oleh

Bolehkah Shalat Witir Dua Kali (Seputar Shalat Witir Bag. 3)

-Fiqih-3,611 views

Terdapat sebuah hadits yang menunjukkan tidak dibolehkan shalat witir dua kali dalam semalam. Dari shahabat Qois bin Tholq radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«لاَ وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ»

”Tidak ada dua kali shalat witir dalam semalam.” (HR.Tirmidzi no.470, shahih)”

Lalu bagaimana dengan seorang yang telah shalat witir di awal waktu kemudian dia terbangun dan hendak melakukan shalat malam? Apakah dia mengulangi witirnya?

Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan, dalam permasalahan ini terjadi perbedaan pendapat para ulama,1

  1. Pendapat pertama, hendaknya orang tersebut membatalkan witirnya yang pertama dengan cara menambah satu rakaat, sehingga menjadi genap. Kemudian menutup rangkaian shalatnya dengan witir di akhir malam. Ini adalah pendapat Ishaq bin Rahuyah.
  2. Pendapat kedua, hendaknya orang tersebut tidak membatalkan witirnya, akan tetapi langsung melakukan shalat malam dengan jumlah rakaat yang ia inginkan dan mencukupkan dengan witir yang dilakukan di awal malam tadi. Ini adalah pendapat as-Syafi’i, Ahmad, Ibnul Mubarak dan selainnya.

Pendapat yang kedua ini lebih kuat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat malam setelah witir. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha beliau berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat dua rakaat setelah witir.” (HR. Tirmidzi no.471, shahih)

Tentang Qunut witir

Ada berbagai pengertian tentang qunut, namun yang kita maksudkan di sini adalah doa yang diucapkan ketika shalat pada saat posisi tertentu.2

Qunut witir hukumnya sunnah, karena diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan doa qunut witir kepada cucu beliau, al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma (insyaAllah nanti akan kami sebutkan haditsnya).

Kapan melakukannya? Setelah rukuk atau sebelum rukuk?

Qunut dapat dilakukan pada rakaat terakhir setelah selesai bacaan shalat, baik sebelum rukuk atau setelah rukuk, keduanya pernah dilakukan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya perihal qunut,

أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ؟ قَالَ: «بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا»

“Apakah beliau (Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengerjakan qunut sebelum rukuk?” Anas menjawab, “Tidak lama setelah rukuk.” (HR. Bukhari no. 1001 di dalam shahihnya)

Pada kesempatan yang lain Anas radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya dengan pertanyaan semisal oleh ‘Ashim bin Sulaiman al-Ahwal. ‘Ashim mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik perihal qunut, apakah beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengerjakannya sebelum rukuk atau setelahnya?” Anas menjawab, “sebelumnya.” (HR. Bukhari no. 1002 di dalam shahihnya)

Bacaan Ketika Qunut

Telah datang riwayat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa qunut witir kepada cucu Beliau al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma . Al-Hasan menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan ketika qunut witir, beliau bersabda:

«اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ»

“Ya Allah berilah kepadaku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Jagalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau jaga. Bantulah urusanku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau bantu urusannya. Berkahilah segala yang Engkau berikan kepadaku. Jauhkanlah aku dari keburukkan yang Engkau takdirkan kepadaku. Engkaulah yang memberi keputusan dan tidak ada yang mampu menentang keputusan-Mu. Tidak akan terhina orang-orang yang Engkau beri pertolongan. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi.” (HR. Abu Dawud no. 248, shahih)

Bersambung InsyaAllah. MHM

1 lihat Sunan at-Tirmidzi (1/592), cet. Dar al-Gharb al-Islami, Beirut.

2 Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani (2/490), cet. Dar al-Ma’rifat, Beirut.