oleh

Bimbingan Ulama: Empat Prinsip Selamat dari Kesyirikan

Ulama adalah pewaris para nabi. Mereka mewarisi ilmu dan mengemban amanah sebagaimana tugas para nabi untuk menjaga agama ini serta membimbing manusia kepada keselamatan akhirat, yaitu keselamatan dari pedihnya adzab neraka yang menyala-nya.

Berikut ini merupakan salah satu bimbingan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sangat peduli kepada ummat ini. Sebuah prinsip penting yang bisa menyelamatkan kita dari dosa yang adzabnya paling mengerikan. Yaitu kesyirikan, sebuah dosa yang akan menjadikan pelakunya kekal di neraka jika meninggal dalam keadaan belum bertobat darinya.

Marilah kita pahami bimbingan ini dengan pemahaman yang paling mendalam. Lalu jadikanlah sebagai prinsip utama dalam hidup agar terhindar dari kesyirikan dan mendapat penjagaan Allah di dunia dan akhirat. (ed.)

Aku memohon kepada Allah yang Maha Mulia pemilik ‘Arsy yang Agung agar menjadikanmu sebagai wali-Nya dan melindungimu di dunia dan akhirat. Memberkahimu di manapun engkau berada dan menjadikanmu termasuk orang yang bersyukur apabila diberi, bersabar ketika diuji, dan bersegera meminta ampun tatkala terjatuh pada dosa. Tiga perkara ini adalah tanda kebahagiaan seorang hamba.

Hendaknya engkau ketahui -semoga Allah Ta’ala membimbingmu untuk melakukan ketaatan-. Bahwasanya hanifiyah adalah agama Nabi Ibrahim ‘alahi sallam yang mengajakmu untuk beribadah kepada Allah semata. Sebagaimana Allah Ta’ala tegaskan dalam al-Qur’an,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)

Apabila engkau telah ketahui bahwasanya Allah Ta’ala menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya semata. Engkau juga perlu mengetahui bahwasanya ibadah tidaklah dinamakan ibadah kecuali diringi dengan tauhid (memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata).

Bahwasanya kesyirikan apabila bercampur dengan suatu ibadah akan merusak amalan seorang hamba, menghapusnya, dan membuatnya kekal di neraka. Hendaknya engkau memahami pula, bahwa kewajiban terpenting bagimu sekarang adalah mengenali kesyirikan. Semoga dengan sebab itu Allah akan menyelamatkanmu dari kesyirikan. Allah Ta’ala berkata tentang kesyirikan,

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesugguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan dan mengampuni dosa selainnya bagi yang Allah kehendaki.” (an-Nisa : 116)

Selamat dari kesyirikan dengan cara memahami empat prinsip yang Allah Ta’ala telah menyebutkan di dalam al-Qur’an.

Prinsip Pertama

Engkau ketahui bahwasanya orang-orang kafir yang dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perangi, mereka mengakui bahwasanya Allah adalah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta. Namun tidak menjadikan mereka masuk ke dalam agama Islam.

Dalilnya adalah perkataan Allah Ta’ala,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ

“Katakanlah : Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Siapakah pula yang menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Siapakah pula yang mengatur segala urusan? Mereka akan menjawab: Allah. Katakanlah: Mengapa kalian tidak bertakwa?” (Yunus: 31)

Prinsip Kedua

Bahwasanya kaum musyrikin di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Tidaklah kami memohon kepada sesembahan selain Allah dan menghadapkan wajah kami kepada mereka melainkan untuk meminta kedekatan dan syafa’at di sisi Allah Ta’ala.”

Dalil yang menunjukkan bahwa kaum musyrikin berdoa kepada sesembahan mereka untuk mencari kedekatan di sisi Allah adalah firman-Nya,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata, ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan untuk mendekatkan kami kepada-Nya dengan sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta lagi kafir.” (az-Zumar: 3)

Adapun dalil yang menunjukkan penyembahan mereka kepada selain Allah untuk mencari syafa’at adalah perkataan-Nya,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bahaya kepada mereka dan tidak pula memberi manfaat. Mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafa’at kami di sisi Allah.” (Yunus: 18)

Syafa’at terbagi menjadi dua macam:

1. Syafa’at yang tertolak

2. Syafa’at yang diterima

Syafa’at yang tertolak adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah pada perkara yang tidak ada yang mampu memberikan kecuali Allah semata.

Dalilnya adalah perkataan Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan, dan tidak ada lagi syafa’at. Orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim.” (al-Baqarah: 225)

Sedangkan syafa’at yang diterima adalah syafa’at yang diminta kepada Allah Ta’ala.

Orang yang memberi syafa’at adalah orang yang Allah muliakan dengan adanya syafa’at tersebut. Adapun yang diberi syafa’at adalah orang yang Allah ridhai ucapan dan amalannya, hal itu diberikan setelah adanya izin dari Allah. Sebagaimana perkataan-Nya,

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan seizin-Nya.” (al-Baqarah: 255)

Prinsip Ketiga

Bahwasanya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada kaum yang peribadahan mereka bermacam-macam. Sebagian mereka ada yang menyembah malaikat, sebagian yang lain menyembah para Nabi dan orang-orang shalih. Ada pula yang menyembah bebatuan dan pepohonan, serta menyembah matahari dan bulan. Akan tetapi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi mereka semua dan tidak membedakkan antara mereka.

Dalinya adalah perkataan Allah Ta’ala,

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

“Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah (syirik) dan agar agama hanya bagi Allah semata.” (al-Anfal: 39)

Dalil bahwa mereka menyembah matahari dan bulan adalah perkataan Allah Ta’ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah kalian sujud kepada matahari dan bulan dan sujudlah kepada Allah yang telah menciptakan semua itu, jika kalian hanya beribadah kepada-Nya. ” (al-Fussilat: 37)

Dalil bahwa mereka menyembah malaikat adalah perkataan Allah Ta’ala,

وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَاباً

“Dan Allah tidak memerintahkan kalian untuk menjadikan para malaikat dan Nabi sebagai sesembahan.” (ali-Imran: 80)

Dalil yang menunjukkan bahwa mereka menyembah Nabi adalah perkataan Allah Ta’ala,

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

“Dan ingatlah tatkala Allah berkata: Wahai Isa bin Maryam, apakah engkau mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua sesembahan selain Allah?” Isa menjawab, Maha Suci Engkau, tidak pantas bagiku mengucapkan sesuatu yang tidak pantas bagiku. Jika aku mengatakannya pasti engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya engkau Maha Mengetahui yang ghaib.” (al-Maidah: 116)

Dalil bahwa mereka menyembah orang-orang shalih adalah perkataan Allah Ta’ala,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ

“Mereka itulah orang-orang yang berdoa dan berharap kepada Rabb mereka suatu perantara. Siapa di antara mereka yang lebih dekat dan mereka berharap rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya.” (al-Isra: 57)

Dalil bahwa mereka menyembah pepohonan dan bebatuan adalah perkataan Allah Ta’ala,

أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى

“Apakah kalian mengetahui Latta, ‘Uzza, dan Manat yang ketiga ?” (an-Najm: 19-20)

Prinsip Keempat

Bahwasanya kaum musyrikin pada zaman kita lebih parah kesyirikannya dibandingkan zaman dahulu. Hal ini karena kaum musyrikin pada zaman Rasulullah, mereka berbuat syirik ketika lapang dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah ketika genting.

Dalilnya adalah perkataan Allah Ta’ala,

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Apabila mereka menaiki kapal (dalam keadaan tertimpa musibah, badai dll), mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya. Namun tatkala Allah menyelamatkan mereka ke daratan, mereka kembali berbuat syirik.” (al-Ankabut: 65)

(Referensi: Qawaidul Arba milik Syaikh Muhammad an-Najdy rahimahullah)