oleh

Mencela Angin Dalam Pandangan Syariat

Angin merupakan tantara Allah Ta’ala. Tidaklah angin bertiup melainkan atas perintah dan kehendak Allah sesuai dengan hikmah-Nya. Sehingga mencela angin bukanlah perkara yang ringan, sebab mencela angin sangat berkaitan dengan pencipta-Nya dan telah diatur hukumnya dalam Syariat.

Hukum Mencela Angin Beserta Dalilnya

Mencela angin hukumnya adalah haram. Karena angin adalah makhluk Allah yang Allah ciptakan dan Dia pula yang mengaturnya. Allah Ta’ala berfirman,

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (ar-Rum: 48)

Sehingga apabila seorang mencela angin sama saja ia mencela Allah Yang telah menciptakannya dan mengirimnya.1

Hal ini sebagaimana yang telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

لَا تَسُبُّوا الرِّيحَ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا مَا تَكْرَهُونَ، فَقُولُوا: اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ خَيْرِ مَا فِيهَا، وَمِنْ خَيْرِ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ شَرِّ مَا فِيهَا، وَمِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ

“Janganlah kalian mencela angin. Apabila kalian mendapati darinya suatu yang tidak kalian sukai maka ucapkanlah do’a berikut,

اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ خَيْرِ مَا فِيهَا، وَمِنْ خَيْرِ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ شَرِّ مَا فِيهَا، وَمِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ

“Ya, Allah kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada padanya serta kebaikan yang dibawa olehnya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini, kejelekan yang ada padanya serta kejelekan yang dibawa olehnya.” 2

Mencela Angin Menurut Imam Asy-Syafi’i

Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya bagi seseorang mencela angin. Karena angin adalah salah satu makhluk Allah Ta’ala yang patuh kepada-Nya. Dan mereka salah satu dari tentara-tentara Allah. Angin tersebut bisa sebagai nikmat atau bencana jika Allah menghendakinya.”3

Dengan dalil kemudian penjelasan al-Imam asy-Syafi’i di atas tampak jelas bahwa mencela angin hukumnya adalah haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum mukminin untuk mencela angin, selain itu beliau juga mengajarkan kita untuk membaca do’a tatkala angin bertiup.

Do’a Tatkala Angin Bertiup

Sebagaimana yang telah disinggung pada hadits di atas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a tatkala angin bertiup. Berikut ini do’a yang bisa kita ucapkan,

اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ خَيْرِ مَا فِيهَا، وَمِنْ خَيْرِ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيحِ، وَمِنْ شَرِّ مَا فِيهَا، وَمِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/12/Doa-Tatkala-Angin-Bertiup.mp3?_=1

“Ya, Allah kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya serta kebaikan yang dibawa olehnya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini, kejelekan yang ada padanya serta kejelekan yang dibawa olehnya.” 4

Hikmah di Balik Larangan Mencela Angin

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa do’a termasuk salah satu jenis ibadah yang wajib ditujukan hanya kepada Allah semata. Oleh karena itu, Imam Abdurrahman bin Hasan menuturkan,

“Pada hadits (do’a) ini terdapat ubudiyyah (penghambaan diri/ketundukan) kepada Allah, menaati-Nya dan menaati rasul-Nya. Di sisi lain padanya terdapat permohonan perlindungan kepada-Nya dari kejelekan, dan mengharap keutamaan dan nikmat-Nya. Inilah kondisi orang-orang yang bertauhid dan beriman. Berbeda halnya dengan kondisi orang-orang fasik dan suka bermaksiat, mereka terhalangi dari merasakan manisnya tauhid yang merupakan hakikat iman.”5

Demikian pula dilarang mencela angin karena mencela angin akan mengurangi tauhid seseorang, dari sisi dia telah menyandarkan suatu perkara kepada selain Allah dan menganggap hal itu terjadi disebabkan oleh angin yang buruk, bukan karena kehendak Allah Yang telah mengatur angin tersebut.6

Adapun musibah yang menimpa suatu kaum karena angin, maka juga tidak pantas bagi seseorang untuk mencela angin tersebut. Namun hendaknya janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri. Sepantasnya pula ia kembali kepada Allah dan dan banyak bertaubat kepada-Nya, karena salah satu sebab Allah menakdirkan suatu musibah adalah dosa dan maksiat, sehingga hendaknya ia segera bertaubat kepada Allah serta mengintropeksi dirinya.


Baca Juga: Akibat Dosa dan Kemaksiatan


Kemudian setelah itu ia menyandarkan segala sesuatu kepada Allah Ta’ala serta sadar bahwa Allah lah yang menghendaki itu semua sebagai bentuk peringatan baginya dan bagi orang lain yang mengambil ibroh darinya. Semoga dengan demikian, musibah yang menimpa menjadi penggugur dosa dan maksiat yang selama ini dilakukannya.

Mudah-mudahan Allah selalu memberikan taufik untuk segala tindak-tanduk kita semua. Yang dengan itu segala yang kita lakukan tidak menyelisihi aturan-aturan-Nya. Di antara caranya adalah dengan memahami dan mempelajari ilmu serta hukum-hukum agama Islam. Amin. MSM-ALF

Penulis: Muhammad as-Sijnul Mubarak

Referensi:

  1. Al-Qoulul Mufid karya Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah
  2. Fathul Majid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
  3. I’anatul Mustafid, karya Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah
  4. Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, karya Imam an-Nawawi rahimahullah

 

Footnotes

  1. Al-Qulul Mufidz (hlm. 2/380)

    النهي عن سب الريح: وهذا النهي للتحريم; لأن سبها سب لمن خلقها وأرسلها

     

  2. HR. Ibnu Majah no. 3727, dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu. Sahih lihat silsilah al-Ahadits as-Sahihah (hlm. 6/598)
  3. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab (hlm. 17)

    قَال الشَّافِعِيُّ فِي الأُمِّ: وَلا يَنْبَغِي لأَحَدٍ أَنْ يَسُبَّ الرِّيَاحَ فَإِنَّهَا خَلقٌ للهِ تَعَالى مُطِيعٌ، وَجُنْدٌ مِنْ أَجْنَادِهِ يَجْعَلهَا رَحْمَةً وَنِقْمَةً إذَا شَاءَ

     

  4. HR. Ibnu Majah no. 3727, dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Sahih, lihat silsilah al-Ahadits as-Sahihah (hlm. 6/598)
  5. Fathul Majid (hlm. 466)

    ففي هذا عبودية لله وطاعة له ولرسوله، واستدفاع للشرور به، وتعرض لفضله ونعمته، وهذه حال أهل التوحيد والإيمان، خلافا لحال أهل الفسوق والعصيان الذين حُرموا ذوق طعم التوحيد الذي هو حقيقة الإيمان

     

  6. I’anatul Mustafidz (hlm. 2239/2)

    فيه النّهي عن سبّ الريح، لأنّ ذلك يُخِلُّ بالتّوحيد من حيث إنّه ينسِب الأُمور إلى غير الله عزّ وجلّ.