oleh

Bolehkah Bertanya Dimana Allah Berada?

Sepanjang hidup, mungkin pernah terbersit di benak Anda sebuah pertanyaan, dimana Allah berada? Dimanakah keberadaan-Nya? Barangkali Anda juga pernah menanyakan hal itu kepada orang-orang yang Anda kenal.

Pada tulisan ringkas ini insyaAllah kami mencoba membantu Anda menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan dalil al-Quran dan Sunnah, serta pendapat para ulama ahlus sunnah wal jamaah. Silakan simak artikel berikut.

Bolehkah Bertanya Dimana Allah Berada?

Menanyakan tentang keberadaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah hal yang telah dituntunkan langsung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pertanyaan tersebut pernah dilontarkan lisan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia kepada salah seorang budak wanita, dalam rangka menguji keimanannya.

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa Sahabat Muawiyah Ibnul Hakam mengeluh kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal budak wanita miliknya. Ia kehilangan seekor kambing gara-gara budak tersebut lalai dalam menjaganya. Ia merasa kesal dengan budaknya lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku bebaskan saja budak ini?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Panggil budak itu!”

Setelah dipanggilkan budak tersebut lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Dimana Allah?” Ia menjawab, “di atas langit”. Nabi bertanya lagi, “Siapa aku?” ia menjawab, “Anda Rasulullah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Bebaskanlah, dia seorang mukminah.” 1

Maka hadits tersebut menjadi dalil bahwa bertanya dimana Allah berada adalah hal yang diperbolehkan. Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan jawaban pertanyaan ini sebagai patokan keimanan seseorang. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: dia seorang mukminah, ketika budak tersebut menjawab : Allah di atas langit.

Imam Syamsudin adz-Dzahabi2 rahimahullahu menyatakan, “Pada hadits ini ada dua hal: Pertama, disyariatkan (diperbolehkan) seorang muslim bertanya “dimana Allah?”. Kedua, orang yang ditanya disyariatkan menjawab, “di atas langit.” Barangsiapa mengingkari dua hal ini maka ia telah mengingkari al-Musthofa (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam.”3

Jawaban Pertanyaan Dimana Allah Berada

Ketika anda melontarkan pertanyaan dimana Allah berada kepada orang sekitar anda, mungkin anda akan mendapati berbagai macam jawaban. Anda juga akan mendapati jawaban-jawaban tersebut mungkin berbeda dengan jawaban seperti yang tertera pada hadits di atas.

Peristiwa seperti ini sebenarnya telah lama ada di dalam dunia Islam. Kaum muslimin tiba-tiba berselisih pandang tentang keberadaan Allah, Tuhan yang mereka ibadahi. Hal ini mulai muncul ketika kaum muslimin mulai mempelajari ilmu kalam dan filsafat Yunani melalui berbagai buku yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Sehingga menggeser aqidah Islam yang murni dan bahkan membuat ideologi baru dalam agama yang lebih menitikberatkan kepada pemahaman akal.4

Sejak saat itu para ulama ahlus sunnah mulai membuka pembahasan tentang dimana Allah berada. Sebuah pembahasan yang sebenarnya telah tuntas diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para Sahabat dan generasi awal umat ini (salafush shalih) sangat memahami hal ini. Mereka menyebutkan berbagai macam dalil tentangnya dan membantah berbagai kerancuan pemahaman yang ada.

Maka jawaban dari pertanyaan dimana Allah berada, bisa disimpulkan setidaknya dengan tiga jawaban yang telah berkembang di tengah umat.5

Jawaban Ahlussunnah wal Jama’ah: Allah di atas ‘Arasy, di atas Langit

Ini adalah jawaban yang haq (benar) yang diambil dari dalil-dalil al-Quran dan Sunnah. Begitu pula jawaban para ulama ahli hadits dan ahli atsar, yaitu orang-orang yang senantiasa berpegang dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menapaki jejak para pendahulu umat yang saleh. Jawaban ini diambil dari nash al-Quran secara langsung, seperti dari firman Allah Ta’ala,

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Apakah kalian beriman terhadap Allah di atas langit...” (al-Mulk: 16). Juga firman Allah Ta’ala,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang mencipta langit dan bumi dalam enam hari kemudian beristiwa’ di atas Arasy.” (al-A’raf: 54)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

أَلاَ تَأْمَنُوْنِي وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟

“Tidakkah kalian mempercayai aku padahal aku adalah orang kepercayaan Allah di atas langit?” (Muttafaq ‘alaih)

Berbagai dalil lainnya dari al-Quran dan Hadits dapat pembaca tela’ah pada tulisan kami bertajuk: Beragam Dalil Sahih Menunjukkan Allah di atas Langit.

Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa kaum muslimin di awal generasi Islam sepakat atas jawaban ini. Sebagaimana Imam Utsman bin Sa’id ad-Darimi6 rahimahullahu menyatakan, “Kaum muslimin sepakat satu kata, bahwa Allah di atas ‘Arasy dan di atas seluruh lapisan langit.”7

Kesepakatan ini juga dinukilkan oleh para imam yang lain semisal: Zakariya bin Yahya as-Saji8, Ibnu Abi Zaid al-Qairawani9, Ibnu Bathah10, Abu Umar ath-Thalamanki11, Abu Utsman ash-Shabuni12, Abu Nu’aim al-Asbahani13 dan banyak lainnya.

Inilah jawaban yang paling tepat menurut kami, yaitu Allah Ta’ala berada di atas langit, di atas ‘Arasy.

Jawaban Jahmiyah dan Sebagian dari Mu’tazilah: Allah Ada Dimana-mana

Sebagian orang jika ditanya dimana Allah berada? Maka ia akan menjawab Allah ada dimana-mana. Asal muasal jawaban ini adalah jawaban golongan Jahmiyah dan sebagian golongan Mu’tazilah.14 Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ

“Dan Dia (Allah) bersama kalian di manapun kalian berada.” (al-Hadid: 4)

Jika Allah bersama para hamba-Nya di manapun berada, menunjukkan Allah berada di semua tempat tanpa terkecuali. Demikian menurut mereka.

Tafsir mereka di atas menyelisihi tafsir para ulama yang kompeten di bidang ini. Antara lain Imam Ibnu Katsir rahimahullahu, beliau menyatakan : “Maknanya, Allah mengawasi kalian, menyaksiakan perbuatan kalian, bagaimanapun dan dimanapun kalian berada; beramal kebaikan atau kejelekan; di siang hari atau malam hari; di rumah atau di tempat sunyi; seluruhnya sama dalam pengetahuan-Nya dan di bawah pengamatan dan pendengaran-Nya.”15

Maka ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Allah selalu bersama dengan makhluk-Nya secara Dzat-Nya. Akan tetapi yang dimaksud adalah Allah melihat, mendengar dan mengetahui segala yang diperbuat hamba-hamba-Nya di manapun berada. Sebagaimana firman Allah lainnya,

إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Sungguh Aku bersama kalian berdua (Musa dan Harun), Aku mendengar dan Aku melihat.” (Taha: 46)

Imam al-Baihaqi menyatakan, “Firman Allah (artinya), ‘dan Dia bersama kalian di manapun kalian berada’, maksudnya adalah ilmu-Nya bukan Dzat-Nya.”16

Kemudian jika pembaca mau mencermati dan berfikir jernih, sebenarnya jawaban ini mengandung konsekuensi yang tidak benar. Sebab, jawaban ini akan memahamkan kepada kita bahwa Allah berada di tempat-tempat yang tidak selayaknya.

Coba anda tanyakan kepada diri sendiri, apakah mungkin Allah bersama hambanya -mohon maaf- ketika ia sedang menunaikan hajatnya? Jika hamba tersebut pergi ke tempat-tempat kotor dan menjijikkan, apakah mungkin kita menyatakan Allah ada di tempat yang sama? Maha Suci Allah dari segala kekurangan dan kenistaan. Kami yakin, anda masih punya secercah iman dan pengagungan terhadap Allah yang menciptakan anda.

Hal ini juga akan membawa kepada berbagai konsekuensi batil lainnya. Imam Abu Bakar al-Baqilani, salah seorang tokoh Ulama Asy’ari, ketika beliau ditanya: apakah anda berpendapat bahwa Allah ada di segala tempat? Ia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah (dari keyakinan itu), bahkan Allah itu istiwa’17 di atas ‘Arasy…” lalu menyebutkan berbagai dalil bahwa Allah di atas ‘Arasy, sebagaimana jawaban yang pertama.18

“Kalau sekiranya Allah berada di segala tempat, berarti Allah berada di dalam perut manusia, di mulutnya dan bahkan di dalam kotorannya! Keyakinan ini juga mengaharuskan Dzat Allah bertambah dengan bertambahnya tempat baru yang belum Ia ciptakan sebelumnya. Kemudian keyakinan ini membenarkan seorang berdoa kepada Allah dengan menghadap ke arah bumi (bawah), ke belakang, kanan dan kiri.

Kaum muslimin telah sepakat bahwa aqidah mereka bertentangan dengan keyakinan ini dan yang meyakini hal ini telah keliru!” tutur Imam al-Baqilani.19

Syekh Abdul Qadir al-Jaelani menyatakan di dalam kitab al-Gunyah, “Allah istiwa’ di atas ‘Arasy, melingkupi kerajaan-Nya, dan ilmu Allah mencakup segala sesuatu. Hanya kepada-Nya ucapan yang baik dan amal saleh naik. Tidak boleh menyatakan bahwa Allah ada dimana-mana, bahkan yang benar adalah Allah di ketinggian langit di atas ‘Arasy.”20

Maka dengan berbagai keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa jawaban kedua ini adalah jawaban yang keliru.

Jawaban Ahli Filsafat: Allah Tidak Dimana-mana

Jawaban berikutnya yang mungkin anda jumpai ketika menanyakan dimana Allah berada, adalah Allah tidak dimana-mana. Bagaimana maksudnya? Yaitu, Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di bumi dan tidak di langit. Lebih lanjut lagi ia menyatakan, Allah tidak berkaitan dengan alam dan tidak pula terpisah dengan alam! Ini adalah jawaban ahli kalam dan filsafat.

Mendengar jawaban di atas mungkin pembaca akan keheranan sambil mengerutkan dahi, karena jawaban tersebut jelas tidak masuk akal dan pasti diingkari oleh orang yang fitrahnya masih lurus. Sebab, kalau kita mengatakan Allah tidak dimana-mana berarti Allah tidak ada wujudnya!

Oleh karena itu para ulama mengecam jawaban ini dengan komentar yang pedas hingga ancaman bagi pelakunya. Imam Syamsudin adz-Dzahabi rahimahullahu menyatakan,

“Adapun jawaban ketiga yang muncul pada generasi terakhir menyatakan bahwa Allah tidak ada dimana-mana, akan tetapi tidak keluar darinya; Allah tidak di atas ‘Arasy, tidak terhubung dengan makhluk-Nya, tidak pula terpisah darinya; Dzat-Nya yang Mahasuci tidak terbatas pada satu tempat, tidak pula terpisah dari makhluk-makhluk-Nya; tidak berada pada arah penjuru tertentu, dan tidak pula di luar arah penjuru! Tidak.., tidak…, dan tidak…

Ini adalah jawaban yang tidak bisa dicerna akal sehat! Di samping itu, jawaban ini juga menyelisihi al-Quran dan Hadits-hadits.”21

Kembali Imam adz-Dzahabi menyatakan, “kalau sekiranya jawaban ini masuk akal bagi kalian (ahli filsafat), maka demi Allah jawaban ini tidak masuk akal bagi kami (ulama sunnah)! Namun, seandainya ada nash (al-Quran atau Hadits) yang menyatakan demikian, maka kami akan menjadikan keyakinan ini sebagai bagian dari agama kami dan akan kami ikuti.

Akan tetapi nash-nash (al-Quran atau Hadits) justru menetapkan bahwa Allah di atas ‘Arasy, di atas langit dan pernyataan yang semisal. Maka, itulah pendapat kami. Kami beriman dan mengikuti wahyu dari langit secara mutlak.”22

Apakah Allah Punya Tempat Tinggal?

Telah kita sampaikan di atas bahwa jawaban terbaik dan benar untuk pertanyaan dimana Allah berada adalah Allah di atas langit atau di atas ‘Arasy, sebagaimana jawaban para imam ahli hadits dari masa ke masa. Hal ini mungkin menimbulkan persepsi bahwa Allah mempunyai tempat tinggal. Benarkah demikian?

Hal ini sangat penting untuk dicermati. Jangan sampai anda salah memahami penjelasan para imam tersebut!

Sebelum menjawab persepsi tersebut, satu perkara penting yang harus kita yakini adalah Allah Ta’ala Mahakaya dan tidak butuh dengan seluruh makhluk-Nya. Allah menciptakan segala makhluk-Nya bukan karena kebutuhan, termasuk makhluk Allah yang paling besar ‘Arasy; begitu pula langit dengan segala isinya. Allah berfirman,

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah yang telah menciptakan langit tujuh lapisan dan bumi juga semisalnya (tujuh lapis); yang mengatur segala perkara antara keduanya supaya kalian mengetahui bahwasannya Allah Mahamampu atas segala sesuatu dan bahwa Allah mengetahui segala perkara.” (ath-Thalaq: 12)

Kemudian beranjak dari keyakinan tersebut, maka Allah tidak butuh dengan tempat tinggal dan tidak perlu mencari dimana Allah tinggal. Hal ini jika kita asumsikan tempat tinggal tersebut bersifat wujudi, artinya tempat berwujud yang dicipta. Maka Allah tidak butuh terhadap segala makhluk ciptaan-Nya.

Namun, jika yang dimaksudkan adalah tempat tinggal yang bersifat ‘adami (tempat tak berwujud dan tidak dicipta), yaitu ketinggian yang berada di luar alam semesta, maka inilah yang dimaksudkan dalam penjelasan para imam tersebut.23

Sehingga pertanyaan semisal dimana Allah tinggal? Di mana Allah bertempat dan berada? Dapat kita jawab bahwa Allah berada di atas langit, di atas ‘Arasy. Dan bukan berarti langit atau ‘Arasy tersebut membatasi Keagungan dan Kebesaran Dzat Allah. Karena segala yang di atas ‘Arasy adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi oleh akal seorang pun.

Imam adz-Dzahabi kembali menjelaskan, “Kami tidak setuju jika keberadaan Allah di atas ‘Arasy, di atas langit, mengharuskan Allah terbatas pada suatu tempat atau arah tertentu. Sebab, segala sesuatu yang ada di bawah ‘Arasy memang bisa dikatakan terbatas dan punya arah tertentu. Akan tetapi yang di atas ‘Arasy tidak bisa dikatakan demikian.”24

Demikianlah berbagai jawaban terhadap pertanyaan dimana Allah berada. Semoga dengan penjelasan yang ringkas ini dapat membantu pembaca untuk memahami jawaban yang paling tepat, sehingga pembaca dapat mengimani segala sifat-sifat Allah yang telah dikabarkan di dalam al-Quran dan Sunnah. FAI-ALF

Penulis: Fahri Abu Ilyas

Referensi Utama:

  • Al-‘Uluw lil ‘Aliy al-Ghaffar karya Imam Syamsudin adz-Dzahabi (673-748 H) rahimahullahu.
  • Mukhtasar al-‘Uluw karya Muhammad Nashirudin (1332-1430 H) rahimahullahu.

Footnotes

  1. HR. Muslim no. 537 di dalam Shahihnya, Abu Dawud no. 930, an-Nasa’i no. 1218, sahih.
  2. Nama lengkap beliau Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz. Berasal dari Turkmenia lalu pindah ke Damaskus, Siria. Beliau salah seorang muhadits yang tersohor di masanya dan ahli sejarah Islam. Salah satu kitab karya beliau dalam bidang biografi ulama yang sangat terkenal yaitu Siyar A’lam an-Nubala. Dalam bidang fikih beliau menganut mazhab Syafi’iyyah.
  3. Al-‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghaffar (hlm. 28) karya Imam adz-Dzahabi.

    فَفِي الْخَبَر مَسْأَلَتَانِ إِحْدَاهمَا شَرْعِيَّة قَول الْمُسلم أَيْن الله وَثَانِيهمَا قَول المسؤول فِي السَّمَاء فَمن أنكر هَاتين الْمَسْأَلَتَيْنِ فَإِنَّمَا يُنكر على الْمُصْطَفى صلى الله عَلَيْهِ وَسلم

  4. Silakan merujuk kitab al-Hamawiyah (hlm. ) karya Abul Abbas al-Harrani.
  5. Lihat al-‘Uluw karya adz-Dzahabi (hlm. 143)
  6. Nama lain beliau adalah Abu Sa’id ad-Darimi. Salah seorang muhadits dari negeri Harrah. Mempunyai banyak karya tulis dengan tema bantahan terhadap golongan Jahmiyah. Antara lain ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah dan an-Naqdhu ‘ala al-Marisi.
  7. Al-‘Uluw (hlm. 194), dinukil dari kitab an-Naqdhu ‘ala al-Marisi.

    قد اتّفقت الْكَلِمَة من الْمُسلمين أَن الله فَوق عَرْشه فَوق سمواته

  8. Tadzkiratul Huffazh (2/201)
  9. Kitab al-Jami’, dinukil dari Ijtima’ al-Juyush (1/83)
  10. Al-Ibanah (3/316)
  11. Al-Wushul fi Ma’rifatil Ushul, dinukil dari Ijtima’ al-Juyush (1/76)
  12. Aqidatus Salaf Ashabul Hadits
  13. Bayan Talbis al-Jahmiyah (2/528)
  14. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari di dalam kitab Maqalat Islamiyin (hlm. 212)
  15. Tafsir Ibnu Katsir (8/9)

    أَيْ: رَقِيبٌ عَلَيْكُمْ، شَهِيدٌ عَلَى أَعْمَالِكُمْ حَيْثُ أَنْتُمْ، وَأَيْنَ كُنْتُمْ، مِنْ بَرٍّ أَوْ بَحْرٍ، فِي لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، فِي الْبُيُوتِ أَوِ الْقِفَارِ، الْجَمِيعُ فِي عِلْمِهِ عَلَى السَّوَاءِ، وَتَحْتَ بَصَرِهِ وَسَمِعِهِ

  16. Al-I’tiqad ‘ala Madzhab as-Salaf (hlm. 43), dinukil dari al-‘Uluw (hlm.253)

    وَقَوله {وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ} إِنَّمَا أَرَادَ بِعِلْمِهِ لَا بِذَاتِهِ

     

  17. Makna istiwa’adalah tinggi, di atas, naik dan menetap, sebagaimana kami jelaskan pada tulisan sebelumnya: Beragam Dalil Sahih Bahwa Allah di atas Langit.
  18. Al-Ibanah karya al-Baqilani, dinukil dari Mukhtashar al-‘Uluw (hlm. 221)

    فهل تقولون: إنه في كل مكان؟ قيل: معاذ الله، بل هو مستو على عرشه، كما أخبر في كتابه، فقال: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} وقال: {إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّب} وقال: {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاء} “

     

  19. Idem.

     

    ولو كان في كل مكان لكان في بطن الإنسان وفمه وفي الحشوش، ولوجب أن يزيد بزيادة الأمكنة إذا خلق منها ما لم يكن، ويصح أن يرغب إليه إلى نحو الأرض، وإلى خلفنا ويميننا وشمالنا، وهذا قد أجمع المسلمون على خلافه وتخطئة قائله

     

  20. Al-Gunyah, dinukil dari Al-‘Uluw (hlm.265)

     

    وَهُوَ مستو على الْعَرْش محتو على الْملك مُحِيط علمه بالأشياء {إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطّيب وَالْعَمَل الصَّالح يرفعهُ} وَلَا يجوز وَصفه بِأَنَّهُ فِي كل مَكَان بل يُقَال إِنَّه فِي السَّمَاء على الْعَرْش

     

  21. Al-‘Uluw (hlm. 268)

    فأما القول الثالث المتولد أخيرا من أنه تعالى ليس في الأمكنة، ولا خارجاً عنها، ولا فوق عرشه، ولا هو متصل بالخلق ولا بمنفصل عنهم، ولا ذاته المقدسة متحيزة، ولا بائنة عن مخلوقاته، ولا في الجهات، ولا خارجاً عن الجهات، ولا، ولا، فهذا شيء لا يعقل ولا يفهم مع ما فيه من مخالفة الآيات والأخبار.

  22. Mukhtasar al-‘Uluw (hlm. 260)

     

    فإن كان هذا يعقل لكم فوالله نحن ما نعقله، لكن لو نطق بهذه السلوب نص لدنا به ولاتبعناه، بل لما وردت النصوص بإثبات أنه على العرش، وبأنه في السماء ونحو ذلك، قلنا به وآمنا وتبعنا مطلق السمع.

     

  23. Lihat Mukhasar al-‘Uluw (hlm. 85) bagian mukadimah.
  24. Al-‘Uluw (hlm. 596)

    نقُول لَا نسلم كَون الْبَارِي على عَرْشه فَوق السَّمَوَات يلْزم مِنْهُ أَنه فِي حيّز وجهة إِذْ مَا دون الْعَرْش يُقَال فِيهِ حيّز وجهات وَمَا فَوْقه فَلَيْسَ هُوَ كَذَلِك

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *