oleh

Inilah Kekayaan yang Hakiki

Bagaimanakah kekayaan hakiki itu?

Kekayaan hakiki ialah seseorang merasa cukup dengan sesuatu yang ia sedang berada padanya. Ia menerima ketentuan Allah Ta’ala karena dia mengetahui bahwa yang di sisi Allah Ta’ala lebih baik dan tidak akan sirna, sehingga dia tidak berambisi terhadap dunia.

Hadits yang menunjukkan hal tersebut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ،وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kekayaan yang sesungguhnya bukan dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa.”

Takhrij hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 679, Shahih Tirmidzi no. 2373, Sunan Ibnu Majah no. 4137, Shahih Muslim no. 1051, Shahih Bukhari no. 6446, Shahih.

Perawi hadits

Nama kunyahnya adalah Abu Hurairah. Nama aslinya adalah Abdurrahman bin Sahkhr Ad-Dausy. Abu Hurairah adalah sebuah julukan untuknya. Rasulullah memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan tersebut menunjukkan kecintaan beliau kepadanya.

Ia masuk Islam pada tahun 7 H. Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Jumlah hadits yang beliau riwayatkan 5.374 hadits. Hal ini karena beliau termasuk salah satu sahabat yang tinggal di masjid nabi (Ahlus Suffah). Abu Hurairah tumbuh kembang di Madinah dalam keadaan yatim, wafat di kota Madinah pada tahun 57 H.

Penjelasan terkait kekayaan jiwa

Sepantasnya seseorang mengerahkan waktunya untuk sesuatu yang akan menambah kekayaan jiwa. Hal itu bisa diraih dengan menjalankan langkah-langkah yang menyampaikan seseorang pada hal tersebut.

Kekayaan jiwa bisa diraih dengan kekayaan hati yaitu seseorang merasa butuh kepada Allah Ta’ala pada segala urusannya. Ia benar-benar yakin bahwa Dialah Allah Ta’ala yang memberi dan mencegah segala sesuatu. Sehingga ia rela dan terima atas ketentuan Allah Ta’ala serta bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.

Namun jika seseorang selalu menambah harta dan berambisi terhadapnya, maka hakikatnya ia menambah kefakiran yang akan melahirkan kefakiran setelahnya.

Berkata Arbabul Kamal:

Kami terima atas pemberian Dzat yang Maha Kuasa

Untuk kami ilmu dan bagi mereka harta

Karena harta akan sirna dengan segera

Adapun ilmu akan terus ada 1

Merupakan sesuatu yang menyedihkan tatkala seseorang diberi keluasan rezeki, namun dia tidak merasa cukup dengan pemberian tersebut. Dia justru semakin berambisi untuk menambah harta. Ia tidak memperhatikan darimana harta yang ia dapatkan. Pada hakikatnya dia adalah orang faqir karena tidak ada pada dirinya rasa cukup terhadap dunia ini.

Hakikat kekayaan sebenarnya ialah seseorang merasa cukup dengan sedikitnya harta yang ia miliki, dan tidak berambisi dalam mencarinya. Inilah hakikat kekayaan yang abadi.

Berapa banyak dari orang kaya, pada hakikatnya mereka itu fakir, karena fakirnya jiwa mereka dari sifat-sifat yang terpuji nan mulia. Muhammad bin Idris berkata,

إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قُنُوْعٍ*** فَأَنْتَ وَمَالِكُ اَلْدُّنْيَا سَوَاءٌ 2

Jika engkau memiliki hati yang qana’ah…

Maka, engkau dengan penguasa dunia sama…

Faidah yang bisa diambil dari hadits

  • Ambisi terhadap dunia merupakan sebab ketamakan.
  • Seseorang tidak akan merasakan sifat qana’ah kecuali dengan bersungguh-sungguh.
  • Qana’ah merupakan sifat yang terpuji nan mulia serta memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala.
  • Banyaknya harta tidak menunjukkan keridhaan Allah Ta’ala terhadap hamba tersebut.
  • Kekayaan jiwa tidaklah diraih kecuali dengan selalu menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala. Wallahu a’lam

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang selalu diberikan sifat rasa cukup terhadap harta yang diberikan kepada kita.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, dijauhkan dari perkara-perkara yang tidak baik serta kecukupan terhadap dunia. DW-AAW


1 Dalil al Falihiin lituruqi riyadh ash shalihin 4/501.

2 Fatawa asy Syabakah al Islamiyyah 126/290.