oleh

Ketahuilah 13 Adab Bercanda dalam Islam

Adab Bercanda dalam Islam – Bercanda adalah mengistirahatkan diri dari kepenatan, dengannya seseorang mengistirahatkan dirinya. Namun di dalam Islam bercanda harus dengan memperhatikan adab-adabnya. Agar terjaga dari dosa dan perbuatan manzalimi saudaranya sesama muslim.

Sebagai contoh, hal yang wajib diketahui oleh seorang muslim dalam bercanda adalah jangan dia bercanda kecuali dengan ucapan yang jujur dan hendaknya dia berhati-hati dari ucapan dusta.

Karena sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi was sallam terkadang juga bercanda dengan para Shahabat beliau. Hanya saja beliau tidak mengatakan kecuali yang benar.

Beliau pernah bersabda:

لَا تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَجُوْزٌ

“Wanita yang telah tua tidak akan masuk ke syurga.” (Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 2987 –pent)

Kepada seorang wanita yang telah tua. Setelah ia mendengarnya, maka dia berteriak sedih.

Padahal yang beliau katakan ini adalah ucapan yang benar, karena Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat nanti akan membangkitkan manusia dan memasukkan mereka ke dalam syurga pada usia yang sama, yaitu usia muda pada puncak kematangan. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا

“Dan (orang-orang yang bertakwa mendapatkan) gadis-gadis remaja yang sebaya.” (An-Nazi’at: 33)

Dan yang dimaksud adalah bahwa wanita tua tersebut meskipun akan mati setelah sampai pada usia tua renta yang ditetapkan atasnya, dia tidak akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan tua. Jadi Rasulullah shallallahu alaihi was sallam jujur dalam bercanda.

Begitulah Islam. Islam telah mengatur semua lini kehidupan karena agama Islam diturunkan oleh Sang Maha Mengatur segala sesuatu.

Berikut adab bercanda dalam Islam :

1. Bercanda Hanya Saat Dibutuhkan, Tidak Sering atau Menjadikan Mayoritas Isi Kehidupannya.

وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Janganlah engkau banyak tertawa karena sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati (H.R At Tirmidzi)

Tujuan bercanda yang baik sebenarnya adalah untuk semakin merekatkan hubungan persaudaraan dengan sesama muslim, melapangkan dada, dan memasukkan kegembiraan ke hati mereka.

Bergurau mestinya dilakukan dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang sesuai. Dilakukan jika dibutuhkan saja.

Jangan sampai dalam satu hari terlalu banyak waktu yang dipakai untuk bercanda sehingga menjadi mayoritas isi kehidupannya. Inilah adab bercanda dalam Islam.

2. Tidak Menjadikan Allah, al-Quran, Rasulullah, dan ajaran Islam sebagai Bahan Candaan

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ

 لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Jika kalian bertanya kepada mereka, sungguh mereka akan berkata: Sesungguhnya kami hanyalah berbincang-bincang dan bermain-main. Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Janganlah kalian mohon maaf. Sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian (At Taubah ayat 65-66)

Memperolok-olok Nama-Nama, dan Sifat-Sifat Allah, ajaran Islam, pahala, atau adzab yang diancamkan terkait suatu amalan tertentu adalah kekufuran.

3. Tidak Ghibah (menceritakan kejelekan saudaranya yang benar-benar ada pada dia) terhadap Saudaranya Sesama Muslim

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

 “…dan janganlah sebagian kalian ghibah terhadap sebagian yang lain. Maukah kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentu itu suatu yang hal kalian benci. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al Hujuraat ayat 12)

4. Tidak Mengejek atau Mencela (Menjelek-jelekkan)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Bisa jadi yang diejek lebih baik dari mereka. Janganlah pula kaum wanita mengejek wanita lain. Bisa jadi (yang diejek) lebih baik dari mereka. Janganlah saling menjelek-jelekkan diri kalian. Jangan pula memberi gelar yang buruk satu sama lain. Seburuk-buruk nama adalah ‘fasiq’ setelah keimanan (kalian menjadi fasiq karena saling menjelek-jelekkan padahal kalian telah beriman, pent). Barangsiapa yang tidak bertaubat (dari perbuatan-perbuatan dosa itu) maka mereka adalah orang-orang yang dzhalim” (Al Hujuraat ayat 11)

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya (mengangkat senjata untuk menyerangnya) adalah kekufuran (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Mas’ud)

5. Tidak Berdusta dalam Gurauan tersebut

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا قَالَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Mereka (para Sahabat) berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda juga bersenda gurau dengan kami? Nabi bersabda: (Ya, namun) Sesungguhnya tidaklah aku berkata (meski bergurau, pent) kecuali kebenaran (H.R atTirmidzi)

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Celaka bagi orang yang bercerita dengan berdusta untuk membuat suatu kaum tertawa. Celaka, sungguh celaka baginya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad)

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Dari Abu Umamah –semoga Allah meridhainya ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Aku menjamin sebuah rumah (istana) di tepian Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meski ia benar. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bergurau. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di bagian paling tinggi di Surga bagi orang yang baik akhlaknya (H.R Abu Dawud)

6. Tidak Menertawakan Saudaranya yang Terkena Musibah

عَنِ الأَسْوَدِ قَالَ دَخَلَ شَبَابٌ مِنْ قُرَيْشٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِىَ بِمِنًى وَهُمْ يَضْحَكُونَ فَقَالَتْ مَا يُضْحِكُكُمْ قَالُوا فُلاَنٌ خَرَّ عَلَى طُنُبِ فُسْطَاطٍ فَكَادَتْ عُنُقُهُ أَوْ عَيْنُهُ أَنْ تَذْهَبَ. فَقَالَتْ لاَ تَضْحَكُوا فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلمقَالَ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ ».

dari al-Aswad ia berkata: Para pemuda Quraisy masuk ke tempat Aisyah pada saat beliau berada di Mina. Mereka (para pemuda itu) tertawa. Aisyah berkata: Apa yang membuat kalian tertawa? Mereka berkata: Fulaan jatuh menimpa tali kemah hingga leher atau matanya hampir lepas. Aisyah berkata: Janganlah kalian tertawa. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah ada seorang muslim yang tertusuk duri atau yang lebih besar dari itu kecuali akan ditulis untuknya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan” (H.R Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga melarang menertawakan kentut. Jika ada seseorang yang kentut (tanpa sengaja), jangan ditertawakan. Karena hal itu juga bisa menimpa kita. Suatu hal yang manusiawi, normal terjadi.

ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنَ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ

Kemudian Nabi menasihati mereka karena menertawakan (suara) kentut. Beliau bersabda: Mengapa salah seseorang menertawakan sesuatu yang (bisa) juga dilakukan olehnya?! (Muttafaqun alaih, dari Abdullah bin Zam’ah)

Baca Kelanjutannya :

Adab Bercanda dalam Islam Bag. 2

 

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *