oleh

Bacaan Dzikir Setelah Shalat Tarawih

-Fiqih-3,303 views

Dzikir dan doa adalah ibadah yang agung. Dzikir dan doa ada bermacam-macam. Ada yang mutlak, dilakukan kapan saja dan di mana saja. Ada pula yang sifatnya muqayyad (terkait) dengan waktu, tempat, atau kondisi tertentu. Termasuk dari dzkir yang muqayyad yaitu dzikir setelah pelaksanaan ibadah shalat. Pada pelaksanaan shalat lima waktu, terdapat dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca setelah shalat. Dzikir tersebut sudah masyhur dan lumrah di kalangan kaum muslimin, berdasarkan dalil dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Jika seusai shalat lima waktu disyariatkan untuk membaca dzikir, apakah setelah shalat tarawih juga disyariatkan? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, sedikit kami paparkan terlebih dahulu penjelasan tentang pengertian dan makna tarawih agar memudahkan kita dalam memahami topik yang sedang dibahas.

Apa Itu Shalat Tarawih?

Tarawih dari segi bahasa bermakna istirahat (sejenak). Tarawih merupakan istilah untuk shalat malam yang dikerjakan di bulan ramadhan. Dinamakan dengan shalat tarawih, karena orang yang melakukan shalat pada saat itu, mereka berdiri, rukuk, dan sujud dalam rentang waktu yang cukup lama. Apabila mereka telah menyelesaikan empat rakaat (yang dikerjakan dengan dua kali salam) maka mereka beristirahat sejenak lalu melanjutkan empat rakaat berikutnya kemudian beristirahat dan melanjutkan shalat tiga rakaat yaitu shalat witir sebagai penutup shalat tarawih.1

Dzikir dan Doa Yang Dibaca Setelah Shalat Tarawih

Adakah dzikir dan doa yang disunnahkan untuk dibaca jika telah menyelesaikan tiap dua rakaat shalat tarawih atau tiap empat rakaat ataukah dzikir setelah menyelesaikan seluruh rakaat shalat tarawih yaitu setelah shalat witir?

Wallahua’lam. Sebatas yang kami ketahui, yang disunnahkan hanyalah membaca dzikir ketika selesai mengerjakan shalat witir. Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar al-Asqalany.2

Apabila seseorang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 3 rakaat terakhir adalah shalat witir sebagai penutup shalat, maka dzikir tersebut dibaca setelah mengerjakan 3 rakaat shalat witir.

Bagaimanakah Tatacara Dzikir Setelah Shalat Tarawih?

Dalam permasalahan ini terdapat beberapa lafazh3, semua tatacara tersebut dibaca sendiri-sendiri, tidak disyariatkan dibaca secara berjamaah. Berikut ini rincian tatacara tersebut;

Lafazh Pertama

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-1.mp3?_=1

Membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali,

سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ

Tatacara ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

“Apabila Nabi telah salam dari shalat witir maka beliau membaca subhanal malikil quddus sebanyak 3 kali.”4

Lafazh Kedua

 

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-2.mp3?_=2

Membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali dan mengangkat suara pada bacaan yang ketiga.,

سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ

Tatacara ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abdurrahman bin Abza radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengerjakan shalat witir maka beliau membaca (pada rakaat pertama) sabbihisma rabbikal a’la (yaitu surat al-A’la) kemudian (pada rakaat kedua) qulyaayyuhal kafirun (yaitu surat al-Kafirun) lalu (pada rakaat ketiga) qulhuwallahu ahad (yaitu surat al-Ikhlas) dan ketika salam membaca subhanal malikil quddus sebanyak 3 kali dan mengangkat suaranya pada bacaan yang ketiga.”5

Lafazh Ketiga

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-3.mp3?_=3

Membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali dan memanjangkan bacaan pada bacaan yang terakhir.

Tatacara ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

“Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai dari mengerjakan shalat witir maka beliau membaca: Subhanal malikil quddus sebanyak 3 kali lalu memanjangkan bacaannya pada bacaan yang terakhir.”6

Lafazh Kempat

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-4.mp3?_=4

Membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali dengan mengangkat suara dan memanjangkan bacaan pada bacaan yang ketiga.

Tatacara ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abdurrahman bin Abza radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

“Apabila Nabi telah selesai salam dari shalat witir maka beliau membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali kemudian memanjangkan bacaan pada bacaan yang ketiga lalu mengangkat suaranya.”7

Lafazh Kelima 8

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-5.mp3?_=5

Membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali dengan mengangkat suara dan memanjangkan bacaan pada bacaan yang ketiga lalu membaca rabbulmalaikati war ruuh

سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ, سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ رَبِّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, beliau berkata,

“Apabila beliau telah salam (dari shalat witir) maka beliau membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali dengan memanjangkan bacaannya dan di akhirnya mengucapkan rabbul malaikati war ruuh.”9

Lafazh Keenam

https://islamhariini.com/wp-content/uploads/2021/05/bacaan-6.mp3?_=6

Membaca subhanal malikil quddus hanya sekali,

سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai dari salam pada shalat witir, maka beliau membaca: Subhanal malikil quddus.”10

Penjelasan Makna Dzikir

سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ

“Maha Suci Allah, Maha Raja Yang Suci”

Maknanya: Allah Yang Maha Suci dan Tersucikan dari berbagai macam aib dan kekurangan.11

رَبِّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ

“Rabb para Malaikat dan ruh (Jibril).”

Hukum Membaca Shalawat Setiap Selesai Salam Pada Shalat Tarawih

Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H), seorang ulama yang bermadzhab Syafii, ditanya tentang permasalahan ini, maka beliaupun menjawab,

“Mengkhususkan shalawat pada kondisi seperti ini (setiap selesai salam shalat tarawih), kami tidak mendapati satupun sunnah (hadits) juga tidak dari ucapan ulama Syafii. Sehingga amalan ini merupakan perkara baru dalam agama yang dilarang untuk dikerjakan bagi orang yang mengkhususkan shalawat tersebut dengan niat bahwa amalan tersebut sunnah pada kondisi ini (tiap selesai salam shalat tarawih). Berbeda halnya dengan orang yang mengamalkannya tanpa meyakininya (bahwa itu sunnah pada setiap salam shalat tarawih), seperti dia meyakini bahwa shalawat adalah amalan sunnah di setiap waktunya secara umum. Memang terdapat beberapa hadits yang menguatkan (bolehnya membaca shalawat setelah salam pada shalat malam) secara khusus namun hadits-hadits tersebut tidak cukup untuk dijadikan sebagai dalil untuk itu.”12

Kesimpulan

Disunnahkan membaca dzikir setelah shalat witir baik itu pada shalat malam yang dikerjakan di bulan ramadhan (shalat tarawih) maupun di luar bulan ramadhan.

Kelima tatacara tersebut tsabit dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga boleh diamalkan yang mana saja. Namun beberapa ulama di dalam kitab-kitab dan fatwa-fatwanya memfatwakan dengan tatacara membaca subhanal malikil quddus sebanyak tiga kali, memanjangkan bacaan dan mengangkat suara pada bacaan yang ketiga.13

Adapun bacaan shalawat atau yang semisalnya seperti doa-doa dan dzikir-dzikir khusus di setiap selesai salam pada shalat tarawih maka sebaiknya ditinggalkan.14 Wallahua’lam bish shawab

MPS/ALF

Nama Penulis: Muammar Purwandi


Footnotes

  1. Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’ 4/10
  2. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab hal.12 dan Nataijul Afkar libni Hajar 3/20
  3. Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 7/187

  4. HR An-Nasai no.1729 dalam Sunannya dari sahabat Ubay bin Ka’ab, shahih

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ» ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

  5. HR An-Nasai no.1732 dalam Sunannya dari sahabat Abdurrahman bin Abza radhiyallahu’anhu, shahih

    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَكَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ» ثَلَاثًا، وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالثَّالِثَةِ

  6. HR An-Nasai no.1699 dalam Sunannya dan Ibnu Majah no.1171 dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, shahih

    فَإِذَا فَرَغَ، قَالَ عِنْدَ فَرَاغِهِ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ»، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يُطِيلُ فِي آخِرِهِنَّ

  7. HR An-Nasai no.1752 dalam Sunannya dari sahabat Abdurrahman bin Abza radhiyallahu’anhu, shahih

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يَمُدُّ صَوْتَهُ فِي الثَّالِثَةِ ثُمَّ يَرْفَعُ

  8. Zadul Ma’ad 1/326 dan Hisnul Muslim min adzkaaril kitabi was sunnah 1/81
  9. HR Daruquthni no.1660 di dalam Sunannya dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu,shahih

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِثَلَاثٍ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى , وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ , وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ , وَيَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ وَإِذَا سَلَّمَ قَالَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ» , ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يَمُدُّ بِهَا صَوْتَهُ , فِي الْأَخِيرَةِ يَقُولُ: «رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ»

  10. HR Abu Dawud no.1430 di dalam Sunannya dari sahabat Ubay bin Ka’ab, shahih

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ فِي الْوِتْرِ، قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

  11. Mura’atul Mafatiih Syarhu Misyakatil Mashabih 4/287

    قال الطيبي: هو الطاهر المنزه عن العيوب والنقائص

  12. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra 1/186

    الصَّلَاةُ فِي هَذَا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ. لَمْ نَرَ شَيْئًا فِي السُّنَّةِ وَلَا فِي كَلَامِ أَصْحَابِنَا فَهِيَ بِدْعَةٌ يُنْهَى عَنْهَا مَنْ يَأْتِي بِهَا بِقَصْدِ كَوْنِهَا سُنَّةً فِي هَذَا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ دُونَ مَنْ يَأْتِي بِهَا لَا بِهَذَا الْقَصْدِ كَأَنْ يَقْصِدَ أَنَّهَا فِي كُلِّ وَقْتٍ سُنَّةٌ مِنْ حَيْثُ الْعُمُومُ بَلْ جَاءَ فِي أَحَادِيثَ مَا يُؤَيِّدُ الْخُصُوصَ إلَّا أَنَّهُ غَيْرُ كَافٍ فِي الدَّلَالَةِ لِذَلِكَ

  13. Qiyamu Ramadhan Fahdluhu wa Kaifiyyatu adaaihi wa Masyru’iyyatul jama’ah fihi wa ma’ahu Bahtsun qoyyim ‘anil I’tikaf hal.33
  14. Fatawa Nur ala darb 9/482