oleh

Dalil Wajibnya Shalat Berjama’ah

-Fiqih-5,413 views

Shalat berjama’ah di masjid merupakan syi’ar Islam yang amat agung. Kaum muslimin sepakat bahwa menegakkan shalat lima waktu di masjid merupakan ketaatan yang paling besar.

Allah mensyariatkan atas umat ini untuk berkumpul di waktu-waktu tertentu. Di antaranya ketika shalat lima waktu, shalat Jum’at, shalat Ied dan shalat gerhana. Perkumpulan yang paling besar adalah perkumpulan di Arafah yang mengisyaratkan persatuan umat islam dalam hal keyakinan, ibadah dan syi’ar-syi’ar agama mereka.

Perkumpulan yang agung ini disyariatkan dalam rangka kemaslahatan kaum muslimin itu sendiri. Kaum muslimin saling berkomunikasi dan saling bertanya tentang keadaan mereka dan melakukan hal lain yang semestinya diperhatikan umat Islam walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan kabilah. Hal ini sebagaimana Allah Ta’ala firmankan dalam ayat-Nya,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(al-Hujurat: 13)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan shalat berjama’ah, menjelaskan keutamaannya dan menyebutkan pahala besar bagi yang menegakkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِي الجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلاَتِهِ فِي بَيْتِهِ، وَفِي سُوقِهِ، خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا، وَذَلِكَ أَنَّهُ: إِذَا تَوَضَّأَ، فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى المَسْجِدِ، لاَ يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلاَةُ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً، إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ، فَإِذَا صَلَّى، لَمْ تَزَلِ المَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ، مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ”

“Pahala shalat seseorang dengan berjama’ah dilipatgandakan hingga 25 kali di bandingkan shalatnya di rumah atau di pasar. Hal ini ketika dia berwudhu dan membaguskan wudhunya, kemudian dia keluar menuju masjid. Tidak ada yang mendorong dia keluar kecuali untuk shalat. Tidaklah dia melangkahkan satu kali langkah kecuali diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Apabila dia telah selesai shalat, malaikat senantiasa bersalawat padanya selama ia masih berada di tempat shalatnya.”(HR. al-Bukhari no. 647, di dalam shahihnya)

Hukum Shalat Berjama’ah

Shalat lima waktu wajib dilaksanakan secara berjama’ah di masjid. Hukum wajib ini ditunjukan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dalil dari al-Qur’an

Adapun dalil dari al-Quran diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ (102)

“Apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), hendaklah kamu mendirikan shalat bersama mereka. Hendaknya segolongan mereka berdiri (shalat) bersamamu.”(an-Nisa’: 102)

Perintah dalam ayat tersebut menunjukan hukum wajib. Ayat tersebut memerintahkan untuk menunaikan shalat secara berjama’ah saat situasi mencekam. Tentunya, perintah shalat berjama’ah saat situasi aman itu lebih utama lagi untuk dihukumi wajib.1

Dalil dari as-Sunnah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ، وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ، فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ»

“Shalat yang paling berat bagi kaum munafikin adalah shalat isya dan shalat subuh. Andai mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada kedua shalat ini, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak. Sungguh, aku berkeinginan agar shalat ditegakkan, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk mengimami manusia. Setelah itu, aku pergi bersama sejumlah orang dengan membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat berjama’ah. Lalu aku akan membakar rumah-rumah mereka dengan api.”(HR. al-Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651, shahih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hadits ini menunjukan wajibnya shalat berjama’ah dari dua sisi berikut ini:

  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang yang tidak berangkat shalat berjama’ah sebagai munafik. Padahal, orang yang tidak mengerjakan amalan sunnah (mustahab) itu tidak disebut sebagai munafik. Jadi, hadits ini menunjukan bahwa mereka meninggalkan amalan wajib.
  2. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk menghukum mereka karena telah meninggalkan shalat berjama’ah. Padahal hukuman itu hanya diberikan kepada orang yang meninggalkan perkara yang wajib. Hanya saja, alasan yang menghalangi beliau menghukum dengan api karena tidak ada yang boleh menghukum dengan api kecuali Allah. Ada pula yang berpendapat karena di dalam rumah mereka terdapat para wanita dan anak-anak yang tidak wajib melakukan shalat berjama’ah.

Dalil lain dari as-Sunnah adalah sebuah hadits ketika seorang shahabat yang buta dan tidak memiliki penuntun untuk menghadiri shalat jama’ah meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengerjakan shalat di rumahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً

“Apakah engkau mendengar seruan adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Beliau bersabda,”Penuhilah seruan itu karena aku tidak mendapati keringanan bagimu.” (HR. Abu Dawud no. 552, Ibnu Majah no. 792 dan al-Hakim no. 903, shahih)

Dalil yang lain adalah ucapan Ibnu Mas’ud,


وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ

“Sungguh, aku telah melihat shahabat Nabi, dan tidak ada yang meninggalkan shalat jama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya.” (HR. Muslim no. 654 di dalam shaihnya).

Shalat berjama’ah hukumnya wajib bagi kaum laki-laki tetapi tidak wajib bagi kaum wanita dan anak-anak yang belum balig. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat para wanita,

وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“Dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud no. 567, Ahmad no. 5468 dan al-Hakim no. 755. Shahih).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka menurut pendapat yang shahih (benar), shalat berjama’ah di masjid hukumnya wajib bagi kaum laki-laki. Barangsiapa yang meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakan shalat sendirian tanpa udzur, maka shalatnya tetap sah tetapi ia berdosa karena meninggalkan perkara yang wajib.

ILY

1 Al-Fiqh al-Muyassar hal. 86..

join chanel telegram islamhariini 2

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *