oleh

Hukum Seputar Shalat Gerhana

Karena sering terjadi, gerhana dianggap sebagai fenomena alam yang lumrah oleh masyarakat. Terlebih lagi di zaman ini teknologi dan sains sudah maju, sehingga munculnya gerhana pun sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari.

Padahal di balik itu ada hikmah syariat dan fikih ibadah yang harus diketahui oleh setiap muslim. Di antaranya adalah shalat gerhana.

Definisi Gerhana dan Hikmahnya di Balik Syariat Islam

Gerhana ialah tertutupnya sebagian cahaya matahari atau bulan di luar kebiasaan

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan peristiwa gerhana untuk menakut-nakuti para hamba, sehingga mereka kembali kepada-Nya.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، وَإِنَّمَا يُخَوِّفُ اللهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

“Sungguh matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidaklah keduanya mengalami gerhana disebabkan karena kematian atau kelahiran seorang. Hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kedua gerhana itu untuk membuat takut para hamba-Nya.” (HR. al-Bukhari no. 1048 dan Muslim no. 911 dalam Shahih keduanya)

Pada hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa hikmah terjadinya gerhana adalah menanamkan rasa takut terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kejadian gerhana menunjukkan kebesaran dan keesaan Allah semata Yang Maha Mampu atas segala sesuatu.

Hukum Shalat Gerhana

Shalat gerhana hukumnya wajib, sebagaimana yang diterangkan oleh Abu Awwanah di dalam kitab Shahihnya. Dinukilkan dari al-Imam Abu Hanifah rahimahullah, dipegang kuat oleh al-Imam Malik rahimahullah meski berlangsung pada hari Jum’at, dan diperkuat oleh al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah tentang hukum wajibnya, serta didukung oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah.

Hal itu karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk shalat gerhana, lalu keluar dengan rasa takut dan menjelaskan bahwa tidaklah gerhana itu terjadi melainkan agar para hamba merasa takut dengan keberadaannya. 1

Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana

Waktu shalat gerhana adalah dimulai dari munculnya gerhana sampai selesai dan terang kembali, berdasarkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَصَلُّوْا حَتَّى يَنْجَلِيْ

“Jika kalian melihatnya (gerhana), maka shalatlah hingga terang kembali.” (HR. Muslim no. 915)

Tata Cara Shalat Gerhana dan Apa yang Harus Dibaca

Shalat gerhana dikerjakan dua raka’at dengan bacaan jahr (dikeraskan) baik di waktu malam ataupun siang hari.

Namun, ada sedikit perbedaan (dibandingkan tata cara shalat secara umum) yaitu pada jumlah rukuk pada setiap rakaatnya. Pada shalat gerhana rukuk dilakukan dua kali pada masing-masing rakaat. Adapun urutan tata caranya adalah sebagai berikut:

  1. Takbiratul ihram, kemudian membaca surat al-Fatihah dan surat lain sebagaimana shalat biasanya. Pada shalat gerhana disunnahkan memanjangkan bacaan surat.
  2. Rukuk, disunnahkan untuk memperlama durasinya. Bacaan rukuk dapat dibaca berulang-ulang menyesuaikan panjang durasinya.
  3. Setelah rukuk, bangkit berdiri dan membaca surat al-Fatihah yang kedua kalinya, lalu diteruskan dengan bacaan surat yang lainnya, sebagaimana poin nomor satu.
  4. Kemudian rukuk kembali sebagaimana poin nomor dua.
  5. Kemudian dilanjut dengan sujud dua kali sebagaimana shalat biasa.
  6. Lalu berdiri untuk melanjutkan raka’at kedua.

Raka’at yang kedua, tata caranya sama seperti raka’at pertama. Disunnahkan untuk memperlama durasi bacaan-bacaan shalat, baik saat berdiri, rukuk, maupun sujud hingga gerhana selesai dan menjadi terang kembali.

Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut,

كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِيْ يَوْمٍ شَدِيْدُ الْحَرِّ، فَصَلَّى بِأَصْحَابِهِ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ، حَتَّى جَعَلُوا يَخِرُّوْنَ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ، ثُمَّ رَفَعَ فَأَطَالَ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ قَامَ، فَصَنَعَ نَحْوَ ذَلِكَ، فَكَانَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

“Terjadi gerhana matahari di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari yang sangat terik. Maka beliau shalat mengimami para sahabat dan memperlama berdiri shalat, sampai-sampai para sahabat hampir jatuh tersungkur. Kemudian rukuk dengan durasi yang lama, lalu bangkit berdiri dengan durasi yang lama, kemudian rukuk kembali dengan durasi yang sama panjang. Kemudian melakukan sujud dua kali lalu bangkit berdiri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal yang sama pada raka’at berikutnya. Sehingga total ada empat kali rukuk dan empat kali sujud.” (HR. Muslim no. 904)

Khutbah Shalat Gerhana

Disunnahkan bagi sang imam untuk memberi khutbah kepada para jama’ah ketika selesai shalat gerhana. Mengingatkan mereka semua dari kelalaian, ketertipuan dengan kehidupan dunia, serta menasihati mereka untuk terus memperbanyak berdoa dan beristighfar.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab beliau pernah berkhutbah kepada segenap manusia setelah shalat gerhana seraya bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللهَ وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا وَتَصَدَّقُوْا

“Sungguh matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah terjadi gerhana disebabkan kematian maupun kelahiran seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertakbirlah, shalatlah, serta bersedekahlah!” (HR. al-Bukhari no. 1044 dalam kitab Shahih beliau)

Banyak Berdzikir ketika Masih Tersisa Gerhana

Jika shalat telah selesai sebelum gerhana berakhir, maka tidak perlu mengulang shalat. Namun, disunnahkan untuk banyak berdzikir mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَصَلُّوْا وَادْعُوا حَتَّى يَكْشِفَ مَا بِكُمْ

“Shalatlah dan berdoalah kalian hingga tersingkap gerhana itu di tengah-tengah kalian.” (HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih beliau II/33)

Hal ini menunjukkan bahwa jika belum sampai salam ketika shalat, yaitu belum usai shalatnya, namun gerhana belum berakhir, maka sibukkanlah dengan berdoa. Apabila telah selesai gerhana sementara ia masih shalat, hendaknya dilanjutkan dan diringkas, tanpa memutus shalatnya. Wallahu A’lam. ~AYN~ 

Penulis: Abu Ya’qub Nauval el-Zuhdiy


1Lihat Kitab Fathul Bari (2/612), Kitab ash-Shalat karya Imam Ibnul Qayyim hal. 15 dan Kitab Syarhul Mumti’ (4/237-238).