan kami sebelumnya tentang pandangan ulama Syafi’iyyah tentang perkara aqidah.

Baca: Menelisik Aqidah Imam Syafi’i (Bag. 2)

Selanjutnya kami akan mulai menuangkan sedikit demi sedikit berbagai keyakinan Imam Syafi’i di dalam agama Islam. Kami mulai dari permasalahan iman menurut Imam Syafi’i.

Menurut Imam Syafi’i Iman adalah Ucapan, Perbuatan dan Keyakinan

Di antara pendapat Imam Syafi’i tentang iman, bahwasannya iman itu merupakan ucapan, perbuatan dan keyakinan dalam hati. Hal ini untuk menegaskan bahwa iman tidak hanya sekedar pengetahuan dalam hati saja, namun harus diucapkan dengan lisan dan dijalankan konsekuensi keimanannya dalam wujud amal ibadah. Berikut beberapa cuplikan ucapan Imam Syafi’i tentang hal ini.

Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sulaiman1 (w. 270 H), beliau berkata: “Aku pernah mendengar Syafi’i mengucapkan: iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”2

Pada kesempatan yang lain Rabi’ juga meriwayatkan sebuah syair yang diucapkan Imam Syafi’i rahimahullah, berikut cuplikannya secara makna:

Aku bersaksi bahwa Allah tidak ada sesuatupun selain-Nya

dan aku bersaksi bahwa hari kebangkitan benar adanya.

Serta (bersaksi) bahwa tali iman adalah ucapan yang bagus

dan perbuatan yang suci, terkadang bertambah dan berkurang.3

Imam al-Lalika’i rahimahullah (w. 418 H) menukilkan dari Kitab al-Umm pada bab niat mengerjakan shalat, Imam Syafi’i menyatakan:

وَكَانَ الْإِجْمَاعُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِمَّنْ أَدْرَكْنَاهُمْ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ، لَا يُجْزِئُ وَاحِدٌ مِنَ الثَّلَاثَةِ بِالْآخَرِ

“Telah menjadi kesepakatan para Sahabat dan Tabi’in setelahnya yang pernah aku jumpai, bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan niat. Tidak cukup hanya salah satu dari ketiganya tanpa dilengkapi dengan yang lainnya.”4

Imam Ibnu Abdil Bar (w. 338) rahimahullah menukilkan dengan sanadnya dari Rabi’, beliau mendengar Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَاعْتِقَادٌ بِالْقَلْبِ أَلا تَرَى قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجل {وَمَا كَانَ الله لِيُضيع إيمَانكُمْ} يَعْنِي صَلاتَكُمْ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَسَمَّى الصَّلاةَ إِيمَانًا وَهِيَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَعَقْدٌ

“Iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan dalam hati. Tidakkah anda memperhatikan firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya), Allah tidak ingin menyia-nyiakan iman kalian. (al-Baqarah: 143). Maknanya adalah shalat kalian menghadap Baitul Maqdis. Sehingga Allah menyebut shalat dengan iman, (karena) iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan.5

Demikian kiranya beberapa cuplikan perkataan Imam Syafi’i yang dapat meyakinkan pembaca, bahwa Imam Syafi’i meyakini iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan.

Imam Syafi’i Meyakini Iman Dapat Bertambah dan Berkurang

Selain itu Imam Syafi’i rahimahullah juga menyatakan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan mengerjakan ketaatan dan berkurang akibat mengerjakan kemaksiatan. Mari kita simak penuturan Imam Syafi’i rahimahullah. Sebagian kalam beliau sudah dinukil pada pembahasan di atas.

Imam Abu Nu’aim al-Asbahani () menukilkan dari Rabi’, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا 

“Iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Bertambah dengan perbuatan ketaatan dan berkurang dengan perbuatan maksiat.” Kemudian beliau rahimahullah membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya), “dan bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman.” (al-Muddatsir: 31)6

Imam al-Baihaqi meriwayatkan sebuah kisah panjang Imam Syafi’i. Ketika itu beliau ditanya oleh seseorang tentang perkara iman. Apakah iman itu dapat bertambah dan berkurang? Lalu apakah dalil tentang perkara ini?

Imam Syafi’i rahimahullah menjawab dengan panjang lebar. Beliau menjelaskan bahwa masing-masing anggota badan mempunyai kadar keimanan yang wajib ditunaikan. Bahkan beliau membubuhkan dalil pada tiap-tiap permasalahan. Kemudian di akhir penjelasan Imam Syafi’i rahimahullah menuturkan,

ولو كان هذا الإيمان كله واحداً لا نقصان فيه ولا زيادة لم يكن لأحد فيه فضل، واستوى الناس، وبطل التفضيل. ولكن بتمام الإيمان دَخل المؤمنون الجنة، وبالزيادة في الإيمان تفاضل المؤمنون بالدرجات عند الله في الجنة، وبالنقصان من الإيمان دخل المُفَرِّطون النار.

“Jikalau iman itu semuanya satu (sama), tidak berkurang maupun bertambah, tentu tidak ada seorang pun yang memiliki keutamaan (dibanding dengan yang lain –ed). Seluruh manusia sama, tidak ada perbedaan kualitas. Akan tetapi dengan kesempurnaan iman itulah yang menyebabkan orang-orang mukmin masuk Surga dan dengan bertambahnya iman itulah ada perbedaan tingkat antar kaum mukminin di sisi Allah ketika di dalam Surga. (Sebaliknya) dengan berkurangnya iman, orang-orang yang berbuat dosa akan masuk Neraka.”

Imam Syafi’i rahimahullah mempertegas aqidahnya dalam hal ini, ketika beliau mengatakan,

إن الله، عز وجل، سَابَق بين عباده كما سُوبِقَ بين الخليل يوم الرهان. ثم إنهم على درجاتهم من سبق عليه، فجعل كل أمْرِئ على درجة سَبْقِه، لا ينقصه فيها حقَّه، ولا يُقدَّم مَسْبُوقٌ على سابِق، ولا مَفْضُولٌ على فاضل. وبذلك فضّل أول هذه الأمة على آخرها. ولو لم يكن لمن سبق إلى الإيمان فضل على من أبطأ عنه للحق آخر هذه الأمة بأوّلها.

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengadakan perlombaan untuk hamba-hambanya sebagaimana kuda-kuda diperlombakan di hari pacuan. Kemudian mereka (hamba-hamba Allah) itu bertingkat-tingkat dan Allah menilainya sesuai dengan kecepatan mereka di dalam perlombaan. Tidak mengurangi hak mereka sedikit pun, serta tidak akan mengunggulkan yang tertinggal daripada yang lebih dahulu. Juga tidak mendahulukan yang kurang daripada yang afdal.

Berdasarkan hal ini Allah memberikan keutamaan kepada umat yang pertama di atas umat yang setelahnya. Seandainya para pendahulu umat ini tidak lebih utama dibandingkan orang yang belakangan, tentu umat yang terakhir akan sama dengan umat yang pertama.”7

Baca Juga: Rukun Iman dengan Konsep dan Urutan Penjelasan

Berdasarkan berbagai cuplikan perkataan Imam Syafi’i di atas, dapat kita simpulkan aqidah beliau tentang iman adalah meyakini bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Tingkat keimanan manusia juga berbeda-beda sesuai amalan yang mereka kerjakan. Hal ini selaras dengan aqidah Imam Syafi’i sebelumnya, bahwa iman itu ucapan, perbuatan dan keyakinan dalam hati. Beliau menggolongkan amalan termasuk bagian dari iman.

Demikian kiranya sebagian aqidah Imam Syafi’i tentang iman yang dapat kami sebutkan. Semoga pada tulisan berikutnya Allah memberi kemudahan bagi penulis dan pembaca untuk melengkapi pembahasan. FAI-AAK


1 Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar adalah salah satu murid Imam Syafi’I yang tsiqah (terpercaya), beliau banyak meriwayatkan karya tulis Imam Syafi’I. Lihat at-Taqrib (hlm. 206) karya Ibnu Hajar al-Asqalani.

2 Lihat al-Manaqib (1/385) karya al-Baihaqi, al-Intiqa’ (hlm. 81) karya Ibnu Abdil Bar, dan berbagai sumber lainnya.

3 Al-Manaqib (1/440).

4 Syarah Ushul I’tiqad Ahli as-Sunnah (5/886).

5 Al-Intiqa’ (hlm. 81)

6 Hilyatul Auliya’ wa Thabaqat al-Asfiya’ (9/115) karya Abu Nu’aim al-Asbahani.

7 Lihat selengkapnya di Manaqib asy-Syafi’i (1/387 – 393), karya Imam al-Baihaqi.