oleh

KEUTAMAAN MENYEBARKAN ILMU

Berikut adalah beberapa nasihat dari para ulama tentang keutamaan menyebarkan ilmu dan menuntut ilmu.

Keutamaan Menyebarkan Ilmu

Ibnul Mubarak rahimahullah berkata:

“Aku tidak mengetahui setelah kenabian, sebuah derajat yang lebih utama dari menyebarkan ilmu.” (Tahdzibu al-Kamal, 16/20)

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

“Barang siapa yang menyukai amalannya tidak terputus setelah dia meninggal, maka hendaknya dia menyebarkan ilmu.” (at-Tadzkirah-55)

قال ابن المبارك رحمه الله-:
«
لا أعلم بعد النبوة درجة أفضل من بث العلم».

 تهذيب الكمال .٢٠/١٦

 قال ابن الجوزي رحمه الله-:
«
من أحب أن ﻻ ينقطع عمله بعد موته فلينشر العلم»

 التذكرة .٥٥

Bersyukurlah Dengan Kemampuan Anda Menyebarkan Ilmu Agama

Imam Malik rahimahullah berkata :

“Sesungguhnya Allah telah membagi-bagi amalan-amalan hamba sebagaimana Allah telah membagi- bagi rezeki mereka. Terkadang seseorang dimudahkan untuknya dalam melakukan ibadah sholat namun tidak dimudahkan dalam berpuasa. Sedangkan yang lainnya dimudahkan untuk bersedekah namun tidak dimudahkan dalam berpuasa.

Ada juga orang yang dimudahkan baginya dalam berjihad. Adapun menyebarkan ilmu agama termasuk amalan yang paling utama, dan sungguh aku benar-benar ridho dengan apa yang telah Allah mudahkan untuk dalam menyebarkan ilmu. Aku pun berharap masing-masing kita berada di atas kebaikan.” (Siyar an-Nubala 8/114)

قال الإمامُ مالكٌ رحمه الله :

إنّ الله قسم الأعمالَ كما قسم الأرزاق فربَّ رجُلٍ فُتح له في الصلاة ولم يفتُح له في الصوم وآخرُ فُتح له في الصدقةِ ولم يُفتح له في الصوم وآخرُ فُتح له في الجهادِ فنشرُ العلم من أفضلِ أعمال البِرِّ وقد رضيتُ بما فُتحَ لي فيه ارجوا أن يكون كلانا على خيرٍ وبر ” .

سير النبلاء 8/114

Dengan tersebarnya ilmu maka dengan izin Allah akan banyak yang memanfaatkan ilmu tersebut, dan ketika banyak yang memanfaatkan ilmu akan banyak ganjaran dan pahala.
Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, mulai dari menuntut ilmu hingga menyebarkan ilmu termasuk suatu amalan yang sangat besar keutamaan dan ganjarannya.  Tidak sepantasnya kita menyia-nyiakan kesempatan ini.

Keutamaan Ilmu Atas Harta

Berkata seorang ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang hidup pada abad ke 7 bernama Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d Al Zar’i Ad Dimashqi yang bergelar Abu Abdullah Syamsuddin rahimahullah (Lahir 691H – Wafat 751H ) rahimahullah:

Keutamaan ilmu atas harta bisa diketahui dari beberapa sisi diantaranya:

  1. Ilmu merupakan warisan para Nabi, dan harta merupakan warisan para raja dan hartawan.
  2. Ilmu menjaga pemiliknya, dan pemilik harta menjaga hartanya.
  3. Harta berkurang dengan pemberian, dan ilmu bertambah dengan pemberian.
  4. Pemilik harta kalau meninggal dunia berpisah dengan hartanya, dan ilmu masuk ke kuburan bersama pemiliknya.
  5. Ilmu menghakimi harta, dan harta tidak bisa menghakimi ilmu.
  6. Harta ada pada orang yang beriman dan kafir, orang baik dan buruk, sedangkan ilmu yang bermanfaat tidak ada kecuali pada orang yang beriman.
  7. Pemilik ilmu membutuhkannya para raja dan orang-orang yang di bawahnya, dan pemilik harta tak lain membutuhkannya orang-orang yang tidak punya dan tidak mampu saja.
  8. Jiwa menjadi mulia dan suci dengan mengumpulkan ilmu -hal ini dikarenakan kesempurnaan dan kemuliyaan ilmu- , adapun harta tidak menyucikannya, tidak menyempurnakannya, tidak pula menambah sifat kesempurnaan, bahkan jiwa menjadi rendah, kotor, dan bakhil dengan mengumpulkannya dan tamak padanya, maka ketamakan terhadap ilmu adalah kesempurnaan ilmu itu sendiri dan ketamakan terhadap harta merupakan kekurangan harta itu sendiri.
  9. Harta menyeru ke perbuatan melampaui batas, berbangga-bangga dan bermegah-megahan, sedangkan ilmu menyeru ke perbuatan merendahkan diri dan penghambaan, dan harta menyeru ke sifat para raja sedangkan ilmu menyeru ke sifat para hamba.
  10. Ilmu menarik dan menghantarkan makhluk ke kebahagiaan yang dia diciptakan karenanya, dan harta menghalangi makhluk dari kebahagiaannya.
  11. Cinta ilmu dan penuntutannya asal dari semua ketaatan, dan cinta dunia dan harta serta penuntutannya asal dari semua kejelekan.
  12. Harga diri orang yang kaya dinilai dari hartanya, dan dia tegak dengan hartanya, maka jika hilang hartanya hilang pula harga dirinya, sedangkan harga diri orang yang berilmu dinilai dari ilmunya dan selalu ada, bahkan bertambah dengan berlipat ganda.
  13. Tidaklah seseorangpun mentaati Allah kecuali dengan ilmu, dan kebanyakan yang memaksiati Allah, tak lain memaksiati-Nya dengan harta.
  14. Orang yang berilmu menyeru manusia kepada Allah dengan ilmunya dan keadaannya, dan orang yang berharta menyeru manusia ke dunia dengan keadaannya dan hartanya.
  15. Kaya harta kebanyakannya merupakan sebab kebinasaan pemiliknya, dan sesungguhnya itu perkara yang dicintai jiwa, maka jika jiwa melihat orang yang mengutamakan perkara yang dicintai dari dirinya, maka dia akan mengusahakan dalam kebinasaannya, seperti kenyataan yang ada. Adapun kaya ilmu sebab kehidupan seseorang dan kehidupan selainnya, dan manusia jika melihat orang yang menuntut dan mengutamakan ilmu atas mereka, maka mereka mencintainya, melayaninya dan memuliyakannya.
  16. Harta akan dipuji pemiliknya dengan mengosongkan dan mengeluarkannya, dan ilmu dipuji dengan berhias dan bersifat dengannya.
  17. Orang yang kaya harta harus berpisah dengan kekayaannya, maka dia tersiksa dan tersakiti ketika berpisah dengannya, orang yang kaya ilmu tidak akan sirna ilmu itu darinya, sehingga dia tidak tersiksa dan tersakiti, maka kelezatan kaya harta terputus, sirna dan berakibat kepedihan, sedangkan kelezatan kaya ilmu tetap ada, terus menerus dan tidak berakibat kepedihan.

(Miftah Daris Sa’adah 1/418-421)

Ilmu ada Lima Macam

Seorang ulama yang lahir dari keluarga keturunan ulama bernama Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah al Harrani (lahir 661H – wafat 728 H) berkata:

“Yahya bin ‘Ammar berkata : Ilmu ada lima :

  1. Ilmu yang merupakan kehidupan agama, yaitu ILMU TAUHID.
  2. Ilmu yang merupakan bahan gizi agama, yaitu ilmu pengingat tentang makna-makna al-Qur’an dan al-Hadits.
  3. Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu tentang fatwa (para ‘ulama). Tatkala seorang hamba tertimpa problem maka dia butuh kepada pihak yang bisa mengobatinya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud.
  4. Ilmu yang merupakan penyakit bagi agama, yaitu ilmu kalam yang merupakan perkara muhdats (dibuat-buat dalam agama).
  5. Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan semisalnya.”

(Majmu’ al-Fatawa 10/145-146)

Akibat Buruk Menyembunyikan Ilmu

Menyembunyikan ilmu syar’i ketika ilmu itu dibutuhkan untuk disebarkan dan dijelaskan kepada umat, HARAM dan SALAH SATU DOSA BESAR.

Termasuk menyembunyikan ilmu adalah DIAM terhadap kesalahan-kesalahan dan kesesatan-kesesatan yang menimpa/terjadi pada para generasi muda muslimin, baik pria maupun wanita.

Dikutip dari kitab an-Nush wa al-Bayan, hal. 12.

Ilmu Apa yang Wajib Dipelajari Oleh Setiap Muslim?

Seorang muslim wajib mempelajari ilmu yang bersifat darurat (mendesak/harus), yaitu ilmu yang dengannya agama seorang muslim bisa lurus. Yakni ilmu tentang:

  • Aqidahnya,
  • Shalatnya,
  • Zakatnya,
  • Puasanya, dan
  • Hajinya.

Ilmu tersebut harus dipelajari karena merupakan lima rukun Islam. Harus mempelajarinya, memahami makna-maknanya, dan mengamalkannya.

Adapun ilmu-ilmu tambahan, seperti ilmu tentang waris, jual beli, qadha’, hukum-hukum nikah, dsb, hukumnya Fardhu kifayah. Apabila sudah ada sejumlah orang yang yang mempelejarinya maka sudah mencukupi. Sehingga gugur kewajiban tersebut dari yang lainnya. Namun jika semuanya meninggalkan ilmu yang bersifat fardhu kifayah ini maka semuanya berdosa.

Adapun ilmu jenis pertama, maka itu hukumnya FARDHU ‘AIN  (wajib) atas setiap muslim. Adapaun yang kedua harus ada sekelompok orang yang mempelajarinya sehingga mereka menjadi rujukan bagi kaum muslimin dalam perkara-perkara tersebut yang itu dibutuhkan oleh kaum muslimin.

Banyak Ilmu Wajib Banyak Amal

Al-Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan:

“Barangsiapa mengungguli manusia dalam ilmu, maka dia lebih pantas untuk mengungguli mereka dalam amal.” ( Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi, 245)

قال الحسن : الذي يفوق النّاس في العلم جدير أن يفوقهم في العمل

(جامع بيان العلم و فضله، ص; ٢٤٥)

Referensi: Majmu’ah Manhajul Anbiya

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *