oleh

Inilah Sejarah Penulisan al-Quran

Di era globalisasi seperti sekarang, menjumpai kaum muda berbondong-bondong mendatangi surau (tempat mengaji) untuk mepelajari al-Quran merupakan pemandangan yang langka. Hanya segelintir orang yang masih Allah Ta’ala berikan kemudahan untuk melakukannya. Mayoritas mereka larut dan tersibukan dengan arus android di genggamannya. Pagi, siang, sore, bahkan malam mata tak pernah letih memandangnya. Padahal rak-rak di masjid penuh dengan mushaf al-Quran. Guru-guru ngaji pun siap meluangkan waktunya untuk mengajarkan Kitabullah yang merupakan pedoman hidup manusia.

Butanya para pemuda harapan bangsa dan agama tentang sejarah penulisan al-Quran mungkin menjadi sebab lemahnya perhatian mereka terhadap Kalamullah ini. Padahal pengorbanan para Sahabat dalam menuliskan al-Quran hingga menjadi sebuah mushaf yang hingga saat ini kita bisa senantiasa membacanya adalah perjuangan panjang penuh rintangan. Sekaligus ini sebagai bukti kebenaran janji Allah Dzat Yang Menurunkan al-Quran bahwa Dialah yang akan senantiasa menjaga kemurniannya. Allah Ta’ala berfirman;

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami(Allah)lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Quran) dan Kami pula yang akan menjaganya” (Al Hijr : 9)

Sekiranya cuplikan sejarah penulisan al-Quran berikut ini bisa menjadi gambaran betapa sayang dan perhatian kaum salaf kepada kita, generasi setelah mereka.

Penulisan al-Quran di Zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Status bangsa Arab sebagai kaum yang umiy (buta huruf) menjadikan mereka lebih mengandalkan kekuatan hafalan dari pada tulisan. Sedikit dari mereka yang memiliki kemampuan membaca dan menulis. Termasuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat radhiyallahu ‘anhhum. Di samping media tulis dan para penulis saat itu kurang memadai. Akhirnya al-Quran yang turun kepada Nabi, sebagiannya hanya bisa ditulis pada pelapah kurma, bebatuan, dan kulit hewan. Demikian penulisan al-Quran dengan cara seperti ini terus berlanjut sampai Allah Ta’ala wafatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulisan al-Quran di Masa Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq ( Tahun 12H)

Wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyisakan duka di hati kaum muslimin ketika itu. Sebagian tak percaya bahwa kekasih mereka telah tiada. Sebagian yang lain ada yang murtad dari agama Islam, bahkan muncul seseorang yang terang-terangan mengklaim dirinya sebagai nabi yang bersanding dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialah Msailamah al-Kadzab, si pendusta yang didukung penuh oleh sukunya dari Bani Hanifah di daerah Yaman.

Maka tampil Abu Bakar ash-Shidiq bersama para sahabat yang ada menghadapi mereka dalam perang Yamamah. Perang berkecamuk dengan sengit. Hingga akhirnya dengan pertolongan Allah Ta’ala kaum muslimin pulang membawa kemenangan, dan terbunuh nabi palsu itu beserta pengikutnya. Namun sebagian mereka akhirnya pun bertobat.


Baca Juga: Proses Turunnya Al Quran


Terbunuhnya Para Penghafal al-Quran

Hanya saja, di barisan kaum muslimin tak sedikit dari para penghafal al-Quran meninggal dalam pertempuran itu, diantarnya; Salim maula (mantan budak) Abu Hudzaifah, seorang sahabat yang Nabi merekomendasi agar belajar al-Quran darinya. Melihat keadaan itu akhirnya Abu Bakar mengambil keputusan untuk mengumpulkan al-Quran agar tetap jerjaga.

Tugas Khusus Untuk Sekretaris Rasulullah

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhori (no. 4679) bahwasanya Umar bin al Khaththab radhiyallahu ‘anhu seusai peperangan Yamamah mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq agar melakukan pengumpulan al-Quran. Akan tetapi beliau belum berani mengiyakan permintaan Umar karena sikap wara’nya. Namun Umar terus mendesaknya. Higgga Allah lapangkan hati sang Khalifah untuk menunaikan tugas besar ini.

Diutuslah seseorang untuk memanggil Zaid bin Tsabit, sekretaris rasulullah. Ketika datang Abu Bakar pun memberikan tugas khusus untuknya agar mengumpulkan al-Quran. Zaid bin Tsabit bercerita;

“Aku pun mencari dan mengumpulkan al-Quran dari pelepah kurma, bebatuan dan hafalan Sahabat. Akhirnya al-Quran yang terkumpul disimpan oleh Abu Bakar sampai Allah Ta’ala mewafatkannya. Kemudian diamankan oleh Umar semasa hidupnya, kemudian putrinya Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anhuma.” Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dengan riwayat yang panjang.

Apa yang dilakukan Khalifah Abu Bakar merupakan amalan yang agung. Bahkan para ulama menjadikan upaya beliau dalam mengumpulkan al-Quran sebagai bagian dari keutamaannya. Tidak ada seorang ulama pun yang menyatakan bahwa itu adalah perkara baru dalam agama (baca: bid’ah).

Semoga Allah Ta’ala menerima jerih payah mereka radhiyallahu ‘anhum ajma’in dalam mengumpulkan al-Quran.


Baca Juga: Apa itu Tadabbur Al Quran?


Penulisan al-Quran di Masa Khalifah Utsman Bin Affan (Tahun 25H)

Para Sahabat memberikan apresiasi besar atas jasa Abu Bakar ash-Shidiq dalam mengumpulkan al-Quran. Mereka menganggap upaya tersebut sebagai keutamaan beliau. Sebagaimana ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata;

“Manusia yang paling banyak pahalanya dari upaya pengumpulan al-Quran adalah Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Semoga Allah Ta’ala merahmatinya. Dialah orang pertama yang mengumpulkan kitabullah (al-Quran).”

Sebab Pengumpulan al-Quran

Pengumpulan al-Quran yang dilakukan di zaman Abu Bakar belum dituangkan dalam satu mushaf. Di saat itu al-Quran dikumpulkan sesuai dengan beberapa qiro’ah (cara baca) para Sahabat. Hingga muncul bibit-bibit perpecahan di tengah kaum muslimin akibat qiro’ah al-Quran mereka. Melihat keadaan ini, atas usulan Hudzaifah Ibnul Yaman, Khalifah Utsman pun mengambil keputusan untuk mengumpulkan al-Quran dan membukukannya dalam satu mushaf dengan satu qiro’ah demi menjaga persatuan kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari perselisihan dan perpecahan.

Proses Penyalinan al-Quran

Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa Hudzaifah bin Yaman menemui Khalifah Utsman setelah pasukan muslimin berhasil menaklukan Armenia dan Azerbaijan. Beliau terkejut dengan perselisihan kaum muslimin yang ada di sana tentang qiro’ah al-Quran.

يَا أَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِيْنَ أَدْرِكْ هَذِهِ اْلأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوْا فِي الْكِتَابِ اِخْتِلَافَ اْليَهُوْدِ وَ النَّصَارَى

“Wahai Amirulmukminin! Tahanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang kitabullah sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nashrani.” Pinta Hudzaifah radhiyallahu’anhu.

Mulailah Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu mengambil langkah untuk mewujudkan hal tersebut. Beliau mengirim pesan kapada Hafshah agar berkenan meminjamkan mushaf (peninggalan Abu Bakar) yang dia simpan untuk disalin ulang. Hafshah pun menyerahkannya.

Dipilihlah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, dan Abdurahman bin al-Harits bin Hisyam untuk mengemban amanah mulia ini (yaitu menyalin al-Quran ). Zaid merupakan pemuda dari kaum Anshar, sedangkan tiga temannya bersuku Quraisy. Sang Khalifah berpesan kepada tiga pemuda Quraisy;

إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُم وَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِيْ شَيْءٍ مِنْ اْلقُرْآنِ فَاكْتُبُوْهُ بِلِسَانِ قُرُيْشٍ, فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلُغَاتِهِمْ

“Apabila terjadi perselisihan antara kalian dengan Zaid dalam penyalinan al-Quran, maka tulislah dengan bahasa (dialek) kaum Quraisy, karena tidaklah al-Quran diturunkan melainkan dengan bahasa mereka.”

Mereka pun melaksanakan tugas sesuai perintah tersebut. Hingga selesailah penyalinan al-Quran dalam beberapa mushaf. Khalifah Utsman mengembalikan cetakan asli kepada Hafshah dan mengirimkan salinan al-Quran ke penjuru negeri Islam. Beliau juga memerintahkan agar semua lembaran dan mushaf -selain mushaf salinan- untuk dibakar. (HR. al-Bukhari, no. 4987 di dalam shahihnya, dari Hudzaifah bin Yaman).


Baca Juga: 4 Sahabat yang Ahli Membaca al-Quran


Melalui Proses Musyawarah

Proses penyalinan dan pengumpulan al-Quran dilakukan bukanlah murni keputusan dan ijtihad Sahabat Utsman. Bahkan ini melalui hasil musyawarah dan kesepakatan semua Sahabat yang masih hidup saat itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud ( kitab Al Mashahif hal.22) dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau menyatakan;

“Demi Allah tidaklah yang dilakukan oleh Khalifah Utsman dengan (menyalin) al-Quran melainkan setelah bermusyawarah dengan kami(para Sahabat).

Beliau (Utsman bin Affan) berujar :”Aku berpendapat agar kita menyatukan al-Quran dalam satu mushaf, sehingga tidak akan terjadi perselisihan dan perpecahan (di tengah kaum muslimin).”

Kami (para Sahabat) menjawab : “Ide yang bagus” 1

Renungan Bersama

Pembaca yang semoga dirahmati Allah, upaya ini merupakan prestasi besar yang diraih oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dengan sebab perjuangan dan upaya beliau Allah Ta’ala selamatkan kaum muslimin dari perpecahan. Demikian pula melalui kerja keras para Sahabat yang tak pernah lelah sejak zaman Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup sampai di masa Khalifah Utsman dalam menuliskan dan mengumpulkan al-Quran, Allah Ta’ala menjaga keutuhan al-Quran hingga hari ini. Mushaf al-Quran ini pun tersebar di penjuru dunia -biidznillah-. Tidak didapati sebuah masjid, sekolah, dan rumah-rumah kaum muslimin melainkan pasti didapati disana al-Quran berupa mushaf hasil karya para Sahabat.

Pertanyaannya, sudahkah kita berterima kasih kepada para Sahabat? Apa balas budi yang telah kita berikan kepada mereka? Ataukah kita justru menyia-nyiakan perjuangan mereka dan sibuk dengan hal-hal yang melalaikan semisal; hp, android, dan semisalnya?

Maka marilah kita berbenah, sudah saatnya kita bangun dari tidur nyenyak kita. Sudah waktunya kita bangkit dari kelalaian kita terhadap al-Quran. Sibukan diri kita dengan al-Quran. Ajaklah para pemuda harapan bangsa dan agama untuk mencurahkan perhatian kepada al-Quran dengan membaca dan mempelajarinya. Karena dengan al-Quran Allah Ta’ala akan memuliakan dan mengangkat kewibawaan suatu kaum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَ يَضَعُ بِهِ اْلأخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengangkat derajat (memuliakan) suatu kaum dengan sebab al-Quran ini dan menghinakan kaum yang lain juga dengan sebab al-Quran”(H.R. Muslim no. 3693, dari Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu)

Semoga tulisan ringkas ini menjadi renungan kita bersama. Mudahah-mudahan Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada para pemuda muslim yang dinanti kiprah dakwahnya di masa yang akan datang. Amin.

Semoga bermanfaat… AFQ-IWU 2


1 Dihasankan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid 13 hal. 419 (cet. darussalam )

2 Sumber rujukan: kitab Ushulut Tafsir karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin Hal. 23-26

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *