oleh

Dimana Allah Sebenarnya? Imam Empat Mazhab Menjawab

Dimana Allah sebenarnya? Sebuah pertanyaan yang sangat penting dalam kehidupan seorang mukmin. Pertanyaan yang menyangkut keyakinan tentang keberadaan Allah, Tuhan yang kita ibadahi. Sebagai seorang hamba yang beriman dan masih punya fitrah suci pasti memiliki rasa ingin mengenal dan lebih dekat kepada Sang Khalik. Karenanya, ingin mengetahui dimana keberadaan-Nya adalah hal yang lumrah.

Namun, di era Islam yang jauh dari masa kenabian ini mungkin tak banyak orang yang bisa menjawab pertanyaan di atas dengan tepat. Bahkan sebagian orang merasa bingung dan mengingkarinya. Oleh karena itu, dalam permasalahan ini kami ingin menuntun para pembaca sekalian untuk menyimak jawaban ulama umat yang tersohor dengan nama Imam Empat Mazhab.

Imam Empat Mazhab Panutan dalam Perkara Aqidah

Imam 4 mazhab yang telah masyhur di kalangan umat, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, semoga Allah merahmati mereka semua. Dalam permasalahan fikih, kita sering mendengar pendapat para imam tersebut. Bahkan, metode penetapan hukum Islam (istimbath ahkam) mereka telah menjadi mazhab rujukan umat.

Namun, satu hal penting yang mesti dipahami bahwa mazhab para imam di atas tidak hanya terbatas pada permasalahan fikih amali semata. Yakni masalah ibadah lahiriah seperti shalat, zakat, thaharah, dsb. Lebih dari itu, para imam tersebut juga dipanut dalam hal prinsip aqidah dan keyakinan yang bersifat batin (berkaitan dengan hati).

Sehingga ketika berbicara tentang Mazhab Imam asy-Syafi’i misalkan, termasuk di sana aqidah atau keyakinan Imam asy-Syafi’i tentang berbagai perkara. Tidak terbatas pada perkara fikih amali saja. Bukan perkara yang tabu atau aneh jika seorang menyatakan, sebagai contoh, bahwa meyakini Allah di atas ‘Arasy adalah Mazhab Syafi’i.

Seorang ulama asal India, Syekh Shidiq Hasan Khan1 (1832-1890 M) pernah menyatakan, “Mazhab kami adalah mazhab salaf, yaitu menetapkan (nama dan sifat Allah) tanpa ada unsur penyerupaan; dan menyucikan Allah dari segala kekurangan tanpa ada unsur penolakan (terhadap nama dan sifat-Nya). Inilah mazhab para imam umat Islam, antara lain: (mazhabnya) Malik, asy-Syafi’i, ats-Tsauri, al-Auza’i dan Ibnul Mubarak.”2

Ini dalam hal asma’ wa shifat, yaitu keyakinan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala. Mazhab para imam tersebut mencakup perkara ini.

Imam Abu Hanifah sendiri memiliki karya tulis khusus tentang masalah aqidah yang berjudul al-Fiqhu al-Akbar (Fikih Besar)3. Menunjukkan bahwa para ulama terkadang menamakan perkara aqidah dengan sebutan fikih, karena memang semenjak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah dibedakan antara masalah fikih amali dengan aqidah yang bersifat batin. Keduanya disebut secara mutlak, fikih Islam. Pembagian fikih dan aqidah hanya ada di zaman generasi para ulama setelahnya.

Murid Imam asy-Syafi’i, Imam al-Muzani4 pun pernah berkata, “Mazhabku adalah mazhab asy-Syafi’i.” Ketika ditanya, apa itu mazhab asy-Syafi’i. Al-Muzani menyatakan, “Meyakini bahwa al-Quran adalah Kalam Allah bukan makhluk.”5 Ini juga termasuk perkara aqidah.

Maka penjelasan di atas menjadi bukti bahwa cakupan mazhab keempat imam tersebut luas, meliputi perkara fikih, aqidah dan pokok-pokok agama lainnya. Intinya, pendapat para Imam Empat Mazhab terkait pertanyaan “Dimana Allah sebenarnya?” yang merupakan perkara aqidah, telah mewakili mazhab para imam tersebut dan bahkan mewakili para imam lainnya yang sepakat dengan mereka.


Baca Juga: Aqidah Tauhid adalah Intisari Dakwah Seluruh Nabi


Dimana Allah Sebenarnya? Imam Empat Mazhab Menjawab

Setelah pembaca memahami penjelasan kami di atas, berikut ini kami nukilkan pendapat Imam Empat Mazhab tersebut tentang dimana Allah sebenarnya berada. Kami nukilkan ucapan para imam tersebut sesuai yang termaktub di dalam buku-buku karya para ulama ahlus Sunnah yang terpercaya.

Pendapat Imam Abu Hanifah

Abu Hanifah pernah ditanya tentang seorang yang menyatakan: “Aku tidak tahu, apakah Rabbku berada di langit atau di bumi?” Beliau menjawab, “Dia telah kafir! Sebab, Allah Ta’ala sudah berfirman, (artinya) ar-Rahman beristiwa’ di atas ‘Arasy. (Taha: 5). Dan ‘Arasy-Nya berada di atas seluruh lapisan langit.”

Penanya melanjutkan, “Dia beralasan, iya saya meyakini Allah beristiwa’ di atas ‘Arasy, tetapi saya tidak tahu ‘Arasy itu berada di langit atau di bumi?” Abu Hanifah menjawab, “Jika mengingkari Allah berada di atas langit, maka ia telah kafir!”6

Pernyataan Abu Hanifah di atas sangat gamblang bahwa pendapat beliau adalah Allah berada di atas ‘Arasy, sebagaimana disebutkan di dalam al-Quran. Maka tidak dibenarkan bagi orang yang berlagak tidak tahu dimana Allah sebenarnya berada. Bahkan Abu Hanifah menghukuminya sebagai orang kafir karena hal itu. Semoga Allah melindungi kita dari kekafiran.


Baca Juga: Menelisik Aqidah Imam Syafi’i (Bag. 1)


Pendapat Imam Malik bin Anas

Imam Malik pernah menyatakan, “Allah di atas langit dan ilmu-Nya meliputi segala tempat, tidak ada yang terluput darinya.”7

Pernyataan Imam Malik di atas menunjukkan bahwa di atas langit adalah tempat dimana Allah sebenarnya berada. Bersamaan dengan itu Allah Maha mengetahui segala yang terjadi dimanapun tempatnya.

Ada sebuah kisah yang sangat masyhur dari Imam Malik terkait permasalahan ini. Suatu hari Imam Malik pernah ditanya tentang keberadaan Allah di atas Arasy, bagaimana bentuk istiwa’-Nya? Mendengar perntanyaan seperti ini, sontak Imam Malik tertunduk dan memerah wajahnya menahan amarah. Tak lama kemudian beliau mengangkat kepalanya seraya berkata:

“Bentuk istiwa’ Allah tidak bisa dijangkau akal, sementara makna istiwa sudah maklum. Mengimani perkara ini adalah wajib dan bertanya tentangnya (bentuk istiwa’) adalah bid’ah (tidak ada tuntunannya –pen). Saya khawatir kamu adalah orang sesat!”

Maka Imam Malik memerintahkan agar si penanya dikeluarkan dari majelis.8
Dapat disimpulkan dari kisah di atas bahwa Imam Malik meyakini Allah berada di atas ‘Arasy dan dengan tegas menyatakan bahwa inilah yang wajib untuk diimani.

Pendapat Imam asy-Syafi’i

Pernyataan Imam asy-Syafi’i rahimahullahu yang paling gamblang untuk menjawab pertanyaan dimana Allah sebenarnya adalah perkataan beliau yang termaktub di dalam kitab wasiatnya9. Imam asy-Syafi’I menyatakan:

“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi prinsip saya dan juga prinsip para ulama yang pernah saya saksikan, antara lain: Sufyan, Malik dan lainnya; adalah ikrar dengan bersyahadat laa ilaha illallah dan bahwasannya Muhammad adalah rasul utusan Allah; meyakini bahwa Allah tinggi di atas Arasy, di atas langit; Allah mendekat kepada hamba-Nya bagaimanapun caranya sesuai yang Allah kehendaki…”10

Dan seterusnya, beliau menyebutkan wasiatnya panjang lebar. Dengan ini kita juga mengetahui bahwa mazhab Imam asy-Syafi’I terkait keberadaan Allah sama persis dengan mazhab dua Imam sebelumnya, Abu Hanifah dan Malik. Yaitu, bahwa Allah di atas langit, beristiwa’ di atas ‘Arasy.

Pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

Pernyataan Imam Ahmad rahimahullahu tentang permasalahan ini banyak dinukil dan masyhur. Di antaranya beliau pernah ditanya: “Apakah Allah berada di atas tujuh lapis langit, di atas Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya; sementara kekuasaan dan ilmu-Nya ada di segala tempat?”

Imam Ahmad menjawab, “Iya, Allah berada di atas ‘Arasy-Nya dan tidak ada satu pun yang terluput dari ilmu-Nya.”11

Di kesempatan yang lain Imam Ahmad pernah ditanya tentang makna firman Allah: (artinya) “dan Dia (Allah) bersama kalian”. Beliau menjawab, “Maknanya adalah ilmu (pengetahuan)-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dalam keadaan Rabb kita berada di atas ‘Arasy, tanpa batas dan tanpa (menyerupakan) sifat.”12

Dengan nukilan pernyataan Imam Ahmad di atas maka lengkaplah pernytaan Imam Empat Mazhab tentang dimana Allah sebenarnya. Semuanya sepakat bahwa Allah sebenarnya berada di atas langit, dan beristiwa’ di atas ‘Arasy.

Nasehat Bagi Para Penganut Mazhab

Sebelum kami menutup tulisan ringkas ini, izinkan jika kami memberi sedikit masukan dan nasehat bagi kita semua dan terkhusus kepada para penganut Mazhab Imam yang empat tersebut. Tidak lain maksud kami hanyalah sekedar ingin menunjukkan kepada kebaikan agar dapat diamalkan bersama.

Telah kita ketahui bersama dari uraian di atas bahwa mazhab Imam yang empat tentang dimana Allah sebenarnya adalah sepakat satu kata, yaitu Allah di atas ‘Arasy. Maka mari kita panut bersama tuntunan para imam tersebut dengan tulus dan ikhlas. Mereka adalah teladan kita semua dalam beragama.

Semestinya kita berhati-hati dari sikap mengikuti sesuatu tanpa ilmu, atau mengklaim sebuah pendapat tanpa pembuktian, atau menyandarkan suatu prinsip tertentu kepada salah seorang imam, tetapi hakikatnya imam tersebut menyelisihinya.

Terkait hal ini, ada sebuah untaian kalam hikmah dari Imam Ibnu Abil ‘Izz (731-792)13, salah satu tokoh Imam Hanafiah. Beliau menyatakan di dalam kitab Syarah al-Aqidah al-Thahawiyah:

“Tidak perlu menengok kepada orang-orang yang mengingkari hal itu (ketinggian Allah di atas ‘Arasy –pen) yang mengaku dari kalangan pengikut Mazhab Abu Hanifah. Sudah banyak yang mengaku pengikut mazhabnya dari berbagai golongan Mu’tazilah dan lainnya menyelisi banyak keyakinannya. Begitu pula orang-orang yang mengaku pengikut Mazhab Malik, asy-Syafi’I dan Ahmad, banyak yang menyelisihi sebagian akidah mereka.

Sudah masyhur kisah Abu Yusuf (murid Abu Hanifah –pen) yang meminta tobat Bisyir al-Marisi karena ia mengingkari keberadaan Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arasy. Hal ini telah diriwayatkan oleh Abdurrahman Ibn Abi Hatim dan lainnya.”14

Demikian yang dapat kami sampaikan terkait masalah: dimana Allah sebenarnya? Dan sudah kami paparkan nukilan kalam dari Imam yang Empat tentang jawaban problem di atas. Semoga bermanfaat. FAI-IBR

Penulis : Fahri Abu Ilyas

Referensi :

  • Al-‘Uluw lil ‘Aliy al-Ghaffar karya Imam Syamsudin adz-Dzahabi asy-Syafi’i
  • Syarah al-Aqidah al-Thahawiyah karya Imam Ibnu Abi al-‘Izz al-Hanafi
  • Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Imam al-Lalika’I asy-Syafi’i
  • Qathfu ats-Tsamar fi Bayan Aqidati Ahli al-Atsar karya Shidiq Hasan Khan

 

Footnotes

  1. Beliau termasuk ulama pembaharu dakwah Islam di India pada masanya. Beliau mempunyai lebih dari 60 karya tulis dengan Bahasa Arab, Persia maupun India. Belajar dan tinggal di Kota New Dehli.

  2. Qathfu ats-Tsamar fi Bayan Aqidati Ahli al-Atsar (hlm. 52)

    فمذهبنا مذهب السلف: إثبات بلا تشبيه، وتنزيه بلا تعطيل، وهو مذهب أئمة الإسلام، كمالك والشافعي والثوري والأوزاعي وابن المبارك.

  3. Terkait kitab al-Fiqhu al-Akbar, ada silang pendapat terkait keabsahan penisbatan kitab ini kepada Imam Abu Hanifah. Sebagian ulama, seperti Imam adz-Dzahabi di dalam kitab al-‘Uluw, mengisyaratkan bahwa kitab ini bukan karya beliau, akan tetapi karya Abu Muthi’ al-Balkhi, muridnya. Di sisi lain, banyak ulama yang menukil kalam Abu Hanifah dan merujuk kepada kitab tersebut. Antara lain: Imam Ibnu Abil ‘Izz dari kalangan Hanafiah di dalam kitab Syarah Aqidah Thahawiyah.
  4. Al-Muzani adalah murid senior Imam asy-Syafi’i. Beliau sangat masyhur dengan mazhab asy-Syafi’i, sampai-sampai sang guru menyatakan, “al-Muzani adalah pembela mazhabku.”

  5. Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (2/281), karya Imam al-Lalika’i.

    وَمَذْهَبِي مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ. قَالَ: فَقُلْنَا: فَأَيُّ شَيْءٍ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ؟ قَالَ: كَانَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ أَنَّ كَلَامَ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ


  6. Lihat al-Fiqhu al-Akbar (hlm. 135), dinukil dari al-‘Uluw (hlm. 134)

    سَأَلت أَبَا حنيفَة عَمَّن يَقُول لَا أعرف رَبِّي فِي السَّمَاء أَو فِي الأَرْض. فَقَالَ قد كفر لِأَن الله تَعَالَى يَقُول {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} وعرشه فَوق سمواته. فَقلت إِنَّه يَقُول أَقُول على الْعَرْش اسْتَوَى وَلَكِن قَالَ لَا يدْرِي الْعَرْش فِي السَّمَاء أَو فِي الأَرْض. قَالَ إِذا أنكر أَنه فِي السَّمَاء فقد كفر


  7. Al-‘Uluw (hlm. 138)

    الله فِي السَّمَاء وَعلمه فِي كل مَكَان لَا يَخْلُو مِنْهُ شَيْء


  8. Al-‘uluw (hlm. 139)

    الكيف غير مَعْقُول والاستواء مِنْهُ غير مَجْهُول وَالْإِيمَان بِهِ وَاجِب وَالسُّؤَال عَنهُ بِدعَة وَإِنِّي أَخَاف أَن تكون ضَالًّا

  9. Kitab ini berjudul “Washiyah al-Imam asy-Syafi’I” karangan Imam Abul Hasan al-Hakkari rahimahullahu.

  10. Washiyah al-Imam asy-Syafi’I (hlm. 25), dinukil dari Al-‘Uluw (hlm. 165)

    القَوْل فِي السّنة الَّتِي أَنا عَلَيْهَا وَرَأَيْت عَلَيْهَا الَّذين رَأَيْتهمْ مثل سُفْيَان وَمَالك وَغَيرهمَا الْإِقْرَار بِشَهَادَة أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَأَن مُحَمَّدًا رَسُول الله وَأَن الله على عَرْشه فِي سمائه يقرب من خلقه كَيفَ شَاءَ


  11. Al-‘Uluw (hlm. 176)

    قيل لأبي عبد الله: الله فَوق السَّمَاء السَّابِعَة على عَرْشه بَائِن من خلقه وَقدرته وَعلمه بِكُل مَكَان؟ قَالَ نعم هُوَ على عَرْشه وَلَا يَخْلُو شَيْء من علمه

  12. Al-‘Uluw (hlm. 177)

    قيل لأبي عبد الله مَا معنى {وَهُوَ مَعكُمْ} قَالَ علمه مُحِيط بِالْكُلِّ وربنا على الْعَرْش بِلَا حد وَلَا صفة

  13. Ali bin Ali bin Muhammad bin Abil ‘Izz al-Hanafi al-Dimisyqi. Beliau adalah Qadhi di kota Damaskus, Siria di masanya, kemudian beralih ke Mesir.

  14. Syarah Aqidah Thahawiyah (hlm. 288)

    وَلَا يُلْتَفَتُ إِلَى مَنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ مِمَّنْ يَنْتَسِبُ إِلَى مَذْهَبِ أَبِي حَنِيفَةَ، فَقَدِ انْتَسَبَ إِلَيْهِ طَوَائِفُ مُعْتَزِلَةٌ وَغَيْرُهُمْ، مُخَالِفُونَ لَهُ فِي كَثِيرٍ مِنَ اعْتِقَادَاتِهِ. وَقَدْ يَنْتَسِبُ إِلَى مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ مَنْ يُخَالِفُهُمْ فِي [بَعْضِ] اعْتِقَادَاتِهِمْ. وَقِصَّةُ أَبِي يُوسُفَ في استتابة بشر الْمَرِيسِيِّ، لَمَّا أَنْكَرَ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَوْقَ الْعَرْشِ مَشْهُورَةٌ. رَوَاهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَغَيْرُهُ.