oleh

Bacaan Basmalah Ketika Shalat Dibaca Keras atau Lirih?

-Fiqih-2,032 views

Barangkali pembaca sempat bertanya-tanya dalam hati, kenapa para imam shalat di masjid-masjid ada yang membaca basmalah dengan keras dan ada juga yang membacanya dengan lirih hingga tidak terdengar oleh para makmum? Hal seperti ini lumrah terjadi dalam fikih Islam.

Jangan bingung atau gegabah dalam menilai. Baik yang membaca basmalah dengan keras ataupun lirih, masing-masing punya argumentasi dan dalil. Namun, alangkah baiknya jika kita meneliti dan memastikan terlebih dahulu, mana di antara keduanya yang paling kuat dalilnya.

Berikut ini kami sajikan pembahasan ringkas terkait permasalahan di atas. Semoga pembaca mendapat pencerahan, pendapat mana yang semestinya diamalkan, apakah basmalah dibaca dengan keras ataukah lirih ketika shalat?

Dalil Basmalah Dibaca Lirih Ketika Shalat

Hadits utama yang dijadikan dasar bahwa basmalah dibaca lirih ketika shalat adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلاَةَ بِـ {الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ}

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu ‘anhuma semuanya memulai bacaan shalat dengan alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (surat al-Fatihah).” (HR. al-Bukhari no.743 di dalam Shahihnya, dari sahabat Anas bin Malik)

Pada riwayat yang lain Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}

“Aku pernah shalat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dan aku tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka yang membaca bismillahirrahmanirrahim.” (HR. Muslim no.399 di dalam Shahihnya, dari sahabat Anas bin Malik)

Dua hadits di atas secara eksplisit menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum tidak membaca basmalah ketika shalat. Ini kemungkinan pertama. Atau kemungkinan kedua, mereka membaca basmalah tetapi dengan lirih. Sehingga Anas bin Malik sebagai makmum ketika itu tidak mendengarnya.

Kemungkinan kedua insyaAllah lebih tepat, karena pada riwayat yang lain disebutkan dengan redaksi sebagai berikut,

فَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ: بِـ {بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}

“Mereka tidak mengeraskan bacaan bismillahirrahmanirrahim.” (HR. Ahmad no.12844, dari sahabat Anas bin Malik, sahih)

Sehingga hadits-hadits di atas merupakan dalil bahwa basmalah dibaca lirih ketika shalat.

Dalil Basmalah Dibaca Keras Ketika Shalat

Dalil yang paling kuat bahwa basmalah dibaca dengan keras juga diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, beliau mengatakan,

صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ، فَقَرَأَ فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلَمْ يَقْرَأْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَهَا حَتَّى قَضَى تِلْكَ الْقِرَاءَةَ» ، فَلَمَّا سَلَّمَ نَادَاهُ مَنْ سَمِعَ ذَلِكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ، وَالْأَنْصَارِ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ: يَا مُعَاوِيَةُ أَسَرَقْتَ الصَّلَاةَ، أَمْ نَسِيتَ؟ «فَلَمَّا صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَ أُمِّ الْقُرْآنِ، وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا»

“Suatu ketika Mu’awiyah pernah mengerjakan shalat di Madinah dengan mengeraskan bacaan shalat. Beliau membaca bismillahirrahmanirrahim di awal Ummul Quran (surat al-Fatihah) dan tidak membaca bismillahirrahmanirrahim pada surat berikutnya hingga selesai membacanya. Tatkala beliau salam, kaum Muhajirin dan Anshar yang mendengar hal itu memanggil beliau dari segala penjuru, “Mu’awiyah, apakah Anda meninggalkan sebagian bacaan shalat ataukah Anda lupa?”

Maka pada shalat berikutnya, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim di awal surat setelah al-Fatihah dan bertakbir ketika turun sujud.” (HR. al-Hakim no.851, dari sahabat Anas bin Malik, hasan)1

Kisah sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu di atas menunjukkan bahwa basmalah dibaca dengan keras hingga terdengar makmum. Buktinya, para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar menegur beliau ketika tidak mendengarnya. Kemudian Mu’awiyah membaca basmalah dengan keras pada shalat berikutnya.


Baca Juga: Menghadap Kiblat Termasuk Syarat Diterimanya Shalat


Tarjih Dua Dalil di Atas

Untuk mentarjih (mengunggulkan salah satu pendapat) dari dua dalil di atas, sejatinya membutuhkan ilmu tentang periwayatan hadits yang sering diistilahkan dengan ilmu musthalah dan cabang ilmu yang lainnya. Namun agar tulisan ini tidak terlalu pelik, maka kami cukupkan dengan pembahasan yang mudah dipahami oleh pembaca dari semua kalangan.

Berikut ini beberapa poin yang dapat dijadikan acuan untuk menilai dua dalil di atas:

Pertama: Hadits Anas yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar tidak mengeraskan bacaan basmalah ketika shalat lebih kuat dari sisi banyaknya jalur periwayatan hadits. Sehingga hadits Anas yang lain ketika meneceritakan kisah Mu’awiyah dianggap sebagai hadits yang syadz (nyeleneh).

Kedua: ketika Mu’awiyah datang ke kota Madinah, posisi Anas bin Malik bermukim di kota Basrah. Dan tidak ada satu ulama pun yang menyatakan bahwa Anas sedang bersama Mu’awiyah ketika itu. Sehingga ada yang meragukan pada hadits kedua.

Ketiga: bahwa madzhab (pendapat) ulama di kota Madinah dari dulu hingga sekarang adalah tidak mengeraskan bacaan basmalah. Tidak didapati satu riwayat pun yang sahih dari ulama Madinah yang menyebutkan bahwa mereka mengeraskan bacaan basmalah ketika shalat. Kecuali segelintir saja dan itu pun masih mengandung banyak kemungkinan.

Oleh karena itu, Imam Abul Abbas rahimahullah menyatakan,

“Sekiranya orang yang mengerti mau mencermati beberapa poin di atas dan yang semisalnya, maka ia akan memastikan bahwa hadits Mu’awiyah adalah batil dan tidak ada hakikatnya atau telah berubah redaksinya.”2

Demikian beberapa poin yang sekiranya mudah dipahami oleh pembaca. Maka yang dapat kami simpulkan adalah dalil yang menyatakan bahwa basmalah dibaca lirih ketika shalat lebih kuat dibandingkan dengan dalil yang menyatakan bahwa basmalah dibaca keras. Wallahu a’lam.3

Mana yang Dipilih, Membaca Basmalah dengan Keras atau Lirih?

Setelah uraian singkat di atas, maka yang menjadi langkah berikutnya adalah beramal. Mana yang harus dikerjakan, membaca basmalah dengan keras atau lirih?

Jawabannya adalah disunnahkan membaca basmalah dengan lirih dan tidak mengeraskannya. Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Namun yang penting untuk dipahami adalah bahwa pada permasalahan ini ada toleransi dan keleluasaan untuk beramal. Karena masih ada kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam malakukan kedua-duanya.

Imam Abul Abbas rahimahullah menyatakan,

“Namun, masih dimungkinkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang mengeraskan bacaan basmalah. Atau beliau dahulu membacanya dengan keras kemudian meninggalkannya setelah itu. Maka keduanya masih memungkinkan.”4

Kesimpulannya, pendapat yang benar adalah basmalah dibaca dengan lirih dan terkadang disyariatkan untuk dibaca keras ketika ada maslahat yang lebih. Contohnya, ketika seorang imam ingin mengajari tatacara shalat kepada para makmum, agar para makmum merasa nyaman dengan bacaan imam, atau untuk menghindari perpecahan di kalangan umat. Sebagaimana hal ini kembali dinyatakan oleh Imam Abul Abbas rahimahullah,

“Diperbolehkan pula seorang meninggalkan perkara yang afdhal (memiliki keutamaan lebih) dalam rangka menenangkan hati dan memperkuat persatuan, karena khawatir justru akan membuat orang lari dari kemaslahatan. Sebagaimana dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan renovasi Ka’bah agar sesuai dengan pondasi Nabi Ibrahim, karena kondisi kaumnya yang baru lepas dari kungkungan masa Jahiliah.”5

Beliau juga menyatakan, “Oleh sebab itu, para imam seperti Imam Ahmad dan lainnya menetapkan bahwa pada permasalahan basmalah, menyambung rakaat witir, dan berbagai perkara lain diperbolehkan untuk beralih dari yang afdhal kepada yang mafdhul (kurang utama) demi menjaga persatuan kaum mukminin serta memperkenalkan sunnah kepada mereka, dan semisalnya.”6

Demikian pembahasan ringkas tentang permasalahan basmalah dibaca lirih atau keras. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin, wallahu Ta’ala a’lam bish shawab. FAI-THR

Penullis: Fahri Abu Ilyas


1 Al-Hakim menyatakan, sahih sesuai syarat Muslim. Hal ini juga disepakati oleh adz-Dzahabi. Meskipun ada salah seorang perawi yang diperselisihkan riwayatnya, minimalnya hadits ini dinilai hasan karena ada riwayat lain yang menguatkannya. Silakan merujuk pembahasan hadits ini pada Ashlu Shifat Shalat an-Nabi (1/284), karya Muhammad Nashiruddin.

2 Majmu’ al-Fatawa (1/85)

فهذه الوجوه وأمثالها إذا تدبرها العالم؛ قطع بأن حديث معاوية إما باطل لا حقيقة له، وإما مُغَيَّرٌ عن وجهه

3 Sebenarnya masih ada hadits-hadits lain yang dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa basmalah dibaca keras. Namun, kesemuanya tidak lepas dari kekurangan dan cacat pada sanad hadits atau matannya, sehingga mengharuskan hadits-hadits tersebut dihukumi dha’if. Untuk menelaah lebih lanjut silakan merujuk pada Ashlu Shifat Shalat an-Nabi (1/283-292)

4 Majmu’ al-Fatawa (1/79)

ولكن يمكن أنه كان يجهر بها أحياناً، أو أنه كان يجهر بها قديماً ثم ترك ذلك؛ قال -: فهذا محتمل

5 Majmu’ al-Fatawa (1/88)

ويسوغ أيضاً أن يترك الإنسان الأفضل لتأليف القلوب، واجتماع الكلمة؛ خوفاً من التنفير عما يصلح، كما ترك النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بناء البيت على قواعد إبراهيم؛ لكون قومه كانوا حديثي عهد بالجاهلية

6 Idem.

ولهذا نَصَّ الأئمةُ؛ كأحمد وغيره في البسملة، وفي وصل الوتر، وغير ذلك مما فيه العدول عن الأفضل إلى الجائز المفضول؛ مراعاة ائتلافِ المأمومين، أو لتعريفهم السنة، وأمثال ذلك