oleh

Faedah Ringkas Hadits Larangan Menyerupai Suatu Kaum

-Hadits-1,230 views

Hadits larangan menyerupai suatu kaum adalah sebagai berikut :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan kaum itu.”

Derajat Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh al-Imam Abu Dawud dalam Sunannya pada “Kitab al-Libas” no. 4033. Beliau meriwayatkan hadits tersebut melalui jalur periwayatan Ustman bin Abi Syaibah, dari Abul Nadr, dari Abdurrahman bin Tsabit, dari Hassan bin ‘Athiyyah dari Abu Munib al-Jurasyi dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu alaihi wasallam.

Para ulama berbeda pendapat tentang derajat hadits ini, apakah Shahih atau dhaif (lemah)? Perbedaan pendapat ini muncul karena perbedaan pandang dalam menghukumi salah satu perawi dalam hadits tersebut yang bernama Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban.

Akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan adanya riwayat yang lain. Imam as-Sakhawi rahimahullah berkata, “Pada hadits tersebut terdapat kelemahan, akan tetapi terdapat penguat.”1

Imam ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini terdapat kelemahan, akan tetapi ada yang menguatkannya menurut sebagian ulama pakar hadits dan sebagian para sahabat, sehingga hal tersebut mengeluarkannya dari derajat dhaif.”2

Imam Muhammad Nashiruddin rahimahullah berkata setelah membawakan hadist ini secara lengkap dalam kitabnya Irwaul Ghalil, Hadits ini sanadnya hasan, semua perawinya tsiqah (terpercaya) kecuali Ibnu Tsauban, karena beliau diperselisihkan ketsiqahannya.”3

Kesimpulannya, derajat hadits larangan menyerupai suatu kaum minimalnya Hasan, dengan beberapa indikator berikut:

  1. Hadits tersebut memiliki penguat yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dari jalan al-Auzai, dari Said bin Jabalah, dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Makna kandungan hadits ini tidak bertentangan dengan syariat, justru selaras dengan dalil-dalil syariat yang lain.
  3. Adanya para pakar hadits yang menghukumi hadits di atas dengan hasan atau sahih.

Kandungan Makna Hadits

Jika melihat zhahirnya, maka kandungan makna hadits larangan menyerupai suatu kaum ini bersifat mutlak, yaitu sekadar seseorang menyerupai suatu kaum, baik dalam ucapan, perbuatan, gaya hidup, dan selainnya maka sudah tergolong tasyabbuh.

Akan tetapi jika kita menelisik penjelasan para ulama terkait makna hadits ini, maka didapati bahwa larangan hadits ini tidaklah mutlak. Artinya yang terlarang adalah menyerupai suatu kaum pada perihal yang menjadi ciri khas dan identitas mereka.

Hal itu sebagaimana penjelasan Imam ash-Shan’ani, “Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang menyerupai orang fasik, kafir, atau pengusung bid’ah pada semua hal yang menjadi ciri khas mereka, baik pakaian, tunggangan/kendaraan, atau tingkah laku, maka dia termasuk bagian dari mereka.”4


Baca juga : Penjelasan Hadits Larangan Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid


Hukum Tasyabbuh (Menyerupai Suatu Kaum)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَهُوَ مِنْهُم

“Maka dia termasuk golongan mereka.”

Potongan hadits ini merupakan konsekuensi dari perbuatan menyerupai suatu kaum. Konteks hadits di atas menunjukkan haramnya perbuatan meniru dan menyerupai mereka. Sebagaimana penjelasan para ulama.

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim rahimahullah berkata, “Hadits ini setidaknya menunjukkan keharaman perbuatan tasyabbuh. Walaupun secara zahir hadits berkonsekuensi kufur bagi pelakunya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Barangsiapa di antara kalian yang berloyal kepada mereka ( orang-kafir), maka sungg ia termasuk bagian dari mereka.” (al-Maidah: 51)

Imam al-Qari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyerupai orang-orang kafir, fasik, fajir, kaum sufi, atau  orang-orang yang shalih yang baik dalam hal pakaian-pakaian mereka dan selainnya, (maka dia termasuk golongan mereka), yaitu pada kejelekan dan kebaikannya.”5

Di era modern ini, tasyabbuh terhadap budaya barat (baca: budaya kafir) telah merebak dan berdampak buruk yang cukup mengerikan, terlebih bagi kawula muda muslimin. Minimnya ilmu agama merupakan faktor terbesar generasi muda muslim terperangkap dalam jerat tasyabbuh dengan label modernisasi dan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu lebih semakin parah dengan adanya upaya mengadopsi budaya barat lalu dipromosikan di tengah-tengah kaum muslimin secara bebas dan masif.

Maka tidak ada daya dan upaya yang bisa kita lakukan kecuali memohon perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla dan berpegang teguh dengan ajaran syariat islam yang mulia ini, serta saling menasehati dengan hikmah dengan selalu menginginkan kebaikan bagi umat Islam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita semua dari perbuatan tasyabbuh yang tercela ini. Aamiin ya rabbal ‘alamin. LHL-LTC/IWU

Penulis: Lekat Hidayat Lampung.

Referensi

  • Fathul Bari karya al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i rahimahullah.
  • Iqtidha ash-Shirat al-Mustaqim karya Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim rahimahullah.
  • ‘Aunul Ma’bud karya Imam al-‘Azhim Abadi rahimahullah (W. 1329).
  • Subulus Salam karya Imam ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail al-Amir rahimahullah (W 1182).
  • Irwaul Ghalil fi Takhriji Ahadits Manaris Sabil karya asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh rahimahullah.

Footnotes

  1. ‘Aunul Ma’bud (11/52)

    قَالَ السَّخَاوِيُّ فِيهِ ضَعْفٌ لَكِنْ لَهُ شَوَاهِد

  2. Subulus Salam (2/646)

    الْحَدِيثُ فِيهِ ضَعْفٌ وَلَهُ شَوَاهِدُ عِنْدَ جَمَاعَةٍ مِنْ أَئِمَّةِ الْحَدِيثِ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ تُخْرِجُهُ عَنْ الضَّعْفِ

  3. Irwaul Ghalil Fi Takhriji Ahadits Manaris Sabil (5/109).

    قلت: وهذا إسناد حسن رجاله كلهم ثقات غير ابن ثوبان هذا , ففيه خلاف

  4. Subulus Salam (2/646-647)

    وَالْحَدِيثُ دَالٌّ عَلَى أَنَّ مَنْ تَشَبَّهَ بِالْفُسَّاقِ كَانَ مِنْهُمْ أَوْ بِالْكُفَّارِ أَوْ بِالْمُبْتَدِعَةِ فِي أَيِّ شَيْءٍ مِمَّا يَخْتَصُّونَ بِهِ مِنْ مَلْبُوسٍ أَوْ مَرْكُوبٍ أَوْ هَيْئَةٍ

  5. ‘Aunul Ma’bud (11/51)

    وقال القارىء أَيْ مَنْ شَبَّهَ نَفْسَهُ بِالْكُفَّارِ مَثَلًا مِنَ اللِّبَاسِ وَغَيْرِهِ أَوْ بِالْفُسَّاقِ أَوِ الْفُجَّارِ أَوْ بِأَهْلِ التَّصَوُّفِ وَالصُّلَحَاءِ الْأَبْرَارِ (فَهُوَ مِنْهُمْ) أَيْ في الإثم والخير قاله القارىء