oleh

Hukum Mengucapkan Selamat Natal atau Ikut Merayakannya

Sebuah fenomena akhir zaman yang banyak dijumpai di tengah kehidupan masyarakat muslimin adalah mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang kafir. Bahkan ikut berpartisipasi merayakannya walaupun hanya sekedar meniru busana atau penampilan orang kafir atau mengirim kartu ucapan selamat dan saling memberi hadiah dalam rangka itu.

Suasana ini sangat nampak terlihat saat menjelang natal dan acara tahun baru, tidak sedikit dari kaum muslimin yang memberi ucapan selamat hari raya natal kepada kaum Nasrani dan merayakan tahun baru.

Bagaimana tinjauan syariat islam tentang masalah ini dan apa hukum mengucapkan selamat natal serta ikut merayakan tahun baru? Mari kita simak penjelasan berikut ini.

Berita Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam Tentang Umatnya

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan kaum mukminin dari bahaya ajaran dan metode beragama orang kafir, maka konsekuensinya adalah wajib melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan meninggalkan semua larangan dan peringatannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ

“Wahai ahlul kitab janganlah kalian berlebih-lebihan dalam beragama dan janganlah berucap tentang Allah kecuali yang benar”

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kaum mukminin dari salah satu metode beragama orang kafir dari ahlul kitab yaitu sikap ghuluw (ekstrim) dalam beragama

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ»، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اليَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟

“Sungguh demi Allah nanti kalian benar-benar akan meniru ajaran-ajaran kaum sebelum kalian. Sehasta demi sehasta. Hingga ketika mereka masuk ke lubang hewan dhab (padang pasir), niscaya kalian akan ikut memasukinya.” Para sahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab, “Siapa lagi?”1

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dari kata ‘sejengkal, ‘sehasta’ adalah permisalan yang menunjukkan kuatnya upaya meniru dan menyerupai ahlul kitab. Dan keserupaan yang dimaksud yaitu dalam perilaku maksiat dan penyimpangan mereka. Bukan pada kekufuran. Ini merupakan mukjizat yang nampak pada ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sungguh telah terjadi sesuai berita yang beliau kabarkan”2

Larangan Menyerupai Orang Kafir

Sikap menyerupai dan meniru ahlul kitab bukan bagian dari agama islam, bukan pula kebiasaan para pendahulu kita, terdapat padanya kerusakan, sehingga meninggalkan perkara tersebut terdapat kebaikan padanya, bahkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barangsiapa dari kalian yang berloyalitas kepada mereka (Yahudi dan Nasrani) maka sungguh dia termasuk golongan mereka” (Al-Maidah: 51)

Asy-Syaikh Abdurrahman as-Si’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas: “Pada ayat ini terdapat dalil untuk menjauhi orang kafir, tidak hidup berdampingan dan saling berkasih sayang dengan mereka, serta tidak pula simpati dan saling ramah tamah kepada mereka”.3

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia adalah termasuk bagian dari mereka”4

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

خَالِفُوا المُشْرِكِينَ

“Selisihilah kaum musyrikin”.5

Asy-Syaikh Ahmad bin Abdil Halim rahimahullah berkata: Keserupaan dalam hal yang kecil akan mengantarkan pada keserupaan dalam hal-hal yang besar”6

Larangan Berpatisipasi Pada Hari Raya Orang Kafir Berdasarkan al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an Allah Subhanahu Wa Ta’ala memperingatkan hamba-Nya agar berhati-hati dan selalu menjaga keselamatan iman dengan menjauhi perbuatan orang kafir serta tidak berpartisipai dalam perayaan-perayaan mereka. Hal ini tentu dalam rangka menjaga keselamatan agama dan iman seorang hamba

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam ktab-Nya:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّور

“Dan orang-orang yang tidak menghadiri kedustaan” (Al-Furqan: 72)

Al-Imam Mujahid dan ar-Robi’ bin Anas rahimahumallah dua ulama pakar tafsir dari generasi tabi’in menjelaskan tentang makna kedustaan pada ayat ini: “Itu adalah hari raya kaum musyrikin”.7

Yang semisal dengan penafsiran ini, diriwayatkan pula dari ‘Ikrimah rahimahullah beliau menerangkanmakna kedustaan pada ayat tersebut: “Permainan yang musyrikin melakukannya di masa jahiliyah”.8

Al-Qodi Abu Ya’la rahimahullah berkata terkait larangan menghadiri hari raya kaum musyrikin: “Al-Imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahani rahimahullah menukil dengan sanadnya beliau dalam kitabnya Syuruth Ahli Dzimmah: “dari ‘Amr bin Murrah beliau menafsirkan ayat diatas: “Mereka (kaum mukminin) tidak saling tolong-menolong terhadap kaum musyrik pada perkara kesyirikan mereka tidak pula bergaul dengan mereka”.

Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari ‘Atha bin Yasar rahimahullah, beliau berkata: “Sahabat Umar bin Khotthob radiyallahu ‘anhu menjelaskan ayat tersebut: “Hati-hati kalian terhadap bahasa asing (yang tidak dapat dimengerti) dan ikut bersama kaum musyrikin pada hari raya di tempat ibadah mereka”9

Larangan Berpartisipasi Pada Hari Raya Orang Kafir Berdasarkan as-Sunnah:

Sahabat Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu beliau berkata:

قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiba di kota madinah mendapati penduduknya memiliki 2 hari yang mereka bermain dan bergembira pada hari itu, maka beliau bertanya: “Ada apa dengan 2 hari ini?”, mereka berkata: “Kami terbiasa bermain pada 2 hari tersebut sejak masa jahiliyah”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengganti 2 hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu: ‘Idul ‘Adha dan ‘Idul Fitri”.10

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyetujui 2 hari raya yang dijadikan penduduk Madinah sebagai hari raya untuk bermain dan bergembira di masa jahiliyah dan beliau juga tidak membiarkan kebiasaan mereka tersebut, namun mengabarkan bahwa Allah telah menggantikan dengan yang lebih baik.

Dengan sabdanya: “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengganti 2 hari tersebut dengan yang lebih baik”. Telah dimaklumi bersama bahwasa mengganti sesuatu berarti meninggalkan sesuatu yang diganti tersebut dengan sesuatu yang lain, terlebih beliau bersabda: “Yang lebih baik dari keduanya”.

Hal ini semakna dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ

“Janganlah kalian mengganti kebaikan dengan kejelekan (An-Nisa: 2)

Fatwa Ulama Tentang Larangan Mengucapkan Selamat Natal atau Turut Serta Merayakannya:

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:

“Tidak boleh bagi kaum muslimin begitu pula muslimat turut serta merayakan hari raya kaum nasrani, yahudi atau kaum kafir lainnya dan wajib meninggalkannya, karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari sikap menyerupai orang kafir dan meniru akhlak mereka.

Wajib bagi kaum mukmin laki-laki dan perempuan untuk berhati-hati dan waspada dari hal itu dan tidak turut andil dalam hal apapun demi terlaksananya hari raya orang kafir. Karena hari raya tersebut menyilisihi syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta yang melakukannya adalah orang-orang kafir yang notabene adalah musuh-musuh Allah.

Oleh karena itu tidak boleh ikut serta di dalamnya, tidak pula saling tolong menolong bersama mereka dan tidak saling membantu dengan bantuan apapun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”. (Al-Maidah: 2)

Maka turut andil bersama orang-orang kafir dalam perayaan hari raya mereka jelas merupakan suatu bentuk sikap tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”.11

Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh rahimahullah berkata:

“Memberi ucapan selamat kepada orang kafir pada hari raya natal atau hari raya yang lainnya hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama.

Hal ini sebagaimana dinukil oleh al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, beliau berkata: “Adapun memberikan selamat terhadap syiar-syiar orang kafir hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama” kemudian beliau jelaskan: “Perbuatan ini (ucapan selamat) kedudukannya sama seperti ia menyukai sujudnya orang kafir kepada salib, bahkan dosa perbuatan ini lebih besar dan lebih dimurkai disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dibandingkan meminum minuman keras”

Hal ini dihukumi haram sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah karena pada ucapan tersebut terkandung sebuah persetujuan terhadap syiar-syiar kufur mereka dan senang terhadap syiar tersebut.

Jika mereka memberi selamat kepada kita dengan hari raya mereka, maka kita tidak membalas ucapan selamat tersebut. Karena itu bukan hari raya kita dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak rida dengan hal tersebut.

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir dengan merayakan festival-festival pada kesempatan ini (hari raya natal), menukar hadiah, membagikan permen, memasak makanan, meliburkan pekerjaan atau selain itu. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia adalah termasuk bagian dari mereka”12

Berkata Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim dalam kitabnya ‘Iqtida Shirathil Mustaqim: “Menyerupai pada sebagian hari raya mereka dapat membahagiakan hati-hati mereka di atas keyakinan batil mereka”.13

Oleh karena itu wajib bagi kita sebagai kaum muslimin untuk lebih mendahulukan serta mentaati perintah dan larangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tidak turut serta dalam hari raya orang-orang kafir walaupun hanya sekedar mengucapkan selamat sebagai wujud kebenaran iman kita kepada Allah dan hendaklah kita tidak mendahulukan perasaan dengan alasan rasa tidak enak atau kurang nyaman terhadap keluarga, kerabat atau teman sejawat dari kaum nashara atau dengan dalih toleransi beragama.

Sungguh toleransi antar umat beragama telah diatur dalam agama islam. Semoga dalam kesempatan yang akan datang kitab isa membahas tentangnya.

REI/

Penulis: Reihan Audie

Referensi:

  1. Iqtida Siratil Mustaqim, karya Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah
  2. Syarh Shahih Muslim, karya al-Imam an-Nawawi rahimahullah
  3. Tafsir al-Qur’anul Azhim, karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
  4. Tafsir al-Qurtubi, karya al-Imam al-Qurtubi rahimahullah
  5. Fatawa Nur ‘alad Darb asy-Syaikh bin Baz rahimahullah
  6. Majmu’ Fatawa wa Rasail, asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh rahimahullah

1 HR. Bukhari (7320), dari sahabat Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu

2 Lihat Syarh Shahih Muslim (16/220)

3 Lihat Tafsir As-Si’di (hlm. 127)

4 HR. Abu Dawud (4031) dan Ahmad (5115) dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, hasan, lihat Misykah al-Mashabih

5 HR. Bukhari (5829) dan Muslim (259)-54, dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma

6 Lihat Iqtida Siratil Mustaqim

7 Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/328-329)

8 Lihat Tafsir al-Qurthubi (13/79-80)

9 Lihat al-Mushannaf (1/411) dan as-Sunan al-Kubra (9/234)

10 HR. Abu Dawud (1134), dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, shahih, lihat Misykah al-Mashabih

11 Lihat Fatawa Nur ‘alad Darb asy-Syaikh bin Baz (1/205)

12 Sudah berlalu takhrijnya

13 Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh (3/45-46)