oleh

Keutamaan Menyegerakan Berbuka Puasa

-Fiqih-1,331 views

Berbuka puasa merupakan suatu momen yang sangat dinantikan oleh mereka yang berpuasa. Karena saat berbuka puasa seseorang diliputi kegembiraan setelah merasakan beratnya menahan rasa lapar dan haus serta pembatal-pembatal puasa lainnya, sejak terbit fajar hingga menjelang terbenamnya matahari.

Tidak hanya itu, ternyata di sana ada keutamaan dan pahala yang diraih manakala seseorang yang berpuasa itu menyegerakan berbuka puasa.

Lantas apa dan bagaimana bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait berbuka puasa?

Waktu Berbuka

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita tentang waktu bolehnya berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, yaitu saat terbenamnya matahari. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيۡلِۚ

“Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga tiba waktu malam.” (al-Baqarah: 187)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam haditsnya terkait dengan ayat di atas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

“Apabila malam telah datang dan siang telah pergi serta matahari telah terbenam maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.”1

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “(sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas) maknanya adalah puasa orang yang berpuasa telah selesai dan sempurna, sehingga dia bukan lagi orang yang berpuasa. Karena ketika terbenamnya matahari maka berakhirlah waktu siang dan waktu malam pun tiba, sedangkan malam hari bukan waktu disyariatkan untuk berpuasa.”2

Dari keterangan ini, kita mengetahui bahwasanya apabila siang telah berlalu dan tiba waktu malam yang ditandai dengan terbenamnya matahari, maka itulah saat dibolehkan dan disyariatkan berbuka puasa.

Kegembiraan Saat Berbuka Puasa

Berbuka puasa di bulan Ramadhan merupakan waktu yang sangat dinantikan oleh kaum muslimin usai menunaikan ibadah puasa seharian penuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan berita gembira bagi orang yang berpuasa saat berbuka puasa dalam sabdanya,

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

“Orang yang puasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia saat berbuka dan bahagia saat bertemu dengan Rabb-nya.”3

Gembira ketika berbuka puasa memiliki dua makna:

  1. Seseorang bergembira karena ia telah menunaikan kewajibannya berupa ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
  2. Ia juga bergembira dan senang dengan makanan, minuman dan jima’ (bergaul dengan istri) yang kembali Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan baginya, setelah sebelumnya diharamkan saat berpuasa.4

Hal-Hal yang Disunnahkan Ketika Berbuka Puasa

  • Menyegerakan berbuka puasa ketika telah tiba waktunya. Tidak dibenarkan menundanya meski seseorang merasa masih kuat dan mampu untuk tetap berpuasa. ‘Amr bin Maimun rahimahullah meriwayatkan:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ أَعْجَلُ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأُهُمْ سَحُورًا

“Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling bersegera berbuka puasa dan paling akhir bersahur.”5 

  • Berbuka dengan ruthab (kurma basah), bila tidak didapati maka berbuka dengan tamr (kurma kering) dan bila tidak ada maka dengan air. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa dengan ruthab sebelum melaksanakan shalat (Maghrib), ketika tidak ada ruthab maka dengan tamr, jika tidak ada (tamr) maka dengan meneguk air.”6

  • Membaca doa saat berbuka puasa. Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka puasa, beliau mengucapkan,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Rasa haus telah pergi dan urat-urat telah terbasahi serta pahala telah tetap insya Allah.”7

Keutamaan Menyegerakan Berbuka Puasa

Menyegerakan berbuka puasa memiliki keutamaan yang banyak, antara lain:

  1. Sebab diraihnya kebaikan. Hal ini sebagaimana hadits Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”8 

  1. Menjaga dan menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunda berbuka puasa hingga munculnya bintang-bintang.”9

Imam Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan: “Hadits ini merupakan bantahan terhadap kaum Syi’ah yang mengakhirkan berbuka puasa hingga tampak bintang-bintang.”10

  1. Menyegerakan berbuka puasa merupakan perbuatan menyelisihi Yahudi dan Nasrani. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ

“Agama ini akan senatiasa berjaya selama manusia (kaum muslimin) menyegerakan berbuka puasa karena Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.”11 

  1. Bersegera dalam berbuka puasa termasuk akhlak para Nabi dan Rasul. Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

ثَلَاثٌ مِنْ أَخْلَاقِ النُّبُوَّةِ: تَعْجِيلُ الْإِفْطَارِ، وَتَأْخِيرُ السَّحُورِ، وَوَضْعِ الْيَمِينِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلَاةِ

“Tiga hal dari akhlak kenabian: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat.”12 

Berbukalah, Walau Hanya dengan Seteguk Air

Seyogyanya bagi orang yang berpuasa untuk segera berbuka sebelum ia menunaikan shalat maghrib. Berbukalah, walaupun hanya dengan seteguk air.

Merupakan suatu kesalahan apabila ada seseorang yang baru berbuka ketika shalat maghrib telah usai dikerjakan. Padahal sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengabarkan kepada kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib. Hal itu sebagaimana hadits yang telah disebutkan.

Menyegerakan berbuka puasa memiliki keutamaan serta kebaikan yang banyak. Bersegera dalam berbuka merupakan akhlaknya para Nabi dan Rasul. Maka sangat patut bagi kita selaku umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam meneladani beliau dan para Nabi dan Rasul sebelumnya saat berbuka puasa. Yaitu, hendaknya kita bersegera dalam berbuka puasa dan tidak menundanya. Barakallahufiikum

KAK/FAI/IWU

Penulis: Khalid Abdul Khaliq

Referensi:

  1. Syarh Shahih Muslim, karya al-Imam an-Nawawi rahimahullah
  2. Syarh ar-Riyadhis ash-Shalihin, karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah
  3. Fathul Bari, karya al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani Rahimahullah
  4. At-Ta’liqot al-Hisan ‘ala Shahih Ibnu Hibban
  5. Shahih al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu, karya asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah
  6. Irwa’ al-Ghalil Fii Takhrij Ahadits Manar as-Sabil, karya asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah
  7. At-Targhib wa at-Tarhib, karya asy-Syaikh Muhammad bin Nashiruddin al-Albani rahimahullah

1 HR. Ibnu Hibban no. 3513, dari sahabat Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu, shahih. Lihat at-Ta’liqot al-Hisan ‘ala Shahih Ibnu Hibban

2 Syarh Shahih Muslim (7/209)

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ) مَعْنَاهُ انْقَضَى صَوْمُهُ وَتَمَّ وَلَا يُوصَفُ الْآنَ بِأَنَّهُ صَائِمٌ فَإِنَّ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ خَرَجَ النَّهَارُ وَدَخَلَ اللَّيْلُ وَاللَّيْلُ لَيْسَ مَحِلًّا لِلصَّوْمِ

3 HR.Muslim, no. )1151)-164, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, shahih. Lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu no. 4538

4 Lihat Syarhu ar-Riyadhis ash-Shalihin (5/268)

فهاتان فرحتان في الفطر الأولى أن الله من عليه بإتمام هذه الفريضة.

الثانية أن الله من عليه بما أحل له من محبوباته من طعام وشراب ونكاح.

5 HR. Al-Baihaqi no. 8127, dari ‘Amr bin Maimun rahimahullah. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menilai sanadnya shahih

6 HR. Abu Dawud no. 2356, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, hadits hasan shahih. Lihat Irwa’ al-Ghalil no. 922

7 HR. Abu Dawud no. 2357, dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, hasan. Lihat Irwa’ al-Ghalil no. 920

8 HR. Al-Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari sahabat Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, shahih. Lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1073

9 HR. Ibnu Hibban no. 3510, dari sahabat Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, shahih. Lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1074

10 Fathul Bari (4/199)

قَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ رَدٌّ عَلَى الشِّيعَةِ فِي تَأْخِيرِهِمُ الْفِطْرَ إِلَى ظُهُورِ النُّجُومِ

11HR. Abu Dawud, 2/2353, Ibnu Majah, 1/1698an-Nasa’i dalam al-Kubra, 2/253, dan Ibnu Hibban, 8/3503, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hasan. Lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1075

12HR. Ath-Thabrani, dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, shahih. Lihat Shahihul Jami’ ash-Shaghir (1/242) no. 3038